Jurus Ubah Sampah jadi Berkah di Kala Pandemi: Waste Management dan Circular Economy
Pernahkah kamu membayangkan berapa banyak sampah yang kita produksi setiap hari? Negara kita, Indonesia, kerap digadang-gadang sebagai negara penghasil sampah terbesar di dunia setelah Cina. Terlebih, ketika melihat fakta di lapangan, tidak dapat dipungkiri bahwa pengelolaan sampah di negeri ini masih amburadul. Sayangnya, hal ini diperparah dengan masyarakat Indonesia yang masih saja tidak acuh terhadap permasalahan ini – tanpa menyadari bahwa Indonesia telah dibanjiri 62 juta ton sampah setiap tahunnya.
Salah satu sampah terbanyak yang dihasilkan masyarakat Indonesia adalah food waste atau sampah sisa makanan. Mengutip data dari Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization), menunjukkan bahwa sampah makanan yang dihasilkan Indonesia lagi-lagi mendapat gelar sebagai yang terbesar kedua di dunia setelah Arab Saudi. Sampah sisa makanan yang dihasilkan per satu orang adalah sebanyak 300 kg setiap tahunnya. Jumlah ini dapat meningkat pada waktu-waktu tertentu, misalnya saat bulan Ramadan. Dikutip dari Malay Mail, setidaknya peningkatan jumlah sampah makanan yang terjadi di negara-negara Muslim saat Ramadan mencapai 10-15 persen, beberapa bahkan ada yang menyentuh angka peningkatan hingga 30 persen.
Menariknya, kondisi di kala pandemi Covid-19 yang memaksa kita untuk membekukan segala aktivitas luar rumah, termasuk di sektor industri, sudah berkontribusi terhadap peningkatan kualitas udara. Menurut data dari Mongabay Indonesia, kualitas udara di ibu kota Jakarta telah membaik sejak 28 tahun terakhir dengan nilai PM 2.5 rata-rata 18,46 μg / m3. Pandemi Covid-19 membantu mengurangi penggunaan energi di seluruh dunia yang mana bisa memotong emisi karbon dengan perkiraan 5% dari total global di tahun 2019.
Selain kualitas udara, sampah harian di kota besar seperti Jakarta pun menurun menjadi 40 persen sejak penduduk setempat mulai bekerja dan belajar dari rumah untuk mengurangi penyebaran virus. Sayangnya, upaya pencegahan penularan Covid-19 juga dilakukan dengan menggunakan plastik sekali pakai. Contohnya seperti penggunaan kemasan sekali pakai untuk makanan yang dipesan secara online yang makin marak ketika pembatasan aktivitas di luar rumah. Cara menanggulanginya adalah dengan terus-menerus melakukan daur ulang secara masif, sehingga plastik yang sudah digunakan tidak meracuni tanah.
Mengelola Sampah yang Dihasilkan
Banyak hal sederhana yang dapat kita lakukan untuk berkontribusi dalam menjaga dan melestarikan lingkungan dari rumah. Hal-hal kecil yang dapat kita lakukan saat karantina mandiri adalah memisahkan jenis sampah yang dibagi menjadi organik, plastik, besi, baterai, kertas, dan kaca.
Memilah sampah berdasarkan jenis dan karakteristiknya akan memudahkan nantinya ketika kita hendak mendaur ulang bahkan lebih lagi jika sampah tersebut dapat dijual dan bernilai ekonomis. Perlu diperhatikan juga, sampah organik berupa dedaunan juga dapat diolah menjadi pupuk kompos. Selain itu, menggunakan teknik biopori lubang resapan juga bisa menjadi pilihan.
Memulai untuk menghindari penggunaan barang-barang berbahan plastik juga tentu akan sangat membantu. Jika masih harus menggunakan plastik, gunakanlah seminimal mungkin atau lebih baik untuk menggantinya dengan alternatif lain.
