Di Balik Meriahnya Mozaik ODM Undip 2023: Kursi Tidak Layak Hingga Pembagian Konsumsi Tidak Merata
Sumber Gambar: Instagram ODM Undip
Kegiatan orientasi kampus menjadi hal yang dinantikan banyak mahasiswa baru setiap tahun karena keseruan dan kemeriahannya. Salah satu rangkaian orientasi kampus di Universitas Diponegoro (Undip) adalah Orientasi Diponegoro Muda (ODM) yang diadakan pada 20 Agustus 2023 dengan mengangkat tema “Bersinergi Demi Bumi Lestari”.
Salah satu hal yang menjadi ikon menarik dari ODM tahun ini adalah formasi mozaiknya yang terdiri dari 6.400 mahasiswa baru dengan 22.000 lembar kertas yang mampu menampilkan 6 visual yang berbeda. Mozaik ODM Undip 2023 berhasil memecahkan rekor dunia “The Largest Number of Participants in 2D Mosaic Formation”.
Mozaik ODM Undip 2023 mencampurkan aksen Kota Semarang, Undip, dan lingkungan yang menjadi tema utamanya. Mozaik ini dilakukan sebagai hiburan, branding, sekaligus mengajak seluruh komponen masyarakat untuk sadar akan isu lingkungan yang kian memburuk di Indonesia. Persiapan yang dilakukan untuk momen tersebut memakan waktu dua hingga tiga bulan lamanya.
“Yang perlu disiapkan itu pembuatan desain, pembelian kertas, pelipatan warna untuk tiap bagian, coding kertas, dan pengurutan kertas,” terang Tegar, salah satu panitia mozaik ODM Undip 2023 saat dihubungi OPINI melalui Line pada Jumat (22/09)
Tegar juga mengaku sempat mengalami kendala selama persiapan pelaksanaan mozaik, terlebih pada pemesanan bahan yang memakan waktu cukup lama.
“Kendalanya itu pemesanan perlengkapan yang butuh waktu lama, sama waktu yang cukup pendek dalam produksi kertas mozaik,” tutur Tegar.
Bukan hanya panitia yang merasakan kendala selama pelaksanaan mozaik dan keberlangsungan acara ODM Undip 2023, mahasiswa baru selaku peserta ODM pun merasakan hal yang sama. Selain kendala dalam pelaksanaan mozaik, peserta ODM juga mengungkapkan beberapa keluhan dan kendala teknis yang berpengaruh terhadap keberlangsungan acara.
Tidak Ada Gladi Bersih dan Videotron Sempat Eror
Terlepas dari kemeriahan mozaik tahun ini, beberapa mahasiswa baru mengungkapkan keluh kesahnya selama keberlangsungan acara. Salah satu hal yang dikeluhkan mahasiswa adalah terkait tidak adanya gladi bersih sebelum mozaik dilakukan. Hal tersebut membuat beberapa mahasiswa merasa kurang puas dengan hasilnya.
“Mozaiknya itu kalau menurut aku kurang memuaskan, soalnya itu kayak cepat banget ngelatihnya, kurang gladi bersih. Soale teman-temanku juga pada protes kok nggak dikasih tahu ternyata ini udah langsung mulai,” ujar Rizka Amalia Oktafiana, mahasiswa baru FISIP saat diwawancarai OPINI pada Selasa (19/09).
Sama halnya dengan Rizka, Christoper Jesswi Mutiara, salah satu mahasiswa baru Fakultas Hukum juga mengharapkan adanya gladi bersih terlebih dahulu sebelum video diambil melalui drone, sehingga gambar yang dihasilkan lebih bagus dan terlihat rapi. Bukan hanya masalah kerapian, mahasiswa pun merasa bingung karena tidak adanya gladi.
“Aku sih sebenarnya agak bingung, ini gladi apa gimana. Kalau saran aku ya lebih baik gladi dulu baru yang aslinya,” ujar Christopher saat dihubungi OPINI melalui telepon pada Minggu (01/10).
Di samping tidak adanya gladi, peserta juga mengeluhkan kekecewaan karena videotron yang menampilkan hasil videonya sempat mati. Akibatnya, mahasiswa baru tidak dapat melihat hasil mozaiknya dengan jelas.
“TV-nya itu juga mati-mati, pas nampilin hasil malah mati jadi kan nggak tahu,” ungkap Rizka
Kursi Kurang Layak Diduduki
Selain permasalahan gladi dan videotron yang sempat mati, masalah sarana dan prasarana juga turut disampaikan oleh peserta ODM. Rizka mengungkapkan bahwa kursi untuk peserta ODM kurang layak untuk disebut tempat duduk karena tidak kokoh.
“Terus juga kursinya mau roboh, nggak layak gitu, kayak nggak enak banget buat duduk. Kursinya kayak mau roboh, kayak udah karatan, jadi banyak yang pilih-pilih kursi dulu sebelum didudukin,” ujar Rizka.
Tidak hanya kursi, ia juga mengeluhkan kipas yang jumlahnya hanya sedikit, sehingga tidak semua mahasiswa bisa merasakan semilir anginnya.
“Terus kipasnya itu sedikit banget, jadi yang kena cuman beberapa,” kata Rizka.
Minim Tempat Berteduh hingga Kekurangan Konsumsi
Setelah mahasiswa baru yang berbaris membentuk formasi mozaik dibubarkan, banyak di antara mereka yang tidak mendapat tenda karena sudah penuh oleh mahasiswa lainnya yang tidak mengikuti mozaik. Alhasil, mereka diarahkan ke tribune, bahkan beberapa dari mereka hanya duduk lesehan menggunakan tikar.
“Habis mozaik mereka diarahin ke tribune, soale kursi udah penuh semua kan, pas itu bingung semua kan. Panitianya ngarahinnya ke tribune aja yang di atas, tapi kan pas itu baru berapa menit udah panas banget kan, akhirnya boleh cari tempat yang adem,” terang Rizka
Tak hanya tenda, konsumsi yang disediakan panitia ternyata juga tidak mencukupi. Akibatnya, banyak mahasiswa yang tidak mendapatkan konsumsi dan terpaksa membeli makanan di luar stadion.
“Di grup kelas itu dibahas ada yang nggak dapet konsumsi, padahal kan pas itu aku lihat konsumnya masih banyak. Kan nggak ada persiapan buat bekal kan kak, nah jadi ya kelaparan sih. Alhamdulillah kan itu boleh jajan kan kak, jadine mereka jajan pakai uang” ucap Rizka.
Hal serupa juga disampaikan oleh Christopher mengenai masalah kekurangan konsumsi. Ia menghimbau agar panitia menyiapkan cadangan konsumsi dalam jumlah yang yang cukup, mengingat jumlah mahasiswa baru yang hadir bisa saja melebihi jumlah yang diperkirakan.
“Konsumsi kan harusnya udah di-estimate bakal ada berapa maba yang masuk gitu loh, setidaknya ada cadangan. Kan nggak tahu maba yang datang berapa banyak,” pungkas Christopher.
Penulis: Siti Aisyah
Editor: I Gusti Ayu Nyoman Septiari
Redaktur Pelaksana: Gisella Previan Laoh