Krisis Rupiah: Hilirisasi Industri sebagai Kunci Pemulihan Ekonomi dari Ancaman Rupiah yang Melemah
sumber foto: Portonews
Ekonomi Indonesia Saat Ini
Kondisi ekonomi Indonesia saat ini dapat dianggap sebagai ancaman bagi masa depan negara apabila tidak segera mencari solusinya. Pelemahan nilai tukar rupiah (kurs) menjadi salah satu permasalahan yang sedang dihadapi negara kita saat ini. Laporan terkini mengenai nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat menembus Rp16.320 (per 1 Juli 2024) menandakan pencapaian angka yang cukup besar.
Nilai tukar, sebagaimana didefinisikan oleh OCBC.id, adalah perbandingan biaya atau nilai mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam mata uang negara lain. Dalam penukaran uang asing, kurs sangat berperan penting sebagai alat yang menerjemahkan berbagai harga dengan mata uang asing.
Dikutip melalui Unair News, melemahnya nilai kurs rupiah saat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor utama yang menyebabkan kurs rupiah melemah terhadap dolar AS adalah penguatan indeks dolar Amerika yang mencapai level tertinggi sejak November 2023. Penguatan indeks dolar ini dipicu dari tingginya suku bunga acuan The Fed yang disebabkan tingginya tingkat inflasi di Amerika Serikat. Pada periode Maret 2024, tingkat inflasi tahunan di Amerika Serikat mencapai 3,5%. Dengan tingginya tingkat inflasi di Amerika Serikat, pasar memprediksi The Fed belum akan menurunkan suku bunga dolar dan masih akan tetap mempertahankannya di rentan 5,25-5,5%, setidaknya hingga bulan September 2024.
Faktor selanjutnya yaitu persoalan konflik antara Israel dan Iran. Serangan ini dapat berpengaruh serius pada aspek ekonomi termasuk nilai tukar rupiah. Hal ini disebabkan karena Iran merupakan penghasil minyak, produksi dan distribusi terganggu membuat harga minyak melonjak. Investor asing di Indonesia juga dapat kabur karena meningkatnya risiko geopolitik yang memanas.
Faktor terakhir dapat dilihat dari sisi domestik, beberapa bulan ke belakang ini kebutuhan dolar yang cukup tinggi, misalnya pembayaran utang luar negeri dan pembayaran dividen. Apabila kita bandingkan beberapa waktu lalu, dolar pernah menguat 1,5% dalam satu bulannya, tetapi rupiah justru dapat terjun bebas sampai 2% dalam satu hari. Adapun fenomena kekeringan El Nino yang menyertai krisis mata uang. Jadi, anjloknya kurs rupiah ini tidak hanya disebabkan oleh faktor kekuatan dolar, tetapi juga ada faktor dari sisi domestik yang tetap harus diwaspadai.
Untuk saat ini kondisi makroekonomi Indonesia masih terbilang cukup baik, tetapi hal tersebut hanya menyelamatkan ekonomi Indonesia untuk waktu jangka yang pendek saja. Sedangkan untuk waktu jangka panjang kita perlu mengulik lebih lanjut permasalahan ini dan harus memprediksi bagaimana caranya agar nilai tukar rupiah bisa menguat kembali.
Kurs Rupiah Terus Melemah, Siapakah yang Paling Terdampak?
Melemahnya nilai tukar rupiah saat ini juga berdampak pada kehidupan masyarakat. Inflasi besar-besaran di Indonesia, menurunnya kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia, dan kenaikan harga produk impor merupakan dampak yang mungkin timbul dari terus terdepresiasinya nilai tukar rupiah.
Bangkit Aditya Wiryawan, S.Sos., M.A., Ph.D., Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Undip, atau yang kerap disapa Mas Bangkit mengutarakan bahwa sebenarnya pelemahan kurs rupiah ini lebih berdampak pada masyarakat ekonomi menengah, karena kelompok ini sering mengonsumsi produk impor di saat harga produk impor di Indonesia sedang melonjak.
“Sebetulnya, pelemahan kurs rupiah ini, yang menyebabkan harga barang-barang impor menjadi mahal, lebih berdampak pada kelompok ekonomi menengah, yaitu mereka yang banyak mengkonsumsi barang-barang dari luar negeri. Namun umumnya kelompok ini memiliki ‘tabungan’ yang cukup untuk tidak menyebabkan mereka jatuh miskin dalam waktu singkat,” jelasnya saat dihubungi LPM OPINI melalui via pesan WhatsApp, pada (25/05).
Sedangkan bagi masyarakat menengah ke bawah, laju inflasi sebagai dampak pelemahan kurs rupiah ini lebih sensitif memengaruhi pendapatan mereka dibandingkan dengan depresiasi nilai rupiah sendiri, sejauh kondisi makro lainnya masih stabil. Namun, anjloknya nilai rupiah dapat merembet pada meningkatnya laju inflasi untuk barang-barang impor tertentu, seperti minyak, beras, daging, gula, dan garam. Hal ini juga berdampak pada perekonomian mereka, sebab barang-barang tersebut merupakan barang-barang pokok yang dikonsumsi setiap hari untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Hilirisasi Industri Kuat, Kurs Rupiah Menguat
Kondisi makroekonomi Indonesia sejauh ini masih terbilang cukup baik. Hal ini yang menyebabkan kita tidak terseret ke dalam krisis ekonomi seperti pada tahun 1997-1998 silam. Belanja pemerintah untuk menstabilkan pasar dilakukan secara terukur, seperti operasi pasar serta distribusi dana bantuan sosial, belum lagi cadangan devisa kita yang masih ‘kuat’ untuk menghalau terjadinya krisis setidaknya dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang, kita belum bisa memprediksi dampak pelemahan rupiah ini terhadap kekuatan ekonomi Indonesia. Maka dari itu, upaya melakukan hilirisasi industri diperlukan agar dapat menjaga kekuatan perekonomian kita dan mencegah permasalahan tersebut.
Melansir Republika.id, hilirisasi industri merupakan proses pengelolaan komoditas dari bidang industri tertentu dengan tujuan optimalisasi produk yang bernilai jual lebih tinggi, baik itu produksi pangan maupun non pangan. Dengan pengetahuan tersebut, kita dapat memahami bahwa hilirisasi berpotensi meningkatkan nilai tambah produk serta kemanfaatannya bagi konsumen. Dengan begitu, perekonomian Indonesia secara perlahan dapat kembali menguat jika dilakukan hilirisasi industri ini.
“Untuk menghindari masalah ini, maka upaya revitalisasi sektor industri, atau yang dikenal dengan istilah hilirisasi industri, perlu diperkuat. Investasi asing serta pertumbuhan sektor jasa dan industri kreatif juga tentunya diharapkan semakin produktif dan go international, yang akan membawa devisa masuk dan memperkuat rupiah kita,” tutur Mas Bangkit.
Tolak Ukur Kualitas Hidup Masyarakat Indonesia
Berbicara mengenai UMP (Upah Minimum Provinsi) dan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) di Indonesia, penetapan UMP dan UMK dilakukan oleh dewan pengupahan dan didasarkan pada kajian kebutuhan hidup layak (KHL) yang dilakukan setiap tahun. Mengingat beragamnya faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan, termasuk volume perdagangan, tingkat pendidikan, dan jumlah investasi asing langsung, maka dampak penetapan UMP/UMK terhadap tingkat kemiskinan bisa bersifat tidak langsung.
Idealnya, kenaikan UMP/UMK berkorelasi negatif dengan pertumbuhan kemiskinan, dalam artian naiknya upah menyebabkan berkurangnya kemiskinan. Namun, dengan adanya faktor-faktor lain tersebut, kebijakan kenaikan upah justru bisa meningkatkan kemiskinan apabila misalnya terjadi crowding out investasi (keadaan ketika pengeluaran investasi dari sektor swasta menurun karena adanya peningkatan pinjaman pemerintah) akibat meningkatnya biaya produksi oleh pemerintah dan laju inflasi yang kian menguat.
“Oleh karena itu, untuk menghindarkan dampak yang tidak diinginkan maka penetapan upah minimum harus didasarkan pada kajian fundamental ekonomi yang kuat,” ujar Mas Bangkit.
Selanjutnya, Mas Bangkit menambahkan bahwa seharusnya besarnya upah minimum ini dapat merefleksikan kualitas hidup masyarakat karena penetapan upah minimum dilakukan berdasarkan kajian hidup layak (KHL). Misalnya, UMP di Jakarta secara rata-rata lebih tinggi dari provinsi lain di Indonesia. Hal ini menggambarkan kualitas hidup masyarakat Jakarta secara umum lebih baik atau lebih tinggi jika kita bandingkan dengan provinsi lain seperti Jawa Barat.
Pesan untuk Masyarakat dan Pemerintah
Mas Bangkit menggarisbawahi pentingnya peningkatan pasokan tenaga kerja terampil melalui pendidikan vokasi dan peningkatan kualitas pendidikan untuk angkatan kerja produktif. Baik masyarakat maupun pemerintah harus memprioritaskan upaya-upaya ini untuk mengurangi dampak negatif ekonomi dari permasalahan ini.
“Saran saya sangat-sangat normatif. Yang pertama, bagi masyarakat fokus pada peningkatan kualitas pendidikan, hal ini penting untuk meningkatkan skill agar mereka dapat menjadi tenaga kerja yang produktif. Kedua, pemerintah perlu mempercepat penambahan supply tenaga terampil melalui pendidikan vokasi, karena untuk tenaga terampil ini dibutuhkan dalam rangka hilirisasi industri,” pungkasnya.
Meskipun UMP dan UMK di Indonesia tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap perekonomian atau kualitas hidup, akan tetapi keduanya dapat dipengaruhi secara negatif oleh hal-hal seperti inflasi yang disebabkan oleh menurunnya nilai rupiah. Permasalahan-permasalahan ini pada akhirnya akan berdampak lebih besar terhadap bangsa jika tidak diatasi sekarang.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya dari pemerintah dan masyarakat untuk menghadapi tantangan perekonomian saat ini, seperti memperbaiki kualitas pendidikan masyarakat, mempercepat supply tenaga kerja dari pendidikan vokasi, memperkuat hilirisasi industri, serta menyadarkan masyarakat kita, khususnya masyarakat di daerah yang masih tertinggal, akan pentingnya pendidikan sebagai bentuk investasi jangka panjang.
Pendidikan publik yang solid dapat membantu masyarakat menjadi pekerja yang terampil dan efektif. Ketika masyarakat sudah terampil dan produktif, maka penghasilan masyarakat pun diprediksi akan meningkat, sehingga UMP dan UMK di Indonesia tidak berbeda jauh dengan upah minimum yang ditetapkan.
Penulis: Alysa Maryani Lubis
Pimpinan Redaksi: Natalia Ginting
Editor: Cheryl Lizka