Jogja Jelang Senja, Perihal Renjana yang Tersekat Agama
“Beragama itu tidak seperti mengenakan sepatu, Mas. Mas kenakan sepasang untuk sekian waktu. Bila sudah usang atau memiliki sepasang yang baru, Mas tinggalkan yang lama.”
Judul buku: Jogja Jelang Senja
Penulis: Desi Puspitasari
Penerbit: PT Grasindo
Tahun terbit: 2016
Jumlah halaman: 196 halaman
Berlatarkan pada masa Orde Baru, novel ini mengisahkan Aris dan Kinasih berbeda dengan kebanyakan novel romantis lainnya. Aris merupakan seorang jurnalis miskin yang condong kepada gerakan masyarakat. Sembari menjadi jurnalis, ia sekaligus menjadi informan pergerakan. Bahkan tak jarang ia memberitakan rezim Orde Baru dengan cukup kritis sampai beberapa kali dijebloskan ke penjara karenanya. Sedangkan Kinasih ialah seorang muslimah yang bekerja sebagai pengrajin perak di salah satu toko perhiasan di Kotagede. Kinasih merupakan seorang putri dari pemuka kaum di daerah Kotagede.
Pertemuan keduanya cukup klise dan sedikit membosankan, bertabrakan di pertigaan Pasar Kotagede yang kemudian mau tidak mau membuat Aris harus bertanggung jawab untuk mengantar jemput Kinasih karena sepeda jengki Kinasih yang rusak parah dan keuangannya yang sedang seret. Dari keharusan Aris untuk mengantar-jemput Kinasih inilah, keduanya semakin akrab dan akhirnya menjalin hubungan bersama.
Namun bukanlah suatu kisah yang menggugah minat bila tidak ada badai yang menerjang. Hubungan Kinasih dan Aris terombang-ambing dengan kehadiran seorang wanita metropolitan yang cantik dan pintar bernama Jeanette. Terlebih, dia merupakan anak dari seorang jendral yang memiliki pangkat dalam kursi pemerintahan. Kendati begitu, Jeanette tetaplah wanita yang gemar mengkritisi pemerintah, bahkan dihadapan sang ayah pun ia tidak ciut nyali untuk mengkritik secara pedas kekejama rezim yang telah berjalan berpuluh-puluh tahun itu. Jeanette menyukai Aris, sang jurnalis yang miskin dan condong pada pergerakan. Karena posisinya yang merupakan putri dari seorang jendral, Jeanette memiliki akses pada informasi-informasi yang dibutuhkan oleh Aris dan kawan-kawannya. Bahkan, Jeanette dapat mengeluarkan Aris dari balik teralis besi dengan posisi dan kekayaan yang dimilikinya. Oleh karena itulah, Aris mendekati Jeanette dan berdalih pada Kinasih bahwa ia perlu meliput peristiwa-peristiwa di Jakarta.
Seperti kutipan yang ada dalam halaman pertama yang ada di awal artikel ini, badai hubungan Kinasih dan Aris tidak berhenti pada kedatangan orang ketiga. Hubungan ini benar-benar bagai kapal yang menabrak karang di tengah badai yang menyerang ketika Kinasih diminta oleh Bapak dan Mamaknya untuk memperkenalkan Aris. Begitu mengetahui bahwa Aris merupakan penganut Katolik, Bapak dan Mamak Kinasih langsung menentang hubungan keduanya. Bahkan Mamak mengancam tidak akan menganggap Kinasih sebagai anaknya lagi bila menikahi pria yang tidak seiman.
Latar yang tidak biasa
Memang, kisah cinta beda agama merupakan topik dan ide cerita yang sudah cukup umum untuk novel-novel Indonesia. Namun, penulis mengangkat tema ini dengan latar yang unik dan jarang diangkat oleh novelis-novelis Indonesia. Latar yang digunakan dalam menceritakan kisah Kinasih dan Aris ini cukuplah menggugah minat. Kisah mereka terjadi pada kisaran tahun 1995 hingga 1996, di mana pergerakan-pergerakan mahasiswa mulai memanas. Meskipun begitu, untuk orang yang awam dengan sejarah yang terjadi pada masa itu, tidak perlu khawatir. Penulis menjelaskan dengan cukup runtut, singkat, padat makna, dan bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca yang awam. Mulai dari kasus Marsinah hingga Wartawan Udin. Dari kerusuhan di kantor DPP PDIP di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat hingga pergerakan mahasiswa di Gejayan. Penjelasan-penjelasan dan kritikan terhadap rezim Orde Baru yang ikut tertera dalam novel Jogja Jelang Senja ini membuatnya tidak hanya berdimensi konflik cinta segitiga saja.
Keunikan novel ini terletak pada latarnya yang jarang diangkat oleh novelis-novelis Indonesia. Meskipun novel ini merupakan novel romansa, namun penjelasan mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi saat itu tidak ketinggalan. Penjelasan yang mudah dipahami dan jelas terhadap peristiwa-peristiwa penting yang dilupakan dan tidak diturunkan ke generasi selanjutnya ini membuat pembaca akan dengan senang hati melanjutkan untuk membuka dan membaca halaman demi halaman kisah dalam novel Jogja Jelang Senja. Dengan itu, penulis seperti hendak mengajak pembaca untuk ikut kilas balik pada peristiwa-peristiwa yang tidak tercatat dalam buku pelajaran sejarah semasa sekolah.
Penulis juga menyajikan sudut pandang para tokoh dengan apik dan rapi. Aris, Kinasih, dan bahkan Jeanette memiliki bagiannya masing-masing dan dibagikan dengan cukup proporsional. Sehingga pembagian yang proporsional ini membuat tidak ada tokoh yang diceritakan terlalu banyak ataupun terlalu sedikit. Setiap tokoh diceritakan dengan pas dan cukup jelas kisahnya.
Meskipun begitu, tata bahasa dan penulisan sang penulis dirasa kurang luwes dan mulus dalam menceritakan kisah-kisah yang ada di dalam novel ini. Masih terdapat transmisi dari bagian satu dengan bagian lain yang terlalu anjlok dan tidak mulus. Selain itu, kurang konsisten dalam menuliskan bagian kilas balik, apakah menggunakan cetak miring atau tidak. Sebab terdapat beberapa bagian kilas balik yang tidak menggunakan cetak miring dan ada pula yang menggunakan cetak miring. Alur yang digunakan pun maju mundur, membuat pembaca sedikit bingung dalam memahami alur dan latar cerita karena banyak bagian yang tidak menyertakan tahun ataupun tanggal. Kendati demikian, pembaca akan mudah untuk beradaptasi karena bahasa yang digunakan cukup deskriptif sehingga memudahkan pembaca untuk menerka latar adegannya.
Saya rasa untuk penggemar historical fiction, novel ini kurang memuaskan karena inkonsistensinya dan substansi historisnya yang kurang kental. Namun, bagi penggemar novel romansa, saya benar-benar merekomendasikannya. Kisah romansa antara Kinasih-Aris-Jeanette mungkin terkesan mainstream dan biasa saja. Namun dengan latar yang unik ini, kisah mereka bertiga menjadi benar-benar mendebarkan dan seru. Novel ini bisa jadi menjadi novel romansa favorit kamu!
Penulis: Alvina Amallia Putri Damayanti
Editor: Langgeng Irma
Pemimpin Redaksi: Langgeng Irma