Sistem Perkuliahan Tatap Muka Mulai Berlaku Pada Semester Genap, Begini Syarat dan Ketentuannya
Menghitung beberapa minggu sebelum masuknya perkuliahan semester genap, keputusan perihal sistem perkuliahan akhirnya telah diputuskan.
Tak menutup kemungkinan apabila mahasiswa ingin melakukan perkuliahan secara hybrid atau tatap muka pada semester genap mendatang. Hal ini selaras dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh rektorat pada Jumat (21/1) mengenai pedoman penyelenggaraan pembelajaran pada semester genap tahun akademik 2021/2022.
Namun, mengacu pada Surat Keputusan (SK) Nomor 51 yang telah dikeluarkan oleh pihak FISIP (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik), tertulis tata laksana perkuliahan yang serupa dengan metode daring melalui SSO.
Pemberlakuan Sistem Pembelajaran Tatap Muka Terbatas Pada Semester Genap
Berdasarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2022, pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dapat dilaksanakan pada semester genap mendatang dengan memperhatikan berbagai syarat, seperti mewajibkan pendaftaran bagi mahasiswa yang ingin melakukan PTM, menerapkan protokol kesehatan, dan melakukan sterilisasi pada setiap fasilitas kampus.
Kemudian, sistem PTM dapat dilaksanakan oleh mata kuliah dan kegiatan tertentu, seperti mata kuliah praktikum, konsultasi tugas akhir, kuliah kerja lapangan, ujian tugas akhir, dan layanan perpustakaan serta administrasi layanan mahasiswa.
Evaluasi Sistem Perkuliahan Hybrid Pada Semester Lalu
Mahasiswa tetap dapat melakukan perkuliahan secara hybrid dengan berbagai syarat yang berlaku, seperti menerapkan protokol kesehatan, membatasi jumlah mata kuliah yang dilaksanakan secara hybrid, mewajibkan pendaftaran bagi mahasiswa, serta membatasi kapasitas kelas menjadi 30% dari jumlah normal.
Melihat dari sistem perkuliahan hybrid yang sudah sempat diselenggarakan pada semester lalu, Teguh Yuwono selaku Wakil Dekan I FISIP menilai bahwa keberjalanan sistem hybrid belum memperoleh hasil yang memuaskan.
“Evaluasi keberjalanan hybrid tetapi tentu belum memperoleh hasil yang memuaskan dengan regulasi yang hanya dibatasi oleh Semarang Raya. Pihak kampus sudah memfasilitasi bagi mahasiswa yang ingin hybrid dengan menyiapkan ruangan, dosen, teknologi, dan lainnya tetapi hal ini belum ideal karena masih kurang efektif,” ungkapnya ketika diwawancarai pada Senin (17/1).
Adapun ketidakefektifan sistem perkuliahan hybrid pada semester lalu juga disebabkan karena kurangnya mahasiswa yang mendaftar untuk melakukan pembelajaran secara hybrid – luring.
“Terlihat para aktivis menggebu-gebu (untuk mengusulkan adanya sistem perkuliahan hybrid), tetapi ketika kelas hybrid yang berkuota 20 orang dibuka, hanya ada 10 orang yang datang,” imbuhnya.
Sejumlah kebijakan yang telah diputuskan dalam surat edaran rektorat tetap dapat berubah mengikuti perkembangan dari kondisi pandemi. Maka dari itu, penting untuk tetap mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh pihak kampus.
“Berbicara mengenai resiko, banyak mahasiswa yang sudah dari luar Jawa menempati wilayah Semarang. Namun, ketika tidak ada izin dari pak rektor, maka saya selaku dosen FISIP tetap akan mematuhi peraturan,” pungkasnya.
Meskipun demikian, tertulis di surat edaran bahwa mahasiswa di luar domisili Semarang Raya sudah bisa melakukan sistem PTM dengan mengikuti syarat dan kebijakan yang berlaku, yaitu dengan menyertakan bukti tes antigen saat melakukan pendaftaran untuk mengikuti perkuliahan, mendapatkan izin dari orangtua untuk mahasiswa berusia di bawah 21 tahun, sudah melakukan dua tahap vaksinasi, serta ber-KTP di wilayah aglomerasi.
Bagi mahasiswa di luar wilayah aglomerasi, maka diwajibkan untuk menetap selama satu bulan terlebih dahulu di Semarang atau wilayah aglomerasi dengan menunjukkan surat keterangan dari pejabat wilayah setempat.