Duduk Bareng Rektor 2025: Evaluasi Satu Tahun Kepemimpinan Rektor Melalui Ruang Aspirasi Mahasiswa
Rektor Universitas Diponegoro periode 2024-2029, Suharnomo tengah menjawab pertanyaan dari mahasiswa. (Sumber foto: Najwa Rahma)
Rektor Universitas Diponegoro periode 2024-2029, Suharnomo tengah menjawab pertanyaan dari mahasiswa. (Sumber foto: Najwa Rahma)

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Diponegoro (Undip) kembali menggelar Duduk Bareng Rektor (DBR) di Lantai 1 Gedung Senat Akademik dan Majelis Wali Amanat (SA-MWA) pada Rabu (25/06). Dengan tajuk Evaluasi Satu Tahun Keberjalanan Rektor, DBR menghadirkan Rektor Universitas Diponegoro, Suharnomo beserta jajarannya dalam diskusi terbuka mengenai aspirasi mahasiswa selama satu tahun kepemimpinannya.

Acara DBR dimulai pada pukul 09.30 WIB dengan penampilan tari oleh Komunitas Gambang Semarang Fakultas Ilmu Budaya (FIB). Setelahnya, Ketua BEM Undip, Aufa Atha Ariq Aoraqi menyebutkan 12 poin yang menjadi sorotan para mahasiswa, mulai dari isu akademik dan tenaga pendidik, sarana prasarana, hingga Kuliah Kerja Nyata (KKN) dalam sambutannya. Berikutnya, Ketua Senat Mahasiswa (SM) Undip, Zahra Aurellia Wibowo dalam sambutannya berharap DBR dapat menjembatani aspirasi mahasiswa. Suharnomo juga turut memberikan sambutan terkait pencapaian Undip selama satu tahun ke belakang. Usai serangkaian sambutan, DBR beralih menyajikan penampilan oleh Teater Emper Kampus (EMKA) sebelum menuju inti acara, yakni diskusi terbuka bersama jajaran pimpinan universitas. Acara lalu ditutup dengan penandatanganan policy brief yang turut memuat pakta integritas oleh Suharnomo dan perwakilan tiap fakultas.

 

Meninjau Polemik Akademik dan Tenaga Pendidik

Potret salah satu mahasiswa yang tengah mengajukan pertanyaan pada sesi diskusi terbuka. (Sumber foto: Najwa Rahma)
Potret salah satu mahasiswa yang tengah mengajukan pertanyaan pada sesi diskusi terbuka. (Sumber foto: Najwa Rahma)

Isu pertama yang dibahas adalah terkait akademik dan tenaga pendidik yang disampaikan oleh salah satu mahasiswa Fakultas Teknik (FT), Yusron. Ia mengutarakan keinginannya agar rincian tiap komponen nilai ditampilkan di Single Sign-On (SSO) Undip, kebutuhan akan diadakannya program semester pendek, serta imbalan untuk asisten laboratorium yang dinilai belum layak.

“Harapan kami adanya rincian nilai di SSO sebagai bentuk transparansi. Kemudian semester pendek yang memiliki demand tinggi, bagaimana regulasi yang mengatur (hal) tersebut? Terakhir terkait honorarium asisten laboratorium atau praktik yang tidak sesuai jam kerja,” ujar Yusron.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Heru Susanto menerima usulan rincian nilai dan kesanggupan menerapkan semester pendek dengan pertimbangan seperti pengulangan dan mata kuliah yang memiliki syarat minimal 9 kali pertemuan.

“Tidak masalah jika ingin rincian nilai, nanti kita tindaklanjuti. Untuk semester pendek dapat dilakukan, (namun) pelaksanaannya butuh pertimbangan tergantung program studi (prodi),” terang Heru.

Adapun soal honorarium, Dekan FT, Jamari menyatakan bahwa imbalan telah diberikan, namun tidak memungkiri perlunya standarisasi terkait peran asisten dan jumlah honor yang diterima.

“Yang mengikuti proyek dosen (sudah) diberikan honorarium. Nanti akan didiskusikan lagi ke prodi yang sekiranya memang belum layak,” papar Jamari.

Aspirasi kedua datang dari mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK), Syarifah, mengenai minimnya jumlah tenaga pendidik di Prodi Pendidikan Profesi Dokter yang berdampak pada proses pembelajaran.

