Menelisik Polemik Karimunjawa: Penahanan Daniel, Kejanggalan Persidangan, hingga Angan Harap Warga: Tetap Suarakan!
Karimunjawa merupakan wilayah kepulauan di utara Pulau Jawa yang termasuk dalam Kabupaten Jepara, Jawa Tengah dan ditetapkan sebagai Kawasan Taman Nasional sejak tahun 1999. Meskipun statusnya sebagai Kawasan Taman Nasional, Karimunjawa tidak terlepas dari berbagai isu lingkungan . Keberadaan tambak udang ilegal dan tambak budidaya udang Vaname mengancam kelestarian alam Karimunjawa. Proyek tambak udang Vaname mulai memasuki pulau Karimunjawa sejak 2016 dengan jumlah yang terus bertambah setiap tahunnya. Peningkatan kuantitas tambak udang tersebut dikhawatirkan akan merusak terumbu karang dan biota laut lainnya. Pasalnya, tambak-tambak tersebut membuang limbahnya langsung ke laut, sehingga terumbu karang, rumput laut, serta ikan-ikan mati akibat habitatnya yang tercemar. Hal ini berdampak langsung terhadap sektor pariwisata, nelayan, maupun petani yang menggantungkan hidupnya pada potensi sumber daya Karimunjawa.
Sekda Jepara, Edy Sujatmiko menyatakan bahwa Perda RTRW masih dikaji lebih lanjut. Pemkab Jepara menggunakan pendekatan humanis sebagai upaya untuk menghindari gesekan antar kelompok. Padahal sudah jelas dalam RTRW 2023-2043 dikatakan bahwa tambak udang dilarang beroperasi di Pulau Karimunjawa. Faktanya sampai saat ini belum seluruh tambak udang ilegal ditutup oleh Pemkab Jepara. Hal ini dikarenakan minimnya ketegasan dan tidak terbukanya Pemerintah Kabupaten Jepara dalam menanggapi isu lingkungan yang terjadi.
Penangkapan Daniel, Pejuang Karimunjawa: Indikasi Lemahnya Perlindungan Hukum Indonesia
Dengan pencemaran lingkungan yang terjadi, sebagian besar warga Jepara menyampaikan protesnya kepada pengusaha tambak dan pemerintah melalui aksi demonstrasi dan publikasi melalui media sosial. Daniel, aktivis lingkungan yang tergabung dalam gerakan #savekarimunjawa yang aktif mewakili masyarakat yang terdampak limbah tambak ilegal, turut menyuarakan keresahannya. Pada 12 November 2022, Daniel mengunggah gambar pencemaran yang terjadi di Pantai Cemara akibat limbah tambak pada laman Facebook pribadinya dan menambahkan komentar terkait Karimunjawa. Daniel dilaporkan atas komentar yang ia tulis karena dinilai mengandung ujaran kebencian dan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ia pun ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Juni 2023. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jepara menyatakan bahwa Daniel tidak hadir dalam pemeriksaan pertamanya. Tindakan penetapan Daniel sebagai tersangka dinilai sebagai upaya kriminalisasi karena aktivis lingkungan hidup tidak dapat dituntut secara pidana dan tidak dapat digugat secara perdata.
Pada 5 Desember 2023, Daniel ditahan oleh Polres Jepara atas dugaan pelanggaran pasal 28 ayat 2 UU ITE Tahun 2016. Terdapat berbagai kejanggalan mengenai penangkapan hingga persidangan Daniel. Penangkapan aktivis lingkungan menjadi indikasi lemahnya perlindungan hukum bagi pejuang lingkungan yang memiliki hak untuk mempertahankan lingkungan hidup yang aman dan sehat. Hal ini merupakan bentuk pembungkaman hak rakyat untuk bersuara dan mengkritik pemerintah dalam upaya mewujudkan lingkungan yang baik bagi rakyat.
