Riuh Keluh Mahasiswa FISIP Lewat Forum Sambatin Dekan: Masalah Kualitas Akademik, Fasilitas Penunjang, hingga Kritik Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (Undip) telah mengadakan kegiatan yang bertajuk “Sambatin Dekan” di auditorium Gedung A pada Kamis (06/06). Kegiatan ini diusulkan oleh Dekan FISIP yakni Dr. Drs. Teguh Yuwono dengan tujuan membawakan isu-isu hangat di lingkungan FISIP dalam balutan diskusi dan tanya jawab langsung antara dekan, dosen, dan mahasiswa.
Acara dimulai dengan sambutan dari pihak Senat Mahasiswa FISIP, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP, serta dekan yang menjadi narasumber utama dalam kegiatan ini. Perwakilan Senat Mahasiswa FISIP serta BEM FISIP sama-sama berharap agar kegiatan sambat ini dapat menjadi momen berdialektika antara pihak fakultas dan mahasiswa untuk saling bantu memperbaiki diri. Teguh juga berharap mahasiswa dapat bertanya, memberikan saran, dan melemparkan kritik secara bebas, karena ia sendiri menunggu adanya pandangan mahasiswa.
Problematika IUP, Akreditasi, Standar Dosen, serta Nasib Administrasi Publik Rembang

(Sumber: Kayla Fauziah Fajri)
Salah satu permasalahan yang diangkat dalam Sambatin Dekan adalah mengenai keluh kesah mahasiswa yang menempati kelas International Undergraduate Program (IUP) di FISIP. Ketua Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Ilmu Komunikasi 2024, Akmal, menyebutkan bahwa permasalahan pertama ada pada peringkat beberapa universitas luar negeri mitra Undip yang justru memiliki peringkat yang lebih rendah dari Undip.
“Nah, ketika partner universitas ini berada di bawah Undip (peringkatnya), teman-teman IUP ini ingin mencari universitas lain. Cuma dalam keberjalanannya, mereka merasa kurang dibersamai, kurang diberikan pendampingan oleh FISIP terkait pemilihan universitas untuk Credit Transfer System (CTS) itu,” urai Akmal.
Mengikut keterangan dari mahasiswa IUP sendiri, mereka bahkan diminta untuk membayar double apabila ingin mengambil program CTS di luar mitra Undip, yaitu harus membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Undip, dan harus membayar biaya di universitas yang dituju.
“UKT mereka saat ini ‘kan berada di kisaran 2 digit ya, nah ini mereka mempertanyakan regulasi dari FISIP, apakah ada keringanan untuk membayar UKT,” tambahnya.
Tak luput pula ia mewakilkan keluhan mahasiswa IUP atas sistem pembelajaran yang dirasa tidak ada bedanya dengan apa yang didapatkan di kelas reguler. Padahal, biaya yang mereka keluarkan jauh lebih banyak.
“Yang dibedakan hanyalah kelas, dan output pembelajaran dalam bahasa Inggris. Sisanya sama saja,” ungkap Akmal.

Menjawab isu ini, Teguh mengonfirmasi bahwasanya memang masih ada beberapa universitas mitra yang berada di bawah level Undip, dan semua itu tidak lain dikarenakan peringkat Undip yang konsisten naik. Sedangkan untuk sistem pembelajaran, Undip masih terus berproses untuk menuju taraf internasional.
Teguh menjelaskan, “Soal sistem pembelajaran, di kita yang namanya sistem pembelajarannya memakai based study case dan ada beberapa masukan mengenai IUP berstandar internasional supaya menghasilkan prestasi mahasiswa,”
Mengiyakan pernyataan Teguh, Kepala Program Studi S1 Ilmu Komunikasi FISIP, S. Rouli Manalu melanjutkan dengan menampik terkait pembayaran UKT IUP yang dikatakan harus membayar dua kali.
“Saya tidak tahu data Akmal itu dari mana, (tapi) anak IUP itu sudah dengan clear dijelaskan lewat Surat Keterangan (SK) Rektor mengenai pembayaran untuk double degree, join degree, dan CTS bahwa Pasal 2 dan Pasal 3 tertulis: mahasiswa dibebaskan dari kewajiban membayar UKT Undip sebesar 100 persen apabila biaya pendidikan dari universitas mitra lebih tinggi daripada UKT Undip,” jelas Rouli.