“Jumlah Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) tidak sebanding dengan mahasiswa yang membutuhkan izin untuk praktikum, (juga) ketiadaan dosen pendamping ketika DPJP tidak dapat hadir,” tutur Syarifah.

Atas keluhan ini, Dekan FK, Yan Wisnu Prajoko menegaskan komitmennya untuk menyelaraskan rasio dosen dengan mahasiswa serta tindak lanjut terhadap dosen yang tidak menaati aturan.

“Rasio dosen 1 banding 5 untuk profesi, komitmen kami untuk melengkapi dosen. Untuk dosen yang terlambat dan meng-cancel kelas sudah kami berikan sanksi. Kami memberikan fasilitas dan membuka pengaduan,” ungkap Yan.

Menutup sesi topik pertama, Ketua BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Daffa Alfirrosy mempertanyakan regulasi International Undergraduate Program (IUP). Ia mempertanyakan perihal kesenjangan fasilitas, kurikulum yang belum memadai, serta kompetensi tenaga pendidik di kelas IUP. 

“Muncul beberapa aduan terkait timpangnya fasilitas. Seharusnya pembelajaran di IUP tidak hanya terjemahan dari bahasa Indonesia. Kami (juga) merekomendasikan adanya pelatihan kepada dosen pengampu kelas IUP,” terang Daffa.

Menjawab keresahan Daffa, Dekan FISIP, Teguh Yuwono menekankan akan adanya perbaikan ruang kelas serta kerja sama dengan native speaker.

“Di semester ini IUP akan bekerja sama dengan native speaker tentang English learning. Fasilitas ruang kelas (juga) akan kami perbaiki semester ini,” ucap Teguh.

Lebih lanjut, Suharnomo mengatakan bahwa penyelarasan program antarfakultas serta peningkatan kemampuan dosen pengampu IUP sedang berada dalam proses.

“Komitmen universitas akan menstandarkan, terlebih untuk IUP. (Saya) sudah bertemu dengan rekan di Taiwan untuk mengejar workshop tenaga pendidik IUP,” jelas Suharnomo.

 

Menyoal Isu Sarana, Prasarana, dan Pembangunan di Undip

Pembahasan kemudian bergeser ke topik kedua, yakni sarana, prasarana, dan pembangunan di kawasan kampus Undip. Salah satu mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB), Gibran menyampaikan kendala yang dialami ketika hendak melangsungkan kegiatan di Gedung Prof. Soedarto.

“Peminjaman Gedung (Prof.) Soedarto tidak dapat digunakan (untuk) kegiatan yang menggunakan sponsor, jika memang pakai sponsor akan dikenakan biaya 10 juta,” ungkap Gibran. 

Hal ini ditanggapi langsung oleh Suharnomo yang menerangkan penggunaan Gedung Prof. Soedarto terbatas akibat ketentuan pajak yang cukup mengikat.

“Pinjam gedung free untuk seluruh mahasiswa. Kecuali ada sponsor, akan ada pajak, ada pemeriksaan lagi,” jelasnya.

Selanjutnya, mahasiswa FIB, Ardhi menyayangkan perbedaan fasilitas bagi difabel yang berada di gedung utama dan gedung perkuliahan. 

“Akses untuk penyandang disabilitas hanya sebagai simbolik di dekanat dan gedung yang sering didatangi orang. Namun, untuk gedung perkuliahan sangat minim akses untuk difabel. Apakah pendidikan tinggi hanya diperuntukkan untuk teman-teman nondifabel?” tutur Ardhi.

Merespons keresahan tersebut, pihak kampus mengaku telah berusaha menjadikan kampus sebagai lingkungan ramah difabel. Akan tetapi, Heru menyebut kurangnya respons mahasiswa dalam proses pendataan menghambat identifikasi kebutuhan fasilitas.

“Untuk formulir disabilitas ada sedikit kendala yaitu yang mengisi sedikit,” ucapnya.

Aspirasi berikutnya mengangkat kualitas laboratorium yang kurang memadai untuk pembelajaran, sebagaimana disampaikan oleh mahasiswa Fakultas Sains dan Matematika (FSM), Devina.

“Alat dan instrumen belum optimal. Kondisi laboratorium pun tidak dapat menunjang untuk praktikum sehari-hari. Laboratorium komputer masih banyak kendala, aplikasi (praktikum) yang digunakan berbayar sehingga mahasiswa terkendala melakukan praktikum,” ujar Devina.

