Brexit di Mata Dunia
Semarang-Brexit. Bagi sebagian orang yang mengikuti berita-berita internasional, istilah ini mestinya akrab. Bagi yang masih asing, Brexit adalah singkatan dari Britain Exit yang memiliki arti keluarnya Britania Raya dari Uni Eropa. Keputusan Inggris untuk membawa keluar Britania Raya yang juga mencakup Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara sudah bergulir sejak tahun 2016 saat referendum Brexit diusulkan kala itu. Referendum tersebut berisi usulan mengenai apakah Britania Raya harus meninggalkan keanggotaannya atau tetap bergabung bersama UE. Setelah empat kali tertunda, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson akhirnya mampu membawa Britania Raya keluar dari Uni Eropa setelah diperjuangkan juga oleh PM sebelumnya Theresa May.
Penyebab terjadinya Brexit salah satunya karena UE dinilai terlalu mengontrol kehidupan sehari-hari Inggris sebagaimana UE merupakan suatu organisasi internasional yang menaungi negara-negara di Eropa atas nama keadaan perekonomian. Dampaknya, keuntungan yang didapat oleh Inggris sangat sedikit, padahal dapat kita lihat seberapa banyak pendapatan yang mereka dapatkan dari berbagai sektor ekonomi mereka, mengingat mereka juga merupakan salah satu negara ekonomi terbesar di dunia. Hal selanjutnya yang menjadi penyebab Inggris mengundurkan diri dari UE adalah adanya free movement. Apa itu free movement? Free movement adalah adanya perpindahan dari warga non-Inggris yang datang ke negara tersebut untuk melakukan berbagai kegiatan. Warga yang dimaksud adalah para imigran yang dikhawatirkan akan melakukan kegiatan-kegiatan tertentu yang dapat mengancam Inggris sebagai negara maju, dan dapat mengancam peluang warga Inggris sendiri di negaranya.
Meski begitu, pengunduran diri Inggris dari UE diramalkan akan tetap membawa dampak buruk bagi perekonomian Inggris. Namun, Inggris melalui duta besarnya di Jakarta, Owen Jetkins, seperti yang dilansir melalui cnnindonesia.com bahwa mereka tetap percaya diri dan mampu menjadi kekuatan global baru tanpa Uni Eropa. Mengingat, mereka juga memiliki ikon pariwisata dunia seperti Big Ben, atau tempat lahir bagi tokoh fiksi Harry Potter, James Bond, dan Sherlock Holmes, juga musisi-musisi besar dunia, atau bahkan liga sepakbola Premier League. Empat universitas di Inggris juga termasuk dalam 10 terbaik dunia. Ia yakin Inggris akan mampu berdikari.
Para petinggi di Inggris sudah memikirkan konsep dan konsekuensi atas keluarnya mereka dari UE. Tentu konsekuensinya tidak hanya di bidang perekonomian, tetapi juga ada di bidang sosial. Memang yang paling terlihat adalah dalam bidang perekonomian, tetapi kita tidak boleh lupa dengan para imigran yang datang dan menetap dari negara mereka masing-masing ke wilayah Inggris dan wilayah Britania Raya lainnya untuk mencari pekerjaan, pendidikan, atau kehidupan baru. Banyaknya imigran yang datang ke Inggris dan setiap tahun dapat mengalami peningkatan, menyebabkan mereka bingung apa yang harus dilakukan terkait adanya Brexit ini. Apakah harus kembali ke negara asal masing-masing? Atau mungkin berharap bahwa Inggris dapat memberikan keringanan terhadap imigran.
Salah satu hal yang harus ditekankan dalam hal ini adalah, keluarnya Britania Raya dari UE harus sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak. Mengapa? Tentu untuk menjamin adanya transisi yang mulus bagi dunia Eropa ataupun Britania Raya sendiri. Sebetulnya, kesepakatan ini juga bertujuan untuk memberikan waktu mengenai hubungan dagang yang permanen.
Mungkinkah Brexit terjadi, tetapi tanpa adanya kesepakatan? Jawabannya ialah, mungkin saja. Jika memang Brexit terlaksana tanpa adanya kesepakatan, maka dinamakan no deal Brexit. Lalu yang terjadi adalah tidak adanya jaminan hidup atas hak tinggal warga negara. Selain itu akan timbul kekacauan di Inggris atau Britania Raya secara keseluruhan, seperti kekurangan bahan makanan dan juga obat-obatan. Selain itu jika tidak ada kesepakatan antara Inggris dengan UE, maka mereka tetap akan berhubungan dagang dengan baik yang pastinya hubungan tersebut akan berada di bawah pengawasan WTO (World Trade Organization) sebagai organisasi dagang dunia. Namun, hingga saat ini, dua bulan setelah Brexit ditetapkan, masih belum terjadi resesi ekonomi di Britania Raya seperti yang diperkirakan oleh orang banyak.
Oleh: Wahyu Rahmadinda
Redaktur Pelaksana: Annisa Qonita A.
Editor: Ikhsanny Novira I.