Konferensi Pers #SAVEKARIMUNJAWA: Mengungkap Kejanggalan-Kejanggalan Kriminalisasi dan Kerusakan Karimunjawa
Banyaknya kejanggalan dalam penangkapan hingga persidangan Daniel mengenai kasus tambak udang ilegal di Karimunjawa melatarbelakangi adanya Konferensi Pers yang diadakan oleh WALHI Jawa Tengah pada Jumat 15 Maret 2024. Tujuannya untuk terus mengawal kasus Daniel sebagai pejuang lingkungan Karimunjawa dan kelestarian Karimunjawa itu sendiri yang dihadiri oleh Tim Penasehat Hukum Daniel dan Tim Advokasi Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI).
Iluni UI yang ditunjuk sebagai kuasa hukum Daniel menjelaskan bahwa saat ini UU ITE disalahgunakan untuk membungkam para aktivis lingkungan.
“Hari ini digunakannya kembali UU ITE sebagai cara kekuasaan untuk membatasi para penggiat lingkungan masyarakat yang sebenarnya memiliki hak atas lingkungan hidup yang disekitarnya,” jelas Iluni UI yang ditunjuk sebagai kuasa hukum Daniel dalam Konferensi Pers Walhi Jateng (15/03).
Konferensi Pers tersebut mengungkap kronologi kejanggalan yang terjadi dalam persidangan Daniel. Pertama, jadwal sidang perkara terkesan terburu-buru, sehingga pihak kuasa hukum merasa tidak bisa melakukan pembelaan yang cukup karena tidak bisa mengajukan duplik. Hal ini diungkapkan oleh Gita Paulina Purba sebagai bagian dari Tim Advokasi Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI).
“Sudah ada jadwal persidangan yang ketat yang bahkan jarang terjadi. Hal yang menjadi pertanyaan buat kami, bagaimana seseorang haknya bisa dilindungi ketika jadwal persidangan di buru-burui? Majelis hukum tidak mengubah jangka waktu kami untuk melakukan pembelaan yang cukup dan mengajukan duplik,” ungkap Gita (15/03).
Tak hanya itu, Gita juga menyebutkan ada kejanggalan yang lain, yakni ada pihak yang berteriak dalam persidangan tapi tidak pernah memperoleh peringatan dari majelis hakim. Kejanggalan lain mengarah pada nihilnya penyelidikan kasus Daniel sebelum penangkapannya. Hal yang paling mengejutkan ialah tim penyelidik tidak pernah berkonsultasi dengan kepada pihak kominfo sebagaimana pihak kominfo merupakan aturan yang harus dilewati. Fakta dalam persidangan mengungkapkan bahwa proses persidangan terhadap alat bukti elektronik tidak menggunakan kaidah yang ditetapkan, tetapi Jasa Penuntut Umum (JPU) membiarkan hal tersebut terjadi. Berita acara pun menerangkan seakan-akan yang disita adalah akun facebook milik Daniel, padahal hanya handphone. Hal ini diakui juga oleh ahli bidang forensik yang dibawa oleh JPU di depan persidangan dan dikuatkan lagi oleh ahli Kominfo, artinya tidak ada alat bukti elektronik dalam persidangan. Tidak ada satupun bukti yang menguatkan dakwaan dari JPU mengenai tuduhan terhadap Daniel
“Kami menghimbau warga indonesia untuk mengawal kasus ini, karena kita bisa saja menjadi korban atas penegak hukum yang menindaklanjuti perkara yang tidak sesuai dengan SOP-nya. Ini bukan masalah Daniel, tetapi masalah pelestarian di Karimunjawa!” tambah Gita Paulina sebelum mengakhiri pernyataannya dalam Konferensi Pers (15/03).
Semestinya Aktivis Lingkungan Tidak Dapat Dituntut Secara Pidana maupun Digugat Secara Perdata!
Beberapa postingan Daniel yang berisi kritik terhadap kondisi Karimunjawa akibat tambak ilegal, menjadi awal mula ia dilaporkan, sebab diduga terjadi pelanggaran UU ITE. Satrio mewakili Public Interest Lawyer Network (PILnet) hadir pula dalam Konferensi Pers Walhi Jateng untuk memberikan pandangannya di hadapan publik dan media. Ia menilai bahwa UU ITE hanya tersusun atas pasal karet, yang mengurangi esensi kebebasan berekspresi.