Kita juga bisa membuat dan mengolah sendiri makanan yang akan dikonsumsi dan membeli buah dan sayur hasil produksi lokal. Jangan lupa untuk mengurangi penggunaan air dan listrik. Lebih baik lagi jika kita mulai berkebun dan membuat taman kecil di rumah, selain menghilangkan rasa jenuh selama di rumah, juga dapat memperindah tempat tinggal kita.
Bijaklah mengatur kebutuhan agar sumber daya yang kita gunakan bisa dimaksimalkan dan tidak ada yang terbuang begitu saja. Langkah-langkah tersebut sangat sederhana untuk kita lakukan saat karantina mandiri di rumah sembari berkontribusi pada lingkungan.
Tahapan Penanganan Sampah
Hirarki atau tahapan dalam penanganan sampah yang mendukung stabilitas kehidupan terdiri dari enam tingkatan seperti berikut. Diawali dengan pencegahan, diikuti minimalisasi, reuse, recycling, energy recovery, dan berujung pada pembuangan akhir. Berbeda dengan tahapan penanganan sampah konvensional yang menitik beratkan pada tahap akhir pada pembuangan limbah akhir, tren di masa depan diharapkan dapat berpusat penuh pada pencegahan sebelum limbah itu sendiri tercipta. Proses ini diharapkan menjadi tren yang didukung dengan perkembangan teknologi dapat membantu penurunan biaya kedepannya. Hal ini menciptakan kurva dana yang tinggi untuk pencegahan kemudian semakin turun pada tahap-tahap berikutnya hingga tahapan tahapan terakhir membutuhkan dana yang paling kecil.
Model Ekonomi Sirkular untuk Lingkungan
Lalu, apa lagi hal yang dapat mendukung pola hidup seperti yang dibahas di atas? Salah satu sektor kehidupan yang perlu diubah untuk lebih mementingkan kondisi lingkungan adalah di sektor ekonomi.
Model ekonomi yang perlu diterapkan adalah model ekonomi sirkular yang berkelanjutan. Model ini berbeda dengan model ekonomi linear. Perbedaan mendasar diantara kedua model ekonomi tersebut adalah absennya konsep berkelanjutan pada model ekonomi linear satu arah yang bermula dari pengambilan bahan baku hingga kemudian menjadi sampah. Konsep berkelanjutan menjadi penting dalam upaya menjaga kondisi alam. Model ekonomi sirkular memiliki tahapan penggunaan kembali serta daur ulang menjadi produk lain, hal ini dilakukan untuk menekan jumlah sampah yang dihasilkan sehingga lebih ramah lingkungan.
Penerapan model ekonomi sirkular dapat dilakukan dengan bermacam cara oleh semua kalangan:
1. Mendesain suatu produk yang dapat dimanfaatkan kembali atau dapat beralih fungsi setelah pemakaian.
2. Penerapan teknologi terbarukan yang memiliki nilai ekonomis lebih dalam hal pemanfaatan kembali atau daur ulang, dan
3. Sistem pangan efektif dengan laju distribusi menyeluruh akan memperkecil volume limbah dan bentuk pemanfaatan limbah kedepannya.
Regulasi tentang lingkungan hidup yang berhubungan erat dengan penerapan ekonomi yang berkelanjutan. Sama halnya pula dengan dunia bisnis yang berhubungan erat dengan pengelolaan dana. Penerapan model ekonomi tersebut dapat terjadi di manajemen sebuah kota.
Kondisi dunia yang kini sedang dilanda pandemi dapat menjadi waktu bagi kita untuk merefleksikan diri guna menjadi individu yang lebih bertanggung jawab dalam mencegah terciptanya limbah dan sampah. Regulasi terbaru yang membatasi aktivitas manusia, telah dapat membatasi pula jumlah limbah yang dihasilkan. Dengan berkurangnya limbah di bumi saat ini, kita diharapkan dapat memanfaatkan kesempatan ini dan menjadikan hal ini sebagai pijakan awal untuk memulai kehidupan ramah lingkungan.*)
*) Ditulis berdasarkan hasil kelas virtual bersama AJT (Aku Juga Terdampak)
Oleh: Advenia, Samuel, Bella Charina, Tazkia, dan Yosep.
Editor: I. N. Ishlah