Heru menjawab kekhawatiran ini dengan memastikan pihak kampus telah menyediakan fasilitas aplikasi dasar untuk kompetensi mahasiswa, serta akan dilakukan peninjauan lebih lanjut terkait instrumen laboratorium.

“Kebutuhan laboratorium dan penggunaannya yang diutamakan adalah untuk akademik internal, yang sifatnya opsional (berbayar) maka tidak harus. (Untuk) mikroskop, laboratorium, dan lainnya perlu ada inspeksi langsung,” terangnya.

Masalah serupa juga dirasakan oleh mahasiswa Fakultas Peternakan dan Pertanian (FPP), Jesica yang mengeluhkan kegiatan praktikum berlangsung melebihi jadwal akibat minimnya fasilitas laboratorium.

“Laboratorium di FPP belum berjalan secara maksimal, masih banyak praktikum yang dilakukan sampai tengah malam sehingga dibutuhkan pembangunan laboratorium terpadu,” papar Jesica.

Menanggapi hal ini, Dekan FPP, Sugiharto menerangkan bahwa rencana pembangunan laboratorium terpadu terbentur oleh faktor pendanaan, namun akan tetap diupayakan penambahan ruang laboratorium.

“Untuk laboratorium akan bertambah dua, dan itu masih proses. Untuk laboratorium terpadu masih belum terlaksana karena ada kendala di dana dan mungkin bisa menunggu 5-6 tahun lagi,” jelas Sugiharto.

Sesi diskusi topik sarana dan prasarana ditutup oleh pernyataan salah satu mahasiswa FT, Dani terkait waktu tunggu Bus Kampus Undip serta aplikasi Sistem Informasi Akademik, Penelitian, dan Pengabdian (SIAP) yang tidak kompatibel untuk perangkat tertentu.

“Dipyo (Bus Kampus Undip) yang belum bisa melayani mahasiswa dalam jam sibuk (sehingga) menunggu 15 menit. (Lalu) aplikasi SIAP di iOS belum bisa digunakan,” ucap Dani.

Sebagai jalan keluar, Suharnomo menyebutkan akan tersedia motor listrik di lingkungan kampus serta jam keberangkatan bus yang lebih akurat.

“Bulan depan ada tambahan 200 motor listrik dan tersebar di seluruh fakultas, jika tidak ada kendala bisa ditambahkan. Hal tersebut (juga) men-support green electric. Nanti ke depannya akan ada jadwal presisi untuk schedule bus Dipyo,” paparnya.

Adapun mengenai aplikasi SIAP, Jamari mengatakan tindakan pembaruan akan dilaksanakan pada akhir tahun ini.

“Aplikasi SIAP kita sudah rencanakan 2026 siap (untuk) mobile. Akan kita develop di akhir 2025 untuk bisa digunakan di 2026,” imbuhnya.

 

Permasalahan Lainnya yang Juga Perlu Diperhatikan

Penandatanganan pakta integritas oleh perwakilan masing-masing fakultas dan Senat Mahasiswa Universitas Diponegoro. (Sumber foto: Najwa Rahma)
Penandatanganan pakta integritas oleh perwakilan masing-masing fakultas dan Senat Mahasiswa Universitas Diponegoro. (Sumber foto: Najwa Rahma)

Permasalahan akademik dan sarana-prasarana bukan hanya menjadi topik perbincangan dalam DBR. Permasalahan lain seperti beasiswa, Kampus Program Studi di Luar Kampus Utama (PSDKU), dan Kuliah, Kerja, Nyata (KKN) Tematik juga diaspirasikan untuk memeroleh jawaban dari pihak kampus. Mahasiswa Fakultas Hukum (FH), Devi misalnya, mengharapkan pihak Undip dapat membantu mahasiswa yang terancam tidak melanjutkan studi akibat dana beasiswa Bank Indonesia (BI), Generasi Baru Indonesia (GenBI), tidak turun.

“Diharapkan ada atensi dari Undip, karena ada sebanyak 136 teman GenBI terancam tidak dapat melanjutkan perkuliahan di semester depan karena dana tidak turun,” sebutnya.

Heru kemudian memberikan opsi solusi bagi 136 mahasiswa GenBi dengan penyesuaian Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan program magang untuk membiayai kebutuhan sehari-hari.