Ketua HMPS Hubungan Internasional 2024, Majid, menyuarakan pula sambatan terkait program studi S1 Hubungan Internasional (HI) FISIP Undip yang masih terakreditasi B, padahal program studi lainnya sudah jauh lebih dulu dianugerahi akreditasi A atau unggul.
Menjawab permasalahan tersebut, Teguh mengatakan bahwa program studi HI sedang dalam proses peningkatan akreditasi yang melibatkan kualitas dosen, pengelola, hingga mahasiswa pula.
“Yang membantu akreditasi itu ada dosen, pengelola, dan mahasiswa. Ini akreditasi lagi diproses, kita akan mencoba untuk unggul dan saya minta teman-teman mahasiswa mendukung, termasuk untuk lulus tepat waktu, kalian dan kita harus saling mem-back up,” pesan dekan FISIP.
Dari segi kualitas dosen, mahasiswa Ilmu Pemerintahan 2021, Baihaqi, mempertanyakan kejelasan standarisasi dosen di kelas IUP karena beberapa dosen kelas IUP FISIP dinilai belum layak mengajar dengan standar internasional.
“Sebenarnya, standar IUP untuk mengajar itu seperti apa? Kadang teman-teman saya menanyakan ada beberapa dosen yang mengajar di IUP yang menggunakan PPT, basic-nya bahasa Indonesia dan di-translate ke bahasa Inggris,” ungkap Baihaqi.
Tak hanya itu saja, Baihaqi juga menyampaikan adanya permasalahan yang dialami Program Studi di Luar Kampus Utama (PSDKU) FISIP, yakni Administrasi Publik Rembang yang kurang mendapat perhatian fakultas atas persoalan-persoalannya.
“Mengenai perkembangan Administrasi Publik Rembang yang masih banyak persoalan, sekiranya fakultas bisa membantu Administrasi Publik Rembang, tolong dibantu,” tambahnya.
Isu terkait ketimpangan PSDKU Rembang juga menjadi salah satu isu yang paling mencolok menurut salah seorang mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP angkatan 2023, Wiyarta Andika Pengestiti, mulai dari segi UKT hingga fasilitas-fasilitas yang ada di FISIP.
“Di sini aku lihat permasalahan yang paling mencolok itu ketimpangan dari Administrasi Publik Rembang, dari segi UKT, dan juga fasilitas yang ada dibandingkan dengan FISIP,” terang Andika saat diwawancarai oleh OPINI pada Kamis (06/06).
Soroti Cela Aspek Penunjang Perkuliahan
Selain isu akademik, mahasiswa turut menyoroti beberapa permasalahan di FISIP yang dinilai memerlukan jawaban. Hal ini disuarakan oleh mahasiswa Hubungan Internasional 2023, Alfa, pada forum Sambatin Dekan Kamis kemarin.
“Saya mewakili teman-teman yang sering menggunakan bus kampus, kami melihat di Fakultas Ekonomika dan Bisnis itu ada halte bus, sedangkan di FISIP sendiri belum ada. Baru ada bus stop-nya saja. Namun, tidak ada tempat duduk dan atapnya,” cerita Alfa.
Menanggapi ketiadaan halte, Teguh mengatakan bahwa area luar bukan lagi area milik fakultas, sehingga perlu izin dari rektor universitas untuk dapat membangun sesuatu di atasnya.
“Mengenai bus kampus karena itu di luar dari pagar FISIP, maka kewenangannya ada di level universitas. Yang bisa saya lakukan misalnya ada halte, adalah saya harus mengajukan surat ke universitas untuk dibangun halte senyaman PKM FISIP,” jawab Teguh.
Alfa juga menyayangkan ketidaksetaraan jumlah stop kontak dan galon air minum yang hanya terpusat pada gedung A saja. “Apakah bisa galon itu ditempatkan juga di Gedung B dan Gedung C? Atau kalau bisa di setiap lantainya,” tambah Alfa.
Menjawab persoalan tersebut, Teguh membocorkan bahwa rencana pembangunan fasilitas di FISIP masih jauh dari kata usai, dan beliau menjanjikan adanya renovasi area belakang fakultas, penambahan galon serta stop kontak, dan renovasi perpustakaan FISIP.
