ON FLEEK X DIBUAHI “Varian Baru Covid-19 Delta Plus di India, Indonesia Harus Apa?”

Semarang, 18/8/2021- Diskusi Bareng Anak HI (Dibuahi) merupakan sebuah proker yang diusung oleh Bidang Keilmuan dan Analisis HMPS HI Undip yang dilaksanakan setiap dua bulan sekali. Pada edisi bulan ini, DIBUAHI berkolaborasi dengan On Fleek (Friday Leap’s Evening Talk) yang merupakan kegiatan diskusi publik yang diselenggarakan oleh Departemen Kastrat KM FISIP UAI.

Kolaborasi ini mengangkat tema “Varian Baru Covid-19 Delta Plus di India, Indonesia Harus Apa?” yang membahas perkembangan varian Delta Plus Covid-19 serta pengaruh dan sikap Indonesia dalam menghadapinya. Acara yang digelar pada Jumat (13/8/2021) melalui platform Zoom Meeting ini turut mengundang seorang pakar, Prof. Juhaeri Muchtar, Ph.D., Vice President and Head, Epidemiology and Benefit-Risk di Sanofi.

Diskusi ini dipandu dengan tiga poin pertanyaan yang menarik. Pertama, dengan berbagai pro dan kontra yang hadir di masyarakat akibat kebijakan PPKM, apakah hal tersebut masih terbilang efektif dalam melawan pandemi dan jika tidak, kebijakan konkret apa yang harus dilakukan? Dari hasil diskusi, para peserta berpendapat bahwa PPKM masih kurang efektif dikarenakan kurangnya transparansi data. PPKM baru bisa dikatakan efektif apabila dilakukan secara bertahap dan didukung bidang lainnya seperti pendidikan dan ekonomi.

Namun demikian, data bukanlah patokan efektif atau tidaknya satu kebijakan. Dalam hal ini, Prof. Juhaeri Muchtar, Ph.D. selaku narasumber menanggapi dengan mengatakan bahwa akurasi data penting dilakukan untuk menanggapi isu, contohnya dalam stabilitas nasional di masa pandemi oleh PPKM.

Secara garis besar, kajian terhadap aspek-aspek lain seperti ekonomi memang penting dilakukan. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat perlu adaptif, kontributif, dan kolaboratif.

Selanjutnya, diskusi membahas mengenai dampak varian Delta Plus Covid-19 ini bagi Indonesia dalam berbagai aspek dan pengaruhnya terhadap posisi Indonesia di ranah internasional. Pada sesi ini, peserta setuju bahwa sosialisasi oleh pemerintah masih belum menyeluruh dan perlu ditingkatkan lagi. Kemudian, perlu adanya peningkatan pada budaya literasi agar masyarakat tidak mudah termakan hoaks. Mahasiswa pun dapat turut berkontribusi, salah satunya dengan kampanye media sosial.

Menurut Prof. Juhaeri, dampak dari vaksinasi cukup krusial. Menanggapi hal tersebut, penting untuk memperhatikan aspek komunikasi sehingga informasi dapat tersampaikan dengan akurat, konsisten, dan tidak menimbulkan dampak negatif, termasuk dalam topik minimnya minat vaksinasi Covid-19. Mahasiswa perlu memiliki sikap yang benar-benar teliti, berkontribusi secara maksimal, dan meningkatkan komunikasi.

Pada poin terakhir dari diskusi, peserta menyampaikan pendapat mereka terkait tindakan pemerintah terhadap melonjaknya kasus Covid-19 di Indonesia dan upaya sebagai mahasiswa dalam menanggapi hal tersebut. Menurut peserta, berdasarkan VOX EU, adanya pembatasan aktivitas dinilai cukup efektif dalam mengurangi penyebaran virus. Namun, di sisi lain, pembatasan ini mengakibatkan sejumlah dampak pada perekonomian dan psiko-sosiologis.

Keberadaan pandemi Covid-19 juga menimbulkan berbagai penyesuaian pada dinamika hubungan internasional, khususnya peningkatan kerja sama dalam rangka menanggulangi krisis global yang ada. Salah satunya dilihat dari upaya bersama negara-negara G-20 dalam mendukung G20 Action Plan guna menghadapi krisis yang diakibatkan Covid-19 sebagai referensi respons kebijakan untuk memitigasi dampak wabah Covid-19. Sebab bila menilik kondisi saat ini, diplomasi Indonesia mengarah pada bidang medis, seperti diplomasi terkait vaksin, peralatan kesehatan, obat-obatan, dan perlindungan WNI yang berada di luar negeri.

Tindakan yang dilakukan pemerintah bisa dibilang sudah baik, hanya saja masih kurang efektif dalam pelaksanaannya. Benar bahwa pembatasan sangat diperlukan untuk menekan arus mobilisasi, tetapi sayangnya kebijakan tersebut tidak dibarengi dengan pendampingan bagi masyarakat kecil yang terdampak secara ekonomi, terutama bagi mereka yang tidak bisa melakukan WFH.

Melihat hal tersebut, peserta berpendapat bahwa masyarakat yang memiliki privilese untuk bekerja dan belajar dari rumah perlu menaati PPKM dengan sebaik-baiknya agar kasus Covid-19 cepat menurun sehingga pemerintah tidak perlu lagi mengeluarkan kebijakan PPKM berlevel-level yang nantinya malah akan menyulitkan masyarakat kecil. Dalam hal ini, mahasiswa juga perlu turun tangan dengan melakukan beberapa aksi seperti optimalisasi 5M, kampanye, serta bantuan secara menyeluruh dan bertahap kepada sesama masyarakat.

Mengenai diskusi pada poin terakhir, pihak narasumber beserta Bapak Prof. Dr. Ir Asep Saefuddin, M.Sc. selaku rektor Universitas Al-Azhar Indonesia, berpendapat bahwa secara garis besar kebijakan ini masih belum maksimal. Oleh karenanya, perlu untuk menghubungkan antara optimalisasi vaksinasi, peran kepatuhan masyarakat, kontribusi mahasiswa, dengan tetap memperhatikan pemerataan jangkauan yang harus dipenuhi dalam penanganan pandemi Covid-19, dan lain-lain.

Salah satu bentuk kontribusi dalam percepatan penanganan Covid-19 ialah menerapkan protokol kesehatan dan mematuhi kebijakan pemerintah. Meski masih terdapat beberapa kekurangan, seperti keterbatasan fasilitas oleh pemerintah, seyogianya tetap ditanggapi dengan bijak. Sederhananya, dengan tidak membuat konten yang provokatif sehingga masih terjaga dalam kondisi disruptif pada masa pandemi Covid-19.

Penulis: TIM HMPS HUBUNGAN INTERNASIONAL Undip
Editor: Annisa Qonita

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.