Sepak Mula Pemira FISIP 2020: Kritik Pembentukan EC FISIP
LPM OPINI – Pemilihan Umum Raya Universitas Diponegoro sudah mulai memasuki babak awal, tak terkecuali dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang sudah merancang pemira daring perdana dengan pembentukan panitia pemilihan. Kendati demikian, pembentukan election committee tersebut menuai kritik tajam, salah satunya datang dari Wakil Ketua I Senat Mahasiswa Undip, Martinus Ananta Resie.
Diketahui, Persema Pemira 2020 sebagai dasar pemilihan raya belum disahkan pada saat itu, sementara FISIP sudah membentuk EC. Berangkat dari hal tersebut, Nanta menilai pembentukan EC FISIP Undip tahun 2020 melanggar hukum.
“Menurutku memang sampai saat ini mengira bahwasannya pemira di FISIP telah melanggar hukum karena EC dibentuk melalui open recruitment ketika Persema Pemira 2020 belum disahkan. Harusnya dikatakan sah membuka open recruitment EC ketika Persema 2020 sudah disahkan,” terang Nanta.
Meski demikian, Senat Mahasiswa FISIP Undip sendiri, dalam forum persiapan pemira– sempat mengatakan bahwa putusan dari adanya rekrutmen EC disandarkan pada konstitusi tingkat negara, yakni UU Nomor 12 Tahun 2011.
“Kita berpaku pada UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Undang-Undang. Kita bisa menjamin, insyaallah EC belum melaksanakan kegiatan berdasarkan peraturan yang berlaku,” jelas Firhandika selaku ketua Senat Mahasiswa FISIP Undip pada saat RDP Rancangan Pemira FISIP Undip 2020, Selasa (10/11).
Menanggapi pembelaan ketua SM FISIP Undip tersebut, Nanta tetap bersikukuh bahwa hal tersebut masuk kategori pelanggaran. Ia menekankan bahwa dalil yang dipegang SM FISIP Undip tidak relevan apabila digunakan dalam ranah kampus.
“Meskipun memang dalil dari SM FISIP adalah UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, perlu diingat bahwa itu merupakan aturan dari negara, sementara universitas kita ini sama sekali belum memiliki terkait pembentukan peraturan perundang-undangan, hierarki hukum, dan sebagainya,” ujar Nanta saat diwawancara OPINI (30/11).
Lebih lanjut, Firhandika selaku Ketua SM FISIP Undip menampik pernyataan tersebut. Menurutnya, dalam kondisi belum adanya Persema Pemira 2020, sah saja untuk menggunakan aturan perundangan tingkat pemerintahan negara. Kendati demikian, Firhandika menganggap wajar apabila ada semacam culture shock dalam putusan ini.
“Kalau tidak mengacu UU 12/2011 atau UU 15/2019 Tentang Sistematika Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, lalu mau merujuk mana lagi? Kita belum ada peraturan yang mengatur mengenai sistematika penyusunan peraturan mahasiswa. Kalo merujuk UU dibilang tidak relevan karena itu level negara, sementara peraturan dalam tataran mahasiswa sendiri belum ada. Terus kita mau merujuk ke mana? Kebiasaan? Terkadang memang tindakan yang tidak sesuai dengan kebiasaan –meski sesuai dengan aturan UU– dianggap aneh. Jadi wajar kalau banyak yang mengalami cultural shock,” jelasnya kepada OPINI (1/12).
Firhandika juga menimpali bahwasannya landasan UU tingkat negara yang dipegang oleh SM FISIP sudah jelas, sehingga tidak menjadi masalah. Terlebih menurutnya, pemerintahan kampus memiliki keidentikan dengan pemerintahan negara.
“Selama landasannya jelas, saya pikir tidak masalah. Kecuali bila kita sudah ada aturan mengenai peraturan mahasiswa, maka itu akan kita rujuk. Bicara student government memang identik dengan government state. Jadi merujuk UU, sekali lagi, tidak masalah. Seluruh training legislative soal legislasi pun materinya mengacu UU itu, kok,” pungkasnya.
Sebelumnya diketahui, kondisi yang saat ini terjadi menyebabkan pihak penyelenggara pemilihan raya FISIP menuai hambatan. Hal ini berdampak pada mundurnya timeline pemira dari jadwal yang seharusnya, sehingga waktu yang tersisa jelang berakhirnya tahun 2020 sangat sedikit untuk dapat menunggu pengesahan Perma Pemira. Mengatasi hal tersebut, SM FISIP Undip kemudian membentuk EC dengan berpegang pada aturan yang berada pada tingkat negara untuk dapat diterapkan dalam lingkup universitas.
Reporter: Luthfi Maulana
Editor: I. N. Ishlah
Redaktur Pelaksana: Annisa Qonita A.