Rekomendasi Tim Ad Hoc Tidak Memuaskan, Aliansi Barisan Kesetaraan Lakukan Aksi Kedua

Tak puas dengan rekomendasi tim Ad Hoc yang di bentuk oleh Senat Fakultas Ilmu Budaya, Aliansi Barisan Kesetaraan  bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang melakukan aksi solideritas kedua pada rabu (22/5) di bundaran Universitas Diponegoro. Dalam aksi ini, Aliansi Barisan Kesetaraan menyampaikan empat tuntutan yang pada intinya adalah menuntut Undip untuk memecat dosen pelaku pelecehan seksual dan bertanggung jawab atas pemulihan korban pelecehan seksual.

Sebelumnya, pada aksi pertama yang dilaksanakan hari kamis (4/4) lalu, Aliansi Barisan Kesetaraan telah menuntut Undip untuk memasukan unsur mahasiswa dan pihak luar yang dipercaya mahasiswa kedalam tim Ad Hoc. Dengan harapan tim Ad Hoc bisa lebih independen dan transparan dalam menyelesaikan kasus pelecehan seksual yang sedang terjadi. Namun tuntutan tersebut tidak diakomodir oleh pihak kampus.

Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan tim Ad Hoc, Kodir (nama samaran), seorang dosen Fakultas Ilmu Budaya dinyatakan melanggar Kode Etik Dosen Universitas Diponegoro. Bersamaan dengan itu pula tim Ad Hoc juga mengeluarkan rekomendasi yang ditujukan kepada universitas agar memberikan sanksi kepada Kodir berupa pembatasan hubungan dosen dan mahasiswa dalam lingkup tri darma perguruan tinggi dan meminta universitas memeriksa kejiwaan Kodir kepada psikiater.

Cornel Gea, salah satu unsur dari LBH Semarang yang juga merupakan alumni Undip mengaku tidak puas dengan hasil kerja tim Ad Hoc. Menurutnya, sudah bisa ditebak dengan mudah bahwa hasil rekomendasi dari tim Ad Hoc tidak memberikan keadilan kepada korban. “Rekomendasi tim Ad Hoc ini adalah putusan cacat yang lahir dari tim investigasi yang cacat sejak lahir, jadi tidak heran jika putusanya begitu,” tegas Cornel.

Selain melakukan aksi, Cornel juga menceritakan bahwa dirinya telah membuat petisi di Change.org. Saat ini jumlah tanda tangan yang sudah terkumpul sekitar 95.000 dari target 100.000 tanda tangan. Jika aksi ini tidak digubris, maka menghantarkan 100.000 tanda tangan secara langsung ke rektorat adalah langkah yang akan diambil untuk menekan universitas agar menciptakan ruang belajar yang aman bagi mahasiswa.

Mahesa, salah seorang anggota SMB (Suara Mahasiswa Budaya) yang turut hadir dalam aksi tersebut juga memberikan tanggapannya mengenai rekomendasi yang dikeluarkan tim Ad Hoc. “Yang menjadi kecacatan dalam tim ad hoc itu adalah proses keberlangsungan investigasinya itu tidak melibatkan pihak-pihak yang independen, tapi juga terlebih lagi adalah tidak memberikan korban hak untuk mendapatkan pendampingan,” jelas Mahesa. Terakhir, Mahesa mengatakan dari SMB akan mengagendakan Konsolidasi Akbar untuk merespon rekomendasi tim Ad Hoc kepada universitas.

Oleh : Amelia Friska Cahyani

Editor : Gita Nindya Elsitra

Redaktur Pelaksana : Dian Rahma Fika A.

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.