Demonstrasi Evaluasi Satu Tahun Pemerintahan Prabowo: Gelar Sidang Rakyat untuk Menampung Tuntutan
Mahasiswa menyuarakan aspirasinya di atas mobil komando (Sumber foto: Taufiqurrahman Alfarisi)

Satu tahun Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka ditutup dengan demonstrasi oleh aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Semarang Raya (SERA) pada hari Senin (20/10) lalu. Aliansi BEM tersebut, meliputi: Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Dian Nuswantoro (Udinus), Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), dan beberapa kampus lainnya. Aksi tersebut membawakan berbagai tuntutan dengan harapan dapat ditampung oleh Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi secara langsung. Dalam pelaksanaannya, berbagai orasi dan penampilan simbolik ditunjukkan di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah untuk menyampaikan poin tuntutan yang dibawakan. Demonstrasi berakhir dan massa aksi membubarkan diri pada pukul 18:00 WIB setelah pihak aliansi BEM SERA melakukan press release.
Evaluasi Demonstrasi Tanpa Kehadiran Pemerintah

Sebagai evaluasi satu tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, BEM SERA membawakan berbagai isu nasional sebagai poin tuntutan. Beberapa isu yang menjadi perhatian aksi tersebut, yakni efisiensi anggaran, keracunan program Makan Bergizi Gratis (MBG), serta reformasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Salah satu orator dalam demonstrasi tersebut, Luk Lu’un Aula menyebut isu-isu yang dibawakan merupakan bentuk keresahan dari belum terealisasinya beberapa program pemerintah.
“(Kami) hanya ingin menyampaikan aspirasi terkait keresahan-keresahan yang selama ini kita rasakan, serta program-program dari Prabowo-Gibran yang kami rasa belum terealisasi secara sepenuhnya,” jawabnya ketika diwawancarai pihak LPM OPINI pada hari Senin (20/10).
Tujuan demonstrasi ini ingin mengajak Gubernur Jawa Tengah untuk turun berdiskusi bersama massa. Akan tetapi, hingga ujung acara demonstrasi, Ahmad Luthfi tidak tampak menemui dan berdiskusi dengan para demonstran. Menurut Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Fakhrian Fawwazki, tidak turunnya pihak gubernur menjustifikasikan ketidakpercayaan dan kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah.
“Masyarakat sudah tidak percaya kepada aparat penegakan hukum, salah satunya, tadi kami sudah memberi waktu 2-3 jam untuk pemerintah, khususnya Pak Luthfi untuk turun secara langsung. Tapi, nyatanya mereka sampai saat ini tidak turun sama sekali,” paparnya ketika diwawancarai pihak LPM OPINI pada Senin (20/10).
Minimnya respons dari pihak pemerintah membuat massa terus menyuarakan keresahannya. Salah satu peserta demonstrasi, Safara Sabilla berharap pihak pemerintah seperti Gubernur Jawa Tengah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) perlu lebih mendengar aspirasi rakyatnya.
“Ini kan aksi yang memang sudah terjadi beberapa kali ya, tapi belum dapat respon dari wakil rakyatnya. Rakyat kan diwakilkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat ya, saya harap sih bapak (atau) ibu DPR itu lebih menggenjot lagi nih apa sih aspirasi rakyat,” ucapnya ketika diwawancarai pihak LPM OPINI pada Senin (20/10).
Aksi yang Berupaya Membentuk Citra Baru

Dalam pelaksanaannya, aksi berjalan secara damai tanpa terjadinya kekerasan oleh aparat kepolisian. Hal tersebut juga tertuang dalam penyampaian aspirasi yang dilakukan melalui rangkaian orasi juga pertunjukkan simbolis Sidang Rakyat. Alasan dari pemilihan bentuk demo secara damai dikarenakan upaya untuk merubah citra pergerakan mahasiswa yang selalu terkesan rusuh bagi sekelompok masyarakat.
“Saya rasa perlu ada penyesuaian serta kreativitas. Bahwasanya per hari ini, masyarakat melihat pergerakan mahasiswa hari ini terkesan rusuh, berakhir rusuh, dan tidak ada manfaat sama sekali. Maka dari itu kita buktikan kepada masyarakat bahwa aksi hari ini sampai seterusnya kita melakukan sidang rakyat,” jelas Fakhrian.
Sidang Rakyat dalam demonstrasi tersebut dijadikan sebuah wadah bagi perwakilan mahasiswa berbagai universitas untuk menyuarakan aspirasi di depan perumpamaan Dewa Keadilan. Selain Sidang Rakyat, aksi membawakan berbagai objek simbolik seperti kura-kura, batu nisan, hingga pohon pisang dengan foto potret Prabowo dan Gibran. Objek-objek tersebut ditujukan untuk menggambarkan berbagai persepsi masyarakat terhadap Pemerintahan Prabowo-Gibran, baik kemunduran demokrasi maupun lambatnya kinerja pemerintahan dalam menyelesaikan permasalahan di masyarakat.
“Saya rasa batu nisan mencerminkan bahwa demokrasi Indonesia sudah mati. Di batu nisan, bertuliskan Prabowo dan Gibran, itu mengatakan bahwa mereka sudah mati atas dasar hati nurani. Mereka tidak mempunyai akal dan pikiran untuk bertemu dengan rakyat di sini,” tambahnya.
Demonstrasi kemudian ditutup dengan penyampaian press release yang mengandung 22 tuntutan terhadap pemerintah. Tuntutan-tuntutan tersebut merupakan refleksi dari satu tahun kinerja Pemerintahan Prabowo-Gibran, yang terdiri dari realisasi 19 juta lapangan pekerjaan, transparansi program MBG, sampai penolakan keputusan dua negara bagi Palestina. Massa lalu membubarkan diri kembali ke Undip Kampus Pleburan.
Reporter: Taufiqurrahman Alfarisi
Penulis: Taufiqurrahman Alfarisi
Editor: Natalia Ginting
Pimpinan Redaksi: Kayla Fauziah