Menengok Kondisi Nelayan di Kala Pandemi
LPM OPINI – Tanggal 6 April merupakan peringatan Hari Nelayan Nasional. Momen yang biasanya disambut dengan sukacita oleh para nelayan, kini harus dilewati dengan kondisi yang bisa dibilang tidak baik-baik saja. Tahun kedua peringatan dalam kondisi pademi, atmosfer kebahagian hari nelayan tidak dapat lagi dirasakan kemeriahannya. Padahal, perayaan Hari Nelayan Nasional biasanya diisi dengan berbagai acara dan tradisi adat yang dilakukan oleh nelayan di berbagai wilayah di Indonesia, sebagai wujud rasa syukur dan pemantik kobaran semangat kebangkitan nelayan.
Keprihatinan terhadap kondisi pandemi yang saat ini terjadi memanglah tidak dapat dihindari. Sehingga memunculkan pertanyaan, apakah kondisi pandemi ini sebenarnya memberikan dampak yang begitu besar pada produktivitas para nelayan? Atau justru kehadiran pandemi ini sama sekali tidak mengubah kegiatan melaut para nelayan?
Pada Jumat (2/4/2021) lalu, LPM OPINI berkesempatan untuk bertanya langsung kepada beberapa nelayan, tepatnya di Kelurahan Mangkang Wetan, Kecamatan Tugu, Kota Semarang. Para nelayan tidak hanya berjuang menghadapi hantaman gelombang lautan, tetapi juga harus berusaha keras melewati kondisi pandemi Covid-19.
Slamet, salah seorang nelayan yang sudah lebih dari 20 tahun berkecimpung dengan profesi ini mengatakan bahwa keadaan pandemi memberikan dampak yang cukup signifikan dari segi penjualan hasil tangkapan. Tidak stabilnya kondisi ekonomi masyarakat berpengaruh pada jumlah permintaan hasil laut, sehingga pendapatan nelayan pun ikut mengalami penurunan akibat sepinya konsumen. Namun dari segi kegiatan melaut, nelayan tidak mengalami kendala. Sebab menurutnya pandemi bukan halangan untuk berangkat mencari hasil tangkapan laut.
“Ya nek nuruti corona, keluarga mau makan apa. Wong sumber penghasilan nya dari laut, ikan kan nda bisa datang sendiri ke rumah,” kata Slamet.
Slamet menambahkan, jika dilihat dari risiko dan ancaman, menurutnya cuaca adalah musuh yang jauh lebih ditakuti oleh nelayan dibanding virus Covid-19. Di lautan, interaksi sesama manusia sangat minim, padahal interaksi manusia dan alam adalah penentu seorang nelayan dapat kembali pulang ke daratan atau tidak. Jika cuaca sudah terlihat tidak bersahabat, nelayan memilih untuk tidak melaut, daripada nyawa mereka menjadi taruhan.
Sedikit berbeda dengan keterangan yang disampaikan oleh Slamet, Nakhori yang juga seorang nelayan senior merasa penjualan dan pendapatannya sebagai nelayan tidak mengalami perubahan besar akibat adanya pandemi Covid-19. Hal tersebut dikarenakan Nakhori melakukan proses jual beli dengan bantuan tengkulak, sehingga penjualan hasil tangkapan lautnya relatif stabil dan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Namun, jika berkaitan dengan kegiatan melaut, Nakhori sependapat dengan Slamet.
Menurutnya, daripada memikirkan kendala yang disebabkan oleh pandemi, masih banyak kendala kendala lain yang lebih menghambat kegiatan melaut para nelayan. Kendala tersebut umumnya bersifat teknis, seperti kapal perahu bocor, peralatan melaut rusak, dan mesin perahu mengalami macet atau bahkan tidak dapat menyala. Selain itu, kondisi kesehatan fisik juga sangat berpengaruh terhadap keputusan nelayan ketika akan berangkat melaut. Kendala terakhir yang paling tidak diharapkan nelayan adalah cuaca buruk. Melaut di tengah cuaca buruk sangat berisiko terhadap keselamatan nelayan, terlebih hasil tangkapan tidak akan maksimal karena ikan dan biota laut lainnya akan bersembunyi dan sulit untuk ditangkap.
“Kalau nelayan takut melaut mergo pandemi, yo podo wae nelayan itu memilih untuk tidak memiliki penghasilan di hari itu, wong penghasilanya dari laut,” tutup Nakhori.
Tahun ini peringatan hari nelayan memang hanya bisa diisi dengan rasa prihatin. Terbatasnya kegiatan masyarakat dan juga kondisi ekonomi yang kurang baik, membuat para nelayan memilih untuk mengalokasikan keuangan mereka untuk keperluan lain yang lebih penting. Pandemi Covid-19 memang tidak berdampak besar pada proses melaut, tetapi tetap saja berpengaruh pada penjualan dan pendapatan para nelayan.
Penulis : Dikka Prasetyo
Editor : Annisa Qonita
Redaktur Pelaksana : Luthfi Maulana
Pemimpin Redaksi : Langgeng Irma