Peran dan Beban Besar Perempuan kala Pandemi

Sejumlah penelitian mengungkap bahwa perempuan termasuk kelompok paling rentan terdampak covid-19. The Conversation menganalisis, keterbatasan akses fasilitas kesehatan dan bias gender kepemilikan kendaraan, menjadikan perempuan miskin lebih dirugikan secara sosial ekonomi.  Meski demikian, perempuan juga dipercaya menjadi agen perubahan lewat keterlibatannya dalam strategi menangani pandemi. 

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, dalam Forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) 2020 menekankan peran penting perempuan dalam pemulihan ekonomi nasional. 

“Di Indonesia, 99% bisnisnya adalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).  Lebih dari 50% dimiliki atau dikelola oleh perempuan. Survei dampak covid-19 mengungkap bahwa bisnis berbasis online berhasil meningkatkan penjualan. Perempuan pelaku usaha perlu memanfaatkan ini untuk memulihkan dan mempertahankan mata pencaharian,” ungkapnya dilansir dari laman resmi Kementerian PPPA, Rabu (28/10).

Survei itu selaras dengan temuan Kopernik, sebuah organisasi nirlaba yang bereksperimen mengatasi kemiskinan di masyarakat.  Per September 2020, Kopernik mencatat bahwa dengan intervensi metode penjualan online, UMKM di Cirebon mampu meningkatkan keuntungan empat kali lipat. 

“Dalam tujuh minggu pertama, keuntungan penjualan online mencapai 74% dari keuntungan total penjualan offline sepanjang periode yang sama,” dikutip dari nawala Observasi Gender, Mampu.  

Selain sektor ekonomi, perempuan juga didorong aktif membangun ketahanan keluarga terutama di masa pandemi. Juru bicara Kementerian PPPA, Ratna Susianawati menilai, perempuan  berandil besar pada pencegahan covid-19 di klaster keluarga.   

“Perempuan sebagai manajer keluarga, sangat berperan sebagai benteng pertahanan untuk memutus rantai penularan covid-19. Bersama Kementerian Kesehatan dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, disusun keputusan bersama protokol kesehatan keluarga pada masa pandemi,” ujarnya dalam pernyataan rilis virtual.

Penerbitan  protokol kesehatan keluarga  merupakan  kampanye pemerintah untuk memberdayakan perempuan menjaga keluarga sebagai salah satu garda terdepan pengendalian covid-19. Survei Badan Pusat Stastisik (BPS) pada September 2020   menunjukkan perempuan lebih unggul dibanding lelaki dalam menerapkan protokol kesehatan. Hal tersebut juga didukung tingkat persepsi efektivitas protokol kesehatan lebih tinggi oleh perempuan di semua kategori. 

Secara konsisten perempuan juga dinyatakan lebih disiplin protokol kesehatan melalui hasil survei BPS Kota Solo. “Perempuan lebih dekat dengan keluarga. Dia menjaga kesehatan keluarga,”  kata Kepala Seksi Statistik Sosial BPS Kota Solo, Bambang Nugraha, dikutip dari Solopos, Rabu (28/10).

Peran sentral perempuan juga berlaku pada pendampingan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Survei pelaksanaan PJJ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terhadap orang tua di 34 provinsi  memperlihatkan dominasi keterlibatan ibu dengan mencatatkan  66,7% dari 41.082  responden. 

Dilansir dari The Conversation, penyebab ketimpangan peran ayah dalam pendampingan belajar adalah ketiadaan kebijakan cuti bagi pekerja lelaki sehingga memperkecil kesempatan ayah  terlibat pengasuhan. Ini berdampak pada terpeliharanya stigma urusan pendidikan anak menjadi tanggung jawab ibu saja.  

Di balik dukungan besar perempuan dalam berbagai sektor, pakar menekankan perlunya kehadiran perspektif gender.  Fenomena di atas harus dipandang sebagai pengalaman baru bagi perempuan yang memerlukan pembentukan program responsif gender untuk menghindarkan beban ganda berlebihan. Peneliti Bidang Politik dan Gender Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menerangkan pada umumnya perempuan diharapkan berkontribusi pada ketahanan keluarga selama masa pandemi. 

“Perempuan pada umumnya dipersepsikan mampu menjalankan tiga peran; pekerja yang menyelesaikan pekerjaan kantor di rumah, menjadi guru mendampingi anak mengerjakan tugas sekolah, dan memastikan suplai kebutuhan pangan keluarga tercukupi,” tulis Kurniawati Hastuti Dewi di laman resmi LIPI. 

Kusniawati menyorot bahwa pelimpahan beban tersebut sarat akan diskriminasi gender yang bisa menambah beban psikologis dan fisik perempuan. Ia mendorong terciptanya kesadaran gender dalam semua unsur yang terlibat. 

“Penanganan pandemi covid-19 harus diimbangi dengan narasi, praktik, dan komitmen responsif gender semua unsur (pemerintah, swasta, akademisi, masyarakat, dan media) untuk melindungi hak dan kebutuhan perempuan serta laki-laki secara adil manusiawi,” tutup Kusniawati. 

Oleh: Dian Rahma Fika Alnina 

Editor: I. N. Ishlah

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.