“Kasus Daniel ini merupakan kesekian kalinya UU ITE yang sudah cukup lama ingin dicabut, pasal karet, yang nggak ada fungsinya. Cuman bikin kriminalisasi bagi orang-orang yang ingin berpendapat dan berekspresi di media sosial,” pungkas Satrio (15/03).
Padahal pasal perlindungan terhadap pejuang lingkungan itu sudah sangat jelas dijamin haknya dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, yakni UUD 32 Tahun 2009 Pasal 66 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup (UU PPLH), berbunyi “setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.” Mengapa pejuang lingkungan begitu dilindungi haknya? Karena lingkungan tidak bisa membela dirinya sendiri terhadap kerusakan ataupun pencemaran yang dilakukan manusia terhadapnya.
“Lingkungan hidup nggak bisa menyuarakan dirinya, dia nggak bisa menuntut ke pengadilan, sehingga yang bisa menyuarakan dirinya terhadap yang menyakiti dirinya, merusak kelestariannya, itu ya manusia. Manusia itu penting untuk menyuarakan soal kerusakan lingkungan. Makna penting inilah yang membuat hukum lingkungan kita termasuk hukum yang paling progresif di antara negara yang punya hukum lingkungannya,” jelas Satrio.
Hal ini sejalan dengan asas Indobio Pro Natura maupun asas In Dubio Pro Reo yang merupakan asas hukum yang selalu dikutip oleh ahli hukum dan hakim ketika ada keraguan dalam mengambil keputusan kepentingan hukum. Dalam hal ini akan lebih diutamakan pihak yang mendukung kesejahteraan lingkungan hidup. Daniel merupakan salah satu pejuang Karimunjawa yang bersuara atas keresahan yang dirasakan warga setempat. Sudah sepantasnya Daniel mendapatkan kebebasan karena ia membela kepentingan lingkungan yang tak berdaya serta masyarakat di dalamnya yang terdampak.
Meski Hukum Hampir Jadi Limbah, Tetap Suarakan!
Salah satu warga Karimunjawa yang merasakan langsung dampak pencemaran limbah, Iar Hanudin menuturkan bahwa ia merasa kecewa dengan limbah yang hingga kini masih terus mencemari wilayah mereka, ditambah dengan Daniel sebagai pejuang Karimunjawa harus melewati persidangan ini.
“Tambak udang berawal dari tahun 2016 hingga hari ini. Bahkan, hari ini pun tambak-tambak yang sudah tersangka, tambaknya masih memproduksi limbah. Kita masyarakat karimun, masih merasakan limbah itu, sekarang malah ditambah dengan Daniel. Dengan proses hukum Daniel, bukan cuman laut tapi manusianya pun. Daniel adalah pejuang bagi kami yang mau menyuarakan tentang limbah tambak tentang kerusakan lingkungan,” tutur Iar saat tampil dalam Konferensi Pers Walhi Jateng (15/03).
Iar juga beberapa kali mengikuti proses peradilan Daniel. Ia mengakui tampak berbagai kejanggalan-kejanggalan seperti yang telah disebutkan Iluni UI sebelumnya. Walaupun begitu, ia berharap masyarakat terus berjuang mempertahankan Karimunjawa yang lestari.
“Beberapa hari ini pula, saya ikut proses peradilannya, saya meyakini semakin tampak keanehan-keanehan. Kita nggak boleh diamkan ini. Kita harus tetap suarakan, demi generasi mendatang. Karimunjawa diperhatikan oleh dunia melalui UNESCO, diperhatikan oleh negara dengan konsep KSPN-nya dan kawasan konservasinya, tapi hari ini kita menyaksikan yang memperjuangkan masalah lingkungan, kerusakan Karimun, malah diperlakukan dengan tidak adil secara hukum. Jadi, hukum kita pun udah hampir jadi limbah ini,” tegasnya.
Reporter: Natalia Ginting, Sabrina Aurellia Putri
Penulis: Natalia Ginting, Sabrina Aurellia Putri
Editor: Alivia Nuriyani
Pemimpin Redaksi: Natalia Ginting
Desain: Nurlita Wahyu Aziza