Bincang Seni: Akankah Tari Kontemporer Gerus Tari Tradisi?

UPK Tatra FISIP telah menggelar webinar dengan mengusung tajuk “Perkembangan Seni Tari di Kalangan Generasi Milenial” melalui aplikasi Microsoft Teams pada Sabtu (12/9). Konsep acara seminar berbasis daring ini menghadirkan narasumber seniman senior, Yurustriarto atau yang lebih dikenal Totok Pamungkas serta Frihastyayu Bintyar Mawasti, pelatih tari serta pemilik sanggar Asti Mawasti dan dihadiri para peserta seminar.


“Tari pada dasarnya berkembang dan akan mengalami perubahan. Tari kontemporer dan tradisional sendiri memiliki jalurnya masing-masing, sehingga meskipun banyak tarian kontemporer yang tercipta, tari tradisional tetap akan ada karena tari tradisional memiliki pakem sendiri dan tidak akan terkontaminasi oleh tarian kontemporer,” ujar Totok. Beliau menganggap bahwa tari kontemporer sejatinya merupakan salah satu bentuk kreativitas.


Pada sesi tanya-jawab, Totok menerima pertanyaan wanita berhijab ketika sedang membawakan gerak tari yang sudah ada pakem atau aturannya, seperti Tari Gambyong. Beliau menjawab, sebaiknya orang yang menari tarian seperti Tari Gambyong janganlah yang berhijab. “Bukan maksudnya melarang, cewek yang berhijab boleh berkesenian, tetapi sebaiknya memilih tari yang lain, misalnya Tari Golek. Jadi tidak ada yang dirugikan,” jelas Totok.


Di sesi berikutnya, narasumber kedua, Frihastyayu Bintyar Mawasti atau biasa disapa Asti, memaparkan presentasi tentang perkembangan tari tradisi di era milenial. Ia menjelaskan bahwa perbedaan rentang kelahiran juga mempengaruhi kebudayaan antargenerasi.


Tari tradisional sendiri menunjukkan perbedaan pada generasi milenial dan sebelumnya. Menurutnya, ada empat hal yang menjadi perbedaan tari tradisional pada era milenial, yaitu digitalisasi tari, pertunjukkan yang disajikan baik non-virtual maupun virtual, penari yang menari secara massal dan serentak (flashmob), serta kreasi tarian yang lebih modern.


Pada sesi tanya-jawab, Asti mendapat pertanyaan yang sama dengan Totok, yaitu tentang hijab yang dipakai saat membawakan tarian yang sudah ada pakem atau aturannya. Menurut pengalaman Asti, hal tersebut dikembalikan lagi kepada penarinya, apakah ingin melepas atau tetap memakai hijab. “Tetapi ketika memasuki kompetisi, tata rias dan busana termasuk dalam penilaian. Karena tujuan kompetisi melestarikan tarian zaman dulu, maka jika tata rias dan busana tidak sesuai tentunya nilainya akan dikurangi,” jelasnya.

Penulis: Wahyu Hidayat

Editor: Ikhsanny Novira I.

Redaktur Pelaksana: Annisa Qonita A.

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.