September Hitam FISIP Undip 2025: Usung Tema “Jejak Luka, Jejak Bangsa”
Mahasiswa FISIP Undip berfoto bersama setelah menyelesaikan kegiatan September Hitam (Sumber foto: Hanifah Khairunnisa)
Mahasiswa FISIP Undip berfoto bersama setelah menyelesaikan kegiatan September Hitam (Sumber foto: Hanifah Khairunnisa)

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (Undip) kembali menggelar peringatan September Hitam pada Selasa (23/09) yang bertempat di area parkiran FISIP. Tahun ini, acara tersebut diinisiasi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP Bidang Sosial Politik (Sospol) dengan mengusung tema “Jejak Luka, Jejak Bangsa” sebagai bentuk ajakan untuk tidak melupakan rentetan pelanggaran hak asasi manusia yang pernah terjadi di Indonesia. 

 

Utamakan Partisipasi Mahasiswa

Pementasan Teater Kursi dalam panggung bebas September Hitam (Sumber foto: Taufiqurrahman Alfarisi)
Pementasan Teater Kursi dalam panggung bebas September Hitam (Sumber foto: Taufiqurrahman Alfarisi)

Terkait format acara, tahun ini panitia memilih pendekatan yang berbeda dari sebelumnya. Jika pada tahun-tahun lalu forum diskusi menjadi acara utama, kali ini mereka menghadirkan panggung bebas sebagai medium ekspresi. Project Officer September Hitam tahun ini, Aura Novitri, menuturkan bahwa keputusan tersebut tidak lepas dari keterbatasan izin penyelenggaraan acara, yang membuat forum diskusi panjang sulit terlaksana. 

“Kalau diskusi kan butuh waktu panjang. Jadi kita coba maksimalkan potensi anak-anak lewat panggung bebas. Mahasiswa diberi ruang untuk mengekspresikan kepedulian mereka dengan cara masing-masing, mulai dari pembacaan puisi, musik akustik, hingga pertunjukan teater,” jelasnya. 

Format ini terbukti mampu menarik adanya partisipasi bahkan dari luar FISIP. Mahasiswa dari Fakultas Psikologi, Fakultas Ilmu Budaya, hingga kelompok Teater Emka turut serta memeriahkan acara. Panitia bahkan menyediakan hadiah berupa buku bagi penampil terbaik, dengan pilihan bacaan yang relevan dengan tema peringatan. 

“Tujuannya agar mereka benar-benar prepare, ada motivasi untuk tampil dengan serius. Jadi enggak cuma sekadar naik ke panggung, tapi juga membawa pesan yang nyambung dengan tema peringatan September Hitam itu sendiri,” tambahnya.

Ketua BEM FISIP, M. Daffa Alfirossy, memberikan pandangannya mengenai konsep yang dipilih. Menurutnya, acara ini dikemas lebih kasual namun tetap menyimpan bobot makna yang besar. Pemilihan tempat parkir sebagai lokasi acara menghadirkan suasana yang dekat dengan kehidupan mahasiswa, tetapi tetap mampu menggugah kesadaran.

“Setelah mereka masuk ke dalam lingkungan parkiran FISIP, mereka akan disuguhkan, akan dipantik dengan beberapa sarana untuk kemudian mengingat,” kata Daffa. 

Lebih lanjut, Daffa juga menekankan bahwa FISIP memiliki cara tersendiri dalam memperingati September Hitam. Jika fakultas lain terkadang memilih untuk fokus pada kasus tertentu, FISIP lebih menekankan aspek partisipasi mahasiswa. 

“Kita mengemasnya full partisipatif. Tidak ada petak-petak kasus, tapi lebih bagaimana kita mengkontekstualisasikan dengan kehidupan mahasiswa hari ini,” ungkapnya.

 

Jadi Ruang Berkelanjutan dalam Mengenang Sejarah

Lapak buku yang disediakan oleh Ta.xaracum (Sumber foto: Muhammad Fadlan)
Lapak buku yang disediakan oleh Ta.xaracum (Sumber foto: Muhammad Fadlan)

Terbilang sukses, persiapan acara ini ternyata memakan waktu cukup panjang. Aura menjelaskan bahwa sejak jauh-jauh hari panitia sudah menata rencana agar acara berjalan sesuai dengan harapan. 

“Persiapannya itu sebenarnya sudah cukup lama, ya, kita mulai dari proposal sekitar dua sampai tiga bulan sebelum acara. Untuk panitia, kita berdayakan dari BEM FISIP itu sendiri. Jadi memang tidak terlalu luas, lebih ke internal, supaya koordinasinya lebih mudah dan tanggung jawab juga lebih jelas,” ungkapnya. 

Meski begitu, jalannya acara tidak sepenuhnya tanpa hambatan. Panitia menghadapi sejumlah kendala teknis, mulai dari keterbatasan perlengkapan hingga persoalan perizinan yang cukup rumit. Bahkan distribusi selebaran sejarah yang telah dipersiapkan sempat mengalami kesulitan. Aura mengakui bahwa kondisi ini menjadi catatan penting untuk evaluasi ke depan. 

“Kita memang ada kendala teknis, tapi itu justru jadi evaluasi untuk tahun berikutnya. Yang penting acara bisa tetap berjalan dan pesan bisa tersampaikan,” jelasnya.

Terakhir, Daffa berpesan bahwa peringatan September Hitam harus dipandang sebagai tradisi yang penting untuk dijaga. Ia menegaskan bahwa acara ini bukan hanya seremoni tahunan, melainkan ruang untuk menjaga persoalan bersama mahasiswa agar tidak melupakan sejarah bangsa. 

“Harapannya partisipasi semakin luas, bukan hanya FISIP tapi juga fakultas lain. Karena isu ini bukan milik satu fakultas saja, tapi milik kita semua sebagai mahasiswa dan sebagai bangsa.” tutupnya.

 

Reporter: Taufiqurrahman Alfarisi

Penulis: Ogya Hasna

Editor: Kayla Fauziah 

Pimpinan Redaksi: Kayla Fauziah

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.