“Untuk 136 (mahasiswa) ini, ditangguhkan dulu pembayarannya, nah solusinya tentu kita akan menyesuaikan UKT, itu bisa pembebasan atau pengurangan. Untuk biaya hidup, kita akan coba fasilitasi dengan beberapa mahasiswa magang di Undip yang membutuhkan tenaga mahasiswa,” jawab Heru.

Tidak hanya beasiswa, PSDKU Jepara, Batang, dan Rembang juga menjadi sorotan dalam DBR 2025. Mahasiswa FPP PSDKU Batang, Rais menyebut adanya program pencetakan karakter mahasiswa persiapan magang ke luar negeri terlalu militeristik, sehingga menyebabkan banyak mahasiswa sakit setelah pelaksanaan kegiatan. 

“Ada program untuk mencetak karakter mahasiswa yang cukup memberatkan karena dilaksanakan malam hari dan di cuaca hujan. Harapannya teknis pelaksanaan lebih direncanakan dengan matang agar dapat mencegah korban dari pelatihan,” jelasnya.

Mengenai permasalahan tersebut, Rektor menyebut pelatihan tersebut ditujukan untuk melatih fisik mahasiswa yang mengikuti kegiatan magang. Pelatihan ditujukan agar mahasiswa yang mengikuti program magang dapat siap baik secara otak maupun fisik.

“Untuk (PSDKU) Jepara dan Batang, akan dijadikan sebagai pionir untuk kerja di luar negeri. Tidak hanya pintar, namun dari fisik juga harus prima. Panggilan sarjana sudah banyak, jadi harus siap secara fisik,” balas Suharnomo.

Mahasiswa PSDKU lain juga berpendapat mengenai sarana prasarana yang masih belum mampu memenuhi kebutuhan mahasiswa. Salah satu mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Jepara, memaparkan kondisi kampus yang kurang memeroleh akses pemenuhan kebutuhan mahasiswa, seperti perpustakaan dan pelayanan kesehatan.

“Di Kampus Jepara tidak tersedia perpustakaan. Selain itu, Kampus Jepara juga tidak memiliki fasilitas pelayanan kesehatan seperti di Kampus Tembalang,” paparnya.

Ketiadaan perpustakaan disebut sebagai bentuk transisi kampus mengarah ke buku digital (ebook) yang dapat diakses melalui SSO. Rasionalisasi tersebut dijelaskan Dekan FPIK, Agus Trianto, guna memudahkan mahasiswa mengakses bahan bacaan, meski tidak ada ruang perpustakaan.

“Saat ini perpustakaan fokus pada digital, jadi semua buku kami harapkan dalam bentuk ebook yang bisa diakses pada SSO. Kita arahkan dengan digital, mempertimbangkan, dapat digunakan oleh mahasiswa tidak hanya di perpustakaan,” balas Agus.

Berkaca pada hal yang sama, Ketua SM FISIP, Abhi menerangkan kurang optimalnya perpustakaan, fasilitas ruang kelas yang tidak memadai, dan sedikitnya dosen tetap di PSDKU Rembang menjadi beberapa masalah yang ada dalam kampus tersebut.

“Kampus PSDKU tidak memiliki fasilitas ruang kelas yang memadai, kurang optimalnya perpustakaan yang ada di PSDKU, dan dibutuhkan dosen tetap, tidak hanya dosen yang wara-wiri ke Kampus Tembalang,” terang Abhi.

Mengenai dosen yang tidak menetap, telah direncanakan penempatan beberapa dosen beserta Kepala Prodi (Kaprodi) Administrasi Publik (AP) Rembang untuk menetap di Kampus Rembang yang sudah dikirimkan sejak semester genap 2025 dimulai.

“Soal dosen tetap, per hari ini kita sudah mengirim ke sana dosen tetap dengan Kaprodi berjumlah 36 yang tinggal di sana (Kampus Rembang), sudah kita kirimkan semester ini,” tanggap Teguh.

Skema baru KKN yang seluruhnya diubah menjadi tematik juga disuarakan dalam DBR tahun ini. Salah satu anggota SM Undip, Dafa menyebut beberapa aspek KKN Tematik perlu dievaluasi. Permasalahan seperti bentrok jadwal dengan kegiatan perkuliahan, tim yang memiliki kelebihan anggota, dosen pembimbing yang kurang partisipatif, dan jumlah penarikan dana kegiatan yang memberatkan mahasiswa menjadi poin yang perlu diperbaiki untuk pelaksanaan KKN Tematik ke depannya. 