“Saya akan buat area belakang di-paving atau trotoar dan akan ditambah kursi seperti di Kota Lama. Galon air di perpus kemarin sudah full dan Gedung B dan C nanti Bu Wadek (Wakil Dekan) akan ditambahkan, colokan juga. Teman teman kita akan tunggu pembangunan gedung baru semoga kita bisa merasakan. Perpus aja nanti akan saya ubah, tidak dalam bayangan saya karena bayangan saya seperti di Cambridge dan lainnya. Saya akan buat perpus minimal senyaman PKM, saya janji gak sampai setahun nanti akan selesai,” jelas Teguh.
Proses aju banding UKT FISIP yang dikenal sulit pun tak lepas dari sasaran sambat mahasiswa. “Kenapa sih FISIP dalam banding UKT tidak ada status permanen dan kebanyakan notabenenya sementara?” Baihaqi menanyakan.
Wakil Dekan Bidang Sumberdaya FISIP, Ika Riswanti Putranti, turun tangan untuk menjawab keresahan UKT ini. Ia menerangkan bahwa pemberian status permanen tidak dapat diberikan begitu saja sebab ada syarat yang perlu dipenuhi dalam mekanisme aju banding UKT dari rektor.
“Penetapan UKT itu sudah ada SK rektor bahwa permanen ditujukan bagi yatim piatu, tetapi di luar itu kita tidak pernah tau yang namanya kondisi ekonomi orang, bisa saja (semester ini) turun, bisa jadi nanti naik lagi. Banding UKT pun itu ada algoritmanya dan ada perhitungannya dan sistem berjalan sesuai aturannya,” tanggap Ika.
Kurangnya Transparansi Kinerja FISIP Wellness Unit
Mahasiswa Ilmu Komunikasi angkatan 2022, Valdi, mempertanyakan bagaimana keberlanjutan dari FISIP Wellness Unit (FWU), unit yang dikelola FISIP untuk mencegah dan menangani permasalahan akademik, non akademik, dan atau kekerasan seksual yang dialami oleh civitas akademika. Menurut Valdi, FWU dinilai tidak memiliki sebuah transparansi dalam bekerja. Valdi juga turut mempertanyakan tentang cara kerja FWU dalam menangani kasus kekerasan seksual di FISIP.
“FWU tidak memberikan transparansi apapun mengenai jumlah mahasiswa yang terkena kekerasan seksual di lingkungan kampus. Lalu bagaimana FWU menangani kekerasan seksual?” tanya Valdi.
Teguh menanggapi pertanyaan Valdi terkait FWU dengan menjelaskan bahwa transparansi jumlah mahasiswa yang terkena kekerasan seksual di lingkungan kampus bersifat rahasia. Teguh juga menjelaskan bahwa telah dilakukan upaya tindakan preventif atau antisipatif terhadap isu kekerasan seksual.
“Terkait data pelaporan kekerasan seksual memang semua datanya sudah ada di FWU, tetapi memang sifat datanya yang rahasia sehingga tidak bisa dibuka untuk publik. Data tersebut berhubungan dengan data pidana karena korban tidak mau dipublikasikan. Bagi tahap pelaporan dari mahasiswa, semua kita layani dan kita juga masih mengupayakan tindakan preventif atau antisipatif,” jelas Teguh.
Larangan Aksi Kamisan hingga TEKA di FISIP
Aksi Kamisan di Indonesia memberikan tawaran kepada FISIP Undip untuk menjadi tuan rumah saat diselenggarakannya roadshow beberapa waktu lalu di Semarang. Aksi ini digelar sebagai bentuk solidaritas mahasiswa kepada beberapa korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
Namun, mahasiswa Ilmu Pemerintahan sekaligus Kepala Bidang Sosial Politik (Sospol) BEM FISIP angkatan 2022, Surya, menyayangkan keputusan yang diambil oleh dekan FISIP. Pasalnya, FISIP yang cukup erat kaitannya dengan Aksi Kamisan justru tidak ikut berpartisipasi dalam aksi ini.
“Pada saat itu, kita sempat audiensi dengan pak dekan. Tetapi pak dekan tidak memperbolehkan, karena itu erat kaitannya dengan politik praktis,” jelas Surya dalam acara Sambatin Dekan pada Kamis (06/06).
