Ajang Unjuk Gagasan, Animo Kampanye Lisan Pemira FISIP 2024 Rendah
Serangkaian Pemilihan Umum Raya (Pemira) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (Undip) 2024 telah sampai pada ajang demokratisasi dan unjuk diri, yakni kampanye lisan. Agenda ini telah rampung terlaksana pada Jumat (29/11) di Selasar Parkiran FISIP Undip mulai dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Sebagai ajang unjuk diri, kampanye lisan dihadiri oleh para calon senator Unit Pelaksana Kegiatan (UPK), calon senator program studi (prodi), dan calon Ketua dan Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) untuk menyebarluaskan program dan gagasan yang mereka tawarkan.
Kampanye Lisan sebagai Wadah Unjuk Diri
Mengingat bahwa Pemira merupakan sebuah kontestasi, menjadi kewajiban bagi para peserta untuk saling mempromosikan diri, membangun citra diri, serta menggaungkan ide dan gagasan yang mereka tawarkan. Sebagai salah satu calon senator Prodi Ilmu Pemerintahan, Anang Abhi Nugroho merasa kampanye lisan merupakan agenda yang penting baginya.
“Kampanye lisan adalah suatu agenda besar yang dibilang penting. Seseorang yang berkontestasi dalam pemilihan umum kampus hendaknya menyampaikan pemikiran-pemikiran yang mereka miliki dan juga diimplementasikan melalui sistem demokrasi melalui suatu bentuk kritikan atau saran atau yang lainnya,” terangnya.
Begitu juga dengan pandangan pasangan calon (paslon) Ketua BEM (Kabem) dan Wakil Ketua BEM (Wakabem) nomor urut 1, Satria Fawaz-Ahmad Yafi yang melihat kampanye lisan sebagai wadah untuk menawarkan gagasan.
“Agenda ini menjadi agenda yang keren, kita bisa memaparkan apa yang menjadi gagasan kita, kemudian teman-teman dapat mengetahuinya secara luas gitu,” jelas Satria.
Pernyataan ini disetujui oleh Ketua Komisi Penyelenggara Pemilihan Raya (KPPR), Agheea Geelwana Alwala, bahwa kampanye lisan merupakan wadah bagi para peserta untuk mempromosikan diri.
“Kami (KPPR) hanya menyediakan wadah dan sebaik mungkin kita mencoba mendatangkan massa yang banyak pula. Kami telah menetapkan syarat-syarat kampanye, baik tulis, orasi hari ini, maupun roadshow. Nantinya, diharapkan mereka (peserta Pemira) dapat menaikkan nama mereka sendiri,” urainya.
Persoalan Animo Mahasiswa FISIP yang Rendah
Kendati kampanye lisan digelar di area yang ramai akan lalu-lalang mahasiswa, hal ini tidak membuat mahasiswa tertarik untuk berpartisipasi langsung dalam agenda demokratisasi tersebut.
“Ini tuh tempat lalu-lalangnya orang ‘kan di situ, mengundang animo juga. Namun, kalau ditilik dari jumlah mahasiswanya ternyata belum banyak juga,” terang Yafi.
Berbicara mengenai rