Potret beberapa korban September kelam (Sumber: Natalia Ginting)

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (Undip) bidang Sosial dan Politik (Sospol) mengadakan acara September Hitam di selasar parkiran FISIP pada Kamis (19/09). September Hitam merupakan serangkaian kegiatan untuk mengenal tragedi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), yakni pembunuhan para aktivis yang sedang memperjuangkan hak rakyat pada bulan September lalu. 

September Hitam yang bertajuk “Menjahit Tragedi dengan Elegi” ini, bertujuan untuk mempromosikan bidang Sospol di FISIP untuk terus mengawal pergerakan dengan aspirasi-aspirasi yang dirajut dalam sebuah karya. Acara ini diawali dengan pembukaan oleh Master Of Ceremony dilanjutkan dengan pementasan dari himpunan mahasiswa, BEM fakultas, maupun BEM universitas. Setiap mahasiswa diberikan ruang untuk menyuarakan aspirasi mereka lewat puisi maupun orasi. 

Melalui aksi ini, Habib, selaku ketua pelaksana September Hitam berharap pergerakan para pejuang akan selalu dikenang dan tidak padam.

“Penampilan September Hitam di FISIP ini kami tentukan dari tiap-tiap himpunan di FISIP Undip namun kami tidak mengharuskan tapi kami menyarankan sebagai promosi dari himpunan juga, dari bidang-bidang Sospol tiap himpunan, agar apa? Agar pergerakan di FISIP itu tidak mati dan terkesan masih hidup dan lantang terhadap penindasan yang ada di Indonesia,“ ujar Habib saat diwawancarai LPM OPINI pada Kamis (19/09).

 

Panggung Bebas: Beri Kesempatan Mahasiswa Menyuarakan Pendapat 

Selepas penampilan dari masing-masing perwakilan himpunan setiap jurusan, acara kemudian dilanjutkan dengan membuka panggung bebas bagi siapa saja yang ingin membagikan aspirasinya. Perwakilan BEM Undip mengawali panggung bebas dengan memberikan orasi singkat berkenaan dengan keadaan negara saat ini yang dianggap tidak pantas lagi menyandang nama sebagai negara Demokrasi Pancasila melihat hukumnya yang justru tumpul ke atas. Tak lupa mereka memberikan informasi terkait rangkaian acara September Hitam yang akan terus mewarnai bulan ini. 

Seusai BEM Undip menyampaikan aspirasi dan informasi, ada juga peserta lain yang menampilkan puisi dan lagu di panggung bebas. Salah satunya adalah perwakilan mahasiswa Ilmu Komunikasi, Paksi Lalang, yang membawakan puisi karangan Sapardi Djoko Damono berjudul “Aku Ingin”. Ada pula seorang mahasiswa Hubungan Internasional yang bersyair tentang dinamika politik saat ini yang tidak lagi berpihak kepada rakyat.

Potret mahasiswa Administrasi Publik berpuisi menyalurkan aspirasi
(Sumber: Natalia Ginting)

Menurut Habib, acara ini perlu diadakan sebagai cara untuk terus mengenang dan mengingat korban-korban tragedi September Hitam. Ia berharap kegiatan ini akan terus dilestarikan hingga tahun-tahun ke depan sebagai pengingat bahwasanya tragedi yang telah usai bukan berarti tidak mungkin terulang kembali.

“Karena kejadian yang telah terjadi di tahun-tahun lalu, di dekade-dekade lalu bisa saja terjadi pada saat ini, seperti pembunuhan Munir, hilangnya Marsinah, dan lain-lain. Jadi penting untuk anak muda mengingat bagaimana perjuangan, pengorbanan dari tokoh-tokoh masa lalu, tokoh-tokoh reformasi yang hilang begitu saja tanpa ada kejelasan ataupun nasibnya sampai sekarang,” ujarnya.

 

Satu Kata Untuk Mahasiswa: Lawan!

Menjelang petang, acara ditutup dengan doa bersama. Salah satu anggota BEM FISIP bidang Sospol, Valdi Merviano, memimpin sesi doa bersama seluruh peserta yang tersisa. Sebelum itu, Valdi pun tak luput menyampaikan pesan terkait makna dari September Hitam itu sendiri.

“Momentum September Hitam ini fungsinya untuk memperingati, merawat ingatan, dan menolak lupa segala tragedi-tragedi pelanggaran HAM di bulan September ke belakang, dan sebenarnya kalau mau dibahas dari tadi, teman-teman kan udah ada yang berpuisi, sudah ada yang nyanyi-nyanyi juga, maksudnya kan memang banyak sekali penampilan yang berusaha untuk mengekspresikan segala keresahan-keresahannya dengan wadahnya masing-masing,” kata Valdi dalam forum September Hitam pada Kamis (19/09). 

Potret peserta pada sesi doa bersama.
(Sumber: Natalia Ginting)

Habib sendiri menyampaikan bahwa panggung bebas hari ini merupakan puncak dari rangkaian acara September Hitam milik BEM FISIP. Pada akhirnya, panggung bebas ini dimaksudkan menjadi tempat terbuka bagi mahasiswa untuk mengenang September Hitam. 

“Jadi sebelumnya sudah ada kajian-kajian. Ini puncaknya, tidak ada diskusi, akan tetapi ada panggung bebas di mana mewadahi anak-anak FISIP yang ingin berorasi, ingin menampilkan, ataupun menyumbangkan keluh kesahnya terhadap kejadian yang ada di September di Indonesia,” jelas Habib. 

Ke depannya pula, tetap akan ada rangkaian acara September Hitam yang diorganisasikan oleh BEM Undip. Rangkaian acara ini akan berlangsung sepanjang bulan September hingga ke puncaknya pada tanggal 28 September nanti. Berkenaan dengan hal ini, Habib menyampaikan bahwa acara ini akan memuat aspirasi yang dibalut dalam penampilan dari setiap fakultas se-Undip. 

“Terkait September Hitam dari BEM Undip itu, ada yang namanya Memoir BEM Undip. Kita berdiskusi dengan teman-teman lingkar Sospol se-Undip, kita berkoordinasi (fakultas) siapa yang akan tampil dan di tanggal berapa. Nanti puncaknya itu perwakilan tiap fakultas akan tampil di festival pada tanggal 28 September,” tutupnya. 

 

Reporter: Kayla Fauziah, Natalia Ginting, Shoffatul Jannah

Penulis: Kayla Fauziah, Shoffatul Jannah

Editor: Cheryl Lizka

Pemimpin Redaksi: Natalia Ginting

Desain: Nurlita Wahyu Azizah 

 

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.