Mahasiswa Kelas Menengah di Tengah Krisis: Bayar UKT Tak Kuat, Bantuan Sulit Didapat
LPM OPINI – Pandemi Covid-19 menyebabkan perekonomian sebagian besar masyarakat mengalami keterpurukan. Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, memperkirakan 17,8% perusahan melakukan PHK selama pandemi, pendapatan masyarakat turun hingga lebih dari 50%, dan 500 ribu UMKM gulung tikar. Dampak persoalan ekonomi kini semakin meluas, salah satu di antaranya tampak pada sektor pendidikan.
Biaya pendidikan di perguruan tinggi tentu tidak sedikit. Kampus memang menawarkan solusi seperti Bidikmisi dan bantuan lain dari pemerintah bagi mahasiswa ekonomi kelas bawah. Akan tetapi, bagaimana dengan mahasiswa ekonomi kelas menengah? Yang kerap tidak masuk dalam kriteria bantuan yang ditawarkan, tetapi merasakan beratnya membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Salah seorang mahasiswa Ilmu Pemerintahan angkatan 2020, Nita Talia, mengungkapkan sulitnya membayar UKT di tengah kondisi serba tidak pasti seperti sekarang karena penghasilan orang tua menurun secara signifikan. Selain itu, usaha milik orang tuanya juga tidak seramai sebelum pandemi.
Menurut Nita, pemberian solusi dari kampus seperti banding atau bantuan lainnya dianggap belum efektif dan memuaskan. Padahal ia telah memberikan data yang sesuai dengan permintaan fakultas, tetapi ternyata masih belum lolos.
“Belum terlalu membantu, justru merepotkan mengingat kemarin untuk mengurus berkas-berkas pengajuan banding ke kelurahan juga mengeluarkan tenaga dan waktu. Namun, ternyata tidak lolos banding, agak kecewa,” ungkap Nita ketika dihubungi LPM OPINI pada Kamis (29/7/2021).
Sama halnya dengan Nita, Ghaniyu Khoiri Fadli, mahasiswa Ilmu Pemerintahan angkatan 2020, menyampaikan sulitnya berada pada golongan UKT ke-6. Beban UKT terasa kian berat, terlebih ketika adiknya juga masuk kuliah dan hanya ibunya yang membiayai pendidikan, sebab ayahnya telah meninggal lima tahun yang lalu.
Namun, Ghani memang tidak berekspektasi tinggi pada solusi yang ditawarkan, baik banding dari kampus maupun bantuan lainnya dari pemerintah. Karena seperti realitas yang terlihat, tidak semua bantuan tersebut bisa dirasakan bagi mahasiswa kelas menengah.
“Banding dari kampus tidak terlalu besar dampaknya, hanya penurunan golongan UKT satu – dua golongan yang masih tetap besar nominalnya. Perihal bantuan pemerintah juga tidak efektif sama sekali karena hanya memperoleh bantuan kuota, tidak mendapat bantuan pembiayaan UKT ataupun keringanan pembayaran UKT,” ujar Ghani.
Tanggapan lain muncul dari mahasiswa yang tidak ingin disebutkan namanya. Mahasiswa tersebut menyatakan bahwa susahnya membayar UKT, ditambah kondisi pandemi dan orang tuanya yang bekerja pada sektor informal.
“Penghasilan orang tua di awal 2021 sangat menurun. Jika dagangan habis uang akan langsung diputarkan lagi untuk modal jualan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebenarnya menyisihkan untuk tabungan, tetapi takut tidak cukup jika membayar UKT karena itu untuk membayar kontrakan di akhir tahun,” jelasnya.
Orang tuanya sempat menyarankan cuti, beruntungnya masih ada kesempatan untuk berkuliah ketika ia mengikuti solusi lain yang ditawarkan pihak kampus.
“Ikut banding dari awal semester sampai saat ini tidak pernah lolos. Kemudian dari BEM ada pendataan kesulitan mahasiswa bayar UKT dan bersyukur bisa lolos penangguhan UKT. Sehingga aku bisa Her-Reg dan tetap kuliah di semester ini,” ucapnya.
Harapannya, saat pembukaan banding, mahasiswa dapat diberikan sosialisasi mengenai data-data apa saja yang benar-benar diperlukan, sehingga nantinya berkas tersebut sama kuatnya untuk diajukan banding ke universitas.
“Berharap bisa mendapat keringanan berupa penurunan golongan UKT, tetapi kenyataanya tidak semua diterima lolos banding. Susah sekali untuk meminta penurunan walaupun hanya turun satu golongan saja. Semoga ke depannya masalah banding dan penangguhan bisa dimudahkan, setidaknya mengertilah keadaan sekarang,” ungkapnya.
Menurut pihak Kesma BEM FISIP, Novadila Ginastyar, pihak BEM melakukan wawancara terhadap mahasiswa yang berkasnya kurang lengkap.
“Wawancara dilaksanakan ketika berkas tidak lengkap, yang kemudian dilakukan tinjauan kembali terhadap berkas tersebut. Kebanyakan mahasiswa tidak lolos mungkin karena berkas tidak lengkap, tetapi banyak juga mahasiswa yang lolos karena berkas lengkap sesuai dengan persyaratan administrasi dan SK Rektor,” jelas Gina.
Menanggapi pelaksanaan banding yang menjadi salah satu solusi meringankan mahasiswa dalam membayar UKT, Ketua Bagian Keuangan dan Kepegawaian, Titik Eryanti, menjelaskan bahwa penetapan UKT sudah sesuai dengan prosedur yang dibuat oleh rektorat.
“Prosedur sudah dilaksanakan sesuai dengan surat edaran dari rektor, tentunya tidak semua permintaan dipenuhi. Karena harus melihat latar belakang yang bersangkutan dari data-data yang diajukan. Kita juga menggunakan bantuan rekomendasi BEM untuk merekap data tersebut, kemudian dilakukan validasi kesesuaiannya oleh pihak fakultas,” katanya.
Perihal solusi lain bagi mahasiswa yang kesulitan membayar UKT, Wakil Dekan II Ika Riswanti Putriati, menyarankan agar mahasiswa tidak selalu bergantung pada orang lain dan diharapkan lebih aktif dalam mencari jalan keluar.
“Seperti apabila ingin apply beasiswa tidak hanya satu, berusahalah untuk memantaskan diri karena jika ingin mendapatkan sesuatu maka harus bekerja keras. Selain itu harus aktif dan kreatif jadi mahasiswa, bangun relasi agar mudah dapat informasi. Jika ada banding, persiapkan dokumennya jauh hari. Apabila gagal banding, masih ada penundaan, dan peluang-peluang lainnya,” pungkasnya.
Penulis : Dhiya Alya
Editor : Annisa Qonita Andini
Redaktur Pelaksana : Luthfi Maulana
Pemimpin Redaksi : Langgeng Irma