Aksi Perdana di Era Prabowo, Para Tokoh Aksi Kamisan Semarang Cemaskan Nasib Demokrasi dan HAM
Pada Kamis (24/10), Aksi Kamisan Semarang dilaksanakan di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah. Aksi tersebut menjadi aksi perdana di masa pemerintahan baru, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Para tokoh Aksi Kamisan Semarang bersama dengan anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH), anggota Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), kawan pers, hingga mahasiswa turut menghadiri aksi tersebut. Topik utama yang diangkat dalam aksi tersebut adalah kontroversi salah satu Menteri Kabinet Merah Putih yang menyebut Tragedi 1998 bukan merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
Kekhawatiran akan Kemungkinan Pelanggaran HAM di Masa Depan
Satu hari setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden baru beserta jajaran kabinetnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Indonesia (Kemenko H2IP), Yusril Ihza Mahendra, mengatakan bahwa tidak pernah terjadi pelanggaran HAM berat selama beberapa dekade terakhir. Hal ini tentu menyebabkan kegaduhan kala tragedi kelam yang menjadi sejarah hitam Indonesia dianggap bukan pelanggaran HAM berat oleh seorang menteri yang menangani permasalahan HAM.
Menanggapi kontroversi ini, tokoh Aksi Kamisan Semarang, Fathul Munif mengungkapkan kemarahan atas pernyataan Yusril.
“Yusril menghindari fakta yang ditetapkan oleh Komnas HAM mengenai pengakuan negara atas Tragedi Mei 1998 adalah tragedi pelanggaran HAM berat. Ini membuat kami sangat keberatan dan membuat kami juga marah,” tegasnya kala diwawancarai pada Kamis (24/10).
Latar belakang Prabowo yang masih belum lepas dari dosa Tragedi 1998 menimbulkan kekhawatiran mengenai kemungkinan adanya kasus pelanggaran HAM di masa depan. Munif juga menyebutkan terpilihnya Gibran sebagai Wakil Presiden setelah melewati perubahan konstitusi sepihak yang dinilai ditunggangi kekuasaan turut menambah kegusaran.
“Jelas ini untuk pelanggaran-pelanggaran HAM berat atau pelanggaran HAM ke depan, kami sangat khawatir bahwa atas itu. Melihat apa? Melihat track record yang jelas, bahwa ini fakta. Bahwa Prabowo adalah terduga pelanggaran berat yang sampai sekarang belum pernah diadili. Kemudian pun dengan Gibran dan kroni-kroninya, alih kekuasaan hari ini, begitu selalu menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan,” jelas Munif.
Indikasi Pelemahan Demokrasi
Kekhawatiran lain muncul kala Prabowo dalam pidato pelantikannya menegaskan semua pihak untuk tidak terpecah belah karena berbeda pandangan, supaya demokrasi di Indonesia dapat tercapai. Mengenai pidato ini, Munif beranggapan Prabowo tidak mempunyai konsep demokrasi.
“Prabowo sejak awal sudah menyatakan diri bahwa dia tidak mengenal dan tidak menginginkan sistem oposisi di negara kita. Artinya Prabowo memang sedang tidak mempunyai konsep soal demokrasi dalam tata kelola negara,” terangnya.
Munif melihat tidak adanya sistem oposisi di dalam pemerintahan sebagai ancaman bagi demokrasi.
“Sangat jelas bahwa dia tidak ingin ada oposisi, dia tidak ingin ada pihak-pihak yang berisik, tidak ingin ada kritik dan lain sebagainya. Jelas ini mengancam demokrasi,” tegasnya.
Mengingat bahwa Prabowo memiliki kaitan erat dengan dunia militer, Munif berpikiran mengenai kemungkinan sistem otoriter akan diterapkan di masa pemerintahan Prabowo.
“Memang kami sangat khawatir dengan gejala-gejala otoriter kembali muncul,” akunya.
Aksi Kamisan akan Tetap Ada dan Terus Berlipat Ganda
Munculnya berbagai kekhawatiran tersebut tidak membuat para tokoh Aksi Kamisan lupa bahwa perjuangan tetaplah perjuangan. Sejumlah tokoh Aksi Kamisan Semarang mendeklarasikan kegigihan mereka untuk tetap menyerukan tuntutan mereka. Munif menegaskan perlunya kekuatan bersama sebagai bentuk perlawanan terhadap negara yang ingkar.
“Tapi kita yakinkan untuk diri kita sendiri dan rakyat bahwa kita bangun kekuatan bersama adalah salah satu bentuk untuk membangun oposisi dan menjadi benteng terakhir dan pertahanan bersama.”
Aksi Kamisan, sebuah aksi diam untuk menuntut keadilan akan terus berlanjut hingga hari kemenangan tiba. Payung hitam akan terus berjejer menggenggam secuil asa tanpa rasa takut akan bahaya yang menghampiri.
“Nyala perang akan selalu kami bawa. Payung hitam Aksi Kamisan akan selalu menjadi mimpi buruk bagi penguasa. Aksi Kamisan, anak muda akan tetap ada dan berlipat ganda. Sekalipun kalian menenteng senjata, sekalipun kalian mengancam menembak kami, kami tidak takut!” pungkas salah seorang peserta Aksi Kamisan Semarang.
Reporter: Aulia Retno, Natalia Ginting
Penulis: Aulia Retno, Natalia Ginting
Editor: Cheryl Lizka
Pemimpin Redaksi: Natalia Ginting