Peniadaan Temu Keakraban (TEKA) turut diperbincangkan dalam forum Sambatin Dekan ini. Hal ini turut disampaikan oleh mahasiswa Ilmu Pemerintahan angkatan 2021, Imam Baihaqi Syahri yang mengaku bahwa fakultas tidak memperbolehkan adanya pelaksanaan TEKA.
“Saya sebagai ketua TEKA di Ilmu Pemerintahan menyatakan keresahan saya terkait dari fakultas yang tidak memperbolehkan adanya TEKA atau Temu Keakraban. Karena TEKA ini menjadi sebuah budaya di prodi kita masing-masing. Tapi permasalahannya, waktu itu mungkin ada dinamika terkait mahasiswa baru. Singkat cerita, ada sebuah statement bahwasannya ada pencabutan terkait SE Kaderisasi Formal. Terkait informasi ini, fakultas tidak lagi memperbolehkan TEKA,” terang Baihaqi.
Menanggapi isu terkait TEKA, Teguh menjelaskan kepada mahasiswa FISIP untuk terus memikirkan apa risiko terburuknya. Teguh juga menjelaskan terkait peraturan yang telah berlaku sebelumnya.
“Saya selalu mengatakan, pikir resiko yang terburuk. Tadi yang Anda katakan bahwa Pak Harnomo secara lisan sudah menjawab, kita tunggu nanti. Suratnya ‘kan sudah diproses. Begitu pak rektor memperbolehkan, saya juga perlu ijinkan. Tetapi harus jelas, siapa yang bertanggung jawab, kegiatannya apa, kalau ada pelecehan siapa yang tanggung jawab. Bisa saja itu terjadi, karena pelecehan terjadi dimana pun ‘kan,” balas Teguh.
Dekan atau TikToker?

“Dekan atau TikToker” menjadi salah satu isu utama dalam acara Sambatin Dekan. Beberapa mahasiswa FISIP mengatakan bahwa Teguh kerap mengajak mahasiswa FISIP untuk melakukan sebuah rekaman video dan diupload di akun TikTok pribadinya.
“Mungkin saya juga menyampaikan keluhan dari teman teman saya bahwasannya saat pengukuhan Pak Dekan, lalu Pak Dekan mengajak melakukan TikTok akhirnya diupload di akun Bapak. Tetapi yang digarisbawahi caption bapak ‘pov: dipaksa tiktokan oleh mahasiswa, mana bisa menolak’ itu menjadi curhatan saja karena teman-teman merasa tidak sesuai saja,” ucap Mahid dalam acara Sambatin Dekan pada Kamis (06/06).
Menanggapi hal tersebut, Teguh menjelaskan apabila mahasiswa tidak senang saat diminta untuk membuat konten TikTok bersama, konten tersebut bisa saja dihapus. Teguh juga menjelaskan bahwa konten TikTok yang biasa diupload merupakan konten mengenai FISIP.
“Saya ingin menjadi bagian dari kampus, saya kira kalau Anda tidak suka hal tersebut mudah saja, saya hapus video TikToknya. Kalau misalnya teman-teman tidak happy, ya sudah dihapus saja, siapa pun yang main medsos itu harus tau resikonya. Kamu cek bagaimana apresiasi orang terhadap FISIP, dan yang saya tampilkan di TikTok semuanya mengenai fasilitas FISIP,” jelas Teguh.
Animo Tinggi, Bukti Kepedulian dan Urgensi yang juga Tinggi
Acara Sambatin Dekan merupakan permintaan yang turun langsung dari dekanat. Dalam pelaksanaannya, Senat FISIP dan BEM FISIP diminta oleh dekanat untuk membantu keberjalanan acara. Hal ini dijelaskan oleh ketua dari Komisi 3 Senat FISIP Undip, selaku penanggung jawab teknis acara, Kevin.
“Dari kita sendiri tuh dibagi. Senat sebagai pelaksana teknis, seperti mengurus absensi, hingga Master of Ceremony (MC). Sedangkan BEM bertanggung jawab atas pengawalan isu, seperti moderator yang merupakan Kepala Bidang Harmonisasi Kampus (Harkam),” terang Kevin saat diwawancarai oleh OPINI pada Kamis (06/06).
Acara ini melibatkan berbagai pihak, sehingga tak sedikit pula terjadi kendala, seperti miskomunikasi antara pihak fakultas dengan pihak penyelenggara. Namun, di balik itu semua, animo mahasiswa FISIP terhadap acara ini sangat tinggi. Hal ini menunjukkan tingginya kepedulian mahasiswa FISIP terhadap isu-isu yang ada di FISIP.
“Miskomunikasi di antara kita, dari bapak dan ibu pihak fakultas karena isu TikTok-an ternyata terjadinya bukan sesuai apa yang dibicarakan. Dikarenakan animo yang tinggi, konsumsi juga tidak tercukupi. Tapi itu mungkin juga salah satu bentuk kepedulian mahasiswa terhadap isu-isu yang ada di lingkungan FISIP ini,” jelas Kevin.
Selain animo yang tinggi oleh mahasiswa FISIP, antusiasme partisipan dari acara ini juga terbilang tinggi hingga beberapa mahasiswa FISIP dikabarkan tidak dapat masuk ke dalam ruangan. Sebab, penuhnya ruangan di dalam saat acara sedang berlangsung.
“Antisipasi teman-teman sudah cukup tinggi, melihat yang datang itu hampir menyentuh 350 lebih mahasiswa. Dengan ruangan yang segini, banyak yang nggak bisa masuk. Ini menunjukkan, betapa concern mahasiswa terhadap situasi FISIP Undip saat ini,” pungkas Kevin.
Salah seorang anggota BEM FISIP, Baihaqi, mengatakan bahwa acara ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa FISIP sehingga karena dapat berdiskusi langsung dengan dekan. Dengan diskusi langsung, diharapkan agar isu-isu yang ada di FISIP akan lebih cepat tersampaikan.
“Karena jarang dekan mau duduk bareng dan berdiskusi, jadi lebih cepat tersampaikan daripada ke birokrat,” tegas Baihaqi saat diwawancarai oleh OPINI pada Kamis (06/06).
Harapan Mahasiswa FISIP: Konsistensi Setiap Semester hingga Penambahan Durasi
Harapan dan pesan disampaikan oleh beberapa mahasiswa FISIP saat acara Sambatin Dekan berlangsung, mulai dari isu-isu di lingkungan FISIP, hingga terhadap acara ini.
“Harus rutin banget. Karena Sambatan Dekan ini ‘kan sebenarnya hasil diskusi-diskusi kami selama bulan-bulan sebelumnya. Selama ini kita sudah mendiskusikan suatu hal, ya ‘kan? Nah itu kalo sesuatu yang didiskusikan tapi tidak ada outputnya itu percuma. Makannya dari Sambatan Dekan ini, dari hasil diskusi yang kami sudah buat, itu sangat penting. Mungkin tiga bulan sekali atau enam bulan dua kali,” jelas Andika.
Selain harapan, Andika juga memberikan sebuah saran kepada acara ini untuk kedepannya.
“Mungkin harapannya, dengan aspirasi yang sudah disampaikan mahasiswa akan terealisasikan apa yang sudah dikatakan dan dijanjikan oleh dosen, dan juga makin banyak lagi mahasiswa yang kritis terhadap isu-isu sosial dan di FISIP,” lanjut Andika.
Kevin berharap agar kedepannya akan dilakukan persiapan yang matang sebelum acara ini dimulai, karena menurutnya waktu yang diberikan oleh dekanat sangat sedikit, sehingga penyampaian isu-isu yang diberikan oleh mahasiswa FISIP tidak begitu leluasa.
“Harapannya mungkin untuk waktu yang sudah diberikan dekanat tadi, waktunya juga dikit. Kita dikejar oleh waktu dan tadi penyampaiannya juga tidak seleluasa itu dan juga banyak isu-isu dan concern-concern teman-teman yang belum sempat disampaikan. Jadi mungkin harapan dan evaluasinya semoga bisa ada acara seperti ini yang mungkin dipersiapkan lebih baik lagi,” tutup Kevin.
Reporter: Berliana Sekar, Deana Zahira, Kayla Fauziah, Sabrina Aurellia, Shoffatul Jannah, Taufiqurrahman Alfarisi
Penulis: Berliana Sekar, Kayla Fauziah
Editor: Cheryl Lizka Yovita
Pemimpin Redaksi: Natalia Ginting
Desain: Nurlita Wahyu Aziza