“Permasalahan terkait sistem KKN Tematik yang dilakukan saat ini, plotting-an mahasiswa ada 90 mahasiswa yang tidak terdaftar. Poin kedua soal informasi KKN yang belum terlalu luas. Kemudian jadwal yang sering bertabrakan dengan KBM (kegiatan belajar mengajar). Kemudian penarikan dana dengan jumlah yang memberatkan mahasiswa dengan kegiatan yang tidak terlalu jelas. Poin ketiga, jumlah mahasiswa dalam satu tim yang terlalu berlebihan. Terakhir, Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) yang sering kali kurang berpartisipasi di lapangan,” urainya.

Rektor memaparkan berbagai masalah terkait KKN akan menjadi bahan evaluasi bagi pihak rektorat dan diupayakan untuk mampu diselesaikan.

“Untuk KKN, Wakil Rektor I akan mengevaluasi masalah tersebut dan mengeksekusi langsung (penyelesaian dari permasalahan KKN Tematik),” ringkasnya. 

 

Duduk Bareng Seluruh Elemen Kampus

Penyerahan policy brief kepada Rektor Undip oleh Ketua BEM dan Ketua SM Undip (Sumber foto: Najwa Rahma)
Penyerahan policy brief kepada Rektor Undip oleh Ketua BEM dan Ketua SM Undip (Sumber foto: Najwa Rahma)

Penyelenggaraan DBR memang memberikan ruang untuk penyampaian aspirasi mahasiswa kepada jajaran pimpinan universitas. Akan tetapi, beberapa kendala masih terdapat dalam pelaksanaan maupun sebelum dilaksanakannya acara. Penundaan jadwal, keterbatasan waktu, dan jawaban rektorat yang kurang konkret menjadi perhatian dalam keberlangsungan DBR 2025. Kepala Bidang Harmonisasi Kampus (Harkam) BEM Undip 2025, Hanif Darian, menyebut 12 poin yang sebelumnya sudah dipersiapkan pembahasannya, perlu dipangkas karena keterbatasan waktu dari pihak rektorat.

“Untuk semuanya (poin aspirasi) terjangkau nggak, tadi ‘kan ada beberapa hal yang mungkin luput untuk dibahas karena keterbatasan waktu, dan juga dari Pak Rektor sendiri. Tadi awalnya, sebenarnya skema kita ingin clear-in satu per satu permasalahan itu, namun di akhir kita leburkan jadi satu untuk diskusinya,” terangnya ketika diwawancarai LPM OPINI pada Rabu (25/06).

Tidak hanya keterbatasan waktu, pemunduran waktu pelaksanaan yang berulang-ulang membuat DBR berakhir digelar ketika minggu efektif perkuliahan semester genap telah selesai. Meskipun begitu, kegiatan ini dapat melebihi target peserta dengan 400 lebih partisipan yang mengikuti rangkaian acara.

“Untuk masalah tanggal jadi ya udah kita coba paksa untuk hari ini. Namun, Alhamdulillah, tadi hari ini justru rame dan (jumlah partisipan) melebihi dari DBR tahun sebelumnya. Kita hari ini tembus hingga 400 lebih partisipan,” tambahnya.

Mengenai keterbatasan waktu yang diterangkan oleh Hanif, diharapkan untuk DBR ke depannya dapat mengutarakan aspirasi dengan efisien agar isu-isu dapat tertampung dalam waktu yang singkat.

“Menjadi evaluasi bagi kami juga, dan mungkin untuk ke depannya, bisa efisiensi waktu dan juga penekanan untuk nanti isu-isu yang dibawakan juga dapat lebih efisien penyampaiannya,” tutup Hanif.

Selain evaluasi, harapan diberikan oleh Rektor Suharnomo agar DBR ini dapat menjadi sebuah forum terjalinnya komunikasi antara berbagai pihak kampus.

“Kita tidak ingin ada miscommunication. Komunikasi ini (diharapkan) bisa sangat lancar, dari atas ke bawah, bawah ke atas, semua bisa happy, bisa menyuarakan aspirasinya, dan juga kita bisa membuat tindakan yang terbaik dari apa yang kita suarakan,” tegasnya. 

 

Penulis: Najwa Rahma, Taufiqurrahman Alfarisi

Reporter: Najwa Rahma

Editor: Aulia Retno

Pemimpin Redaksi: Kayla Fauziah

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.