Kualitas Udara Kota Jakarta Jauh dari Kata Sempurna, Lantas Salah Siapa?

KOMPAS.com – Berbicara tentang Kota Jakarta tampaknya tidak akan jauh dari topik kualitas udara. Memiliki populasi sebanyak 10,56 juta warga, belakangan ini Jakarta terus disorot perihal isu lingkungan yang melibatkan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, serta beberapa pejabat lainnya.

Pada Kamis (16/9) lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat resmi meluncurkan gugatan kepada Presiden Joko Widodo dan Anies Baswedan menyoal perbuatan melawan hukum penanganan polusi udara.

Tak hanya nama Jokowi dan Anies, masalah ini turut menyeret beberapa pejabat lainnya, yakni Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Kesehatan. Kemudian menyusul pula Gubernur Banten dan Gubernur Jawa Barat yang masih berstatus turut tergugat.

Proses gugatan yang memakan waktu sekira dua tahun ini cukup menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi, para pejabat dinilai lalai dalam membuat kebijakan sehingga kualitas udara dipertaruhkan. Namun, di sisi lain, sebagian besar masyarakat menilai bahwa hal ini bukanlah kesalahan pejabat semata, melainkan juga kesalahan para oknum yang abai pada lingkungan, termasuk para warga.

Potret Kualitas Udara di Jakarta

Perkembangan Kota Jakarta terbilang cukup pesat dalam aspek industrialisasi dan urbanisasi. Hal ini terlihat dari eksistensi pembangkit listrik tenaga uap, moda transportasi, dan fasilitas manufaktur yang turut menjadi penyumbang nomor satu pada pencemaran udara.

Mengutip salah satu penelitian dari Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), pencemaran udara yang ada di Kota Jakarta dinilai tiga kali lipat lebih buruk dibanding konsentrasi udara yang disarankan oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO). Ini merupakan hal yang patut dikhawatirkan mengingat isu lingkungan kerap bersinggungan dengan kesehatan manusia.

Kualitas udara Kota Jakarta dinilai “baik” selama 40 hari pada tahun 2017, kemudian terlihat menurun pada tahun berikutnya yang hanya memiliki 25 hari berkualitas “baik”. Berlanjut ke tahun 2019, kualitas udara “baik” terpantau menurun sebesar 50% dari tahun sebelumnya, hingga pada tahun 2020 sama sekali tidak memiliki kualitas “baik” barang sehari pun.

Pejabat Digugat Melanggar Hukum Penanganan Polusi Udara, Aktivis Lingkungan Buka Suara

Melanie Subowo selaku aktivis lingkungan mengatakan bahwa ia sangat mengapresiasi pengadilan negeri yang telah menggugat pemerintah terkait isu lingkungan. Ia berharap para tergugat tidak akan melakukan banding demi kelancaran proses putusan.

“Itu (kualitas udara) merupakan hak asasi kita semua, ya. Jadi, ini adalah tugas kita bersama-sama. Kita berharap (pihak tergugat) tidak mengajukan banding. Kemudian, kita berharap bahwa putusan apa pun ada untuk dilakukan, bukan untuk dibacakan,” ucap Melanie ketika diwawancarai oleh TV One pada Jumat (17/9).

Menurutnya, meskipun pihak pemerintah tergugat dalam masalah ini, bukan berarti masyarakat tidak memiliki kewajiban dalam memperbaiki mutu lingkungan.

“Ayolah, kita jangan ngomong siapa yang salah dan siapa yang benar. Menjaga kualitas lingkungan adalah PR kita bersama. Saya akan melakukan sosialisasi terkait apa aja sih yang bisa kita lakukan untuk menjaga kualitas udara dimulai dari hal yang ada di sekitar kita,” tambahnya.

Melanie berharap masalah ini tidak hanya berfokus pada aspek advokasi dan hukum semata. Ia mengingatkan agar masyarakat juga harus memiliki andil dalam memperbaiki kualitas udara di Jakarta.

Memperbaiki Kualitas Udara Merupakan Tugas Kita Bersama

Melanie mengingatkan bahwa masing-masing pihak memiliki tugas yang harus diselesaikan. Dari pihak yang mengadvokasi, mereka akan memonitor kasus ini berjalan sesuai dengan putusan.

“Kalau dari mereka yang berwenang mengubah regulasi, buatlah regulasi yang sesuai, lalu berikan data ke Kementerian Kesehatan terkait berapa banyak penyakit yang bisa ditimbulkan akibat kualitas udara yang buruk,” ucap Melanie.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pihak masyarakat juga dapat memonitor perkembangan kualitas udara melalui aplikasi pemantau kualitas udara, salah satunya adalah Airvisual.

“Dari level paling sederhana, kita sebagai warga bisa memonitor perkembangan kualitas udara lewat aplikasi. PR (pekerjaan rumah) kita memastikan bahwa kita tidak menambah buruknya polusi udara. Itu saja,” pungkasnya.

Penulis: Almira Khairunnisa

Editor: Annisa Qonita Andini

Redaktur Pelaksana: Luthfi Maulana

Pemimpin Redaksi: Langgeng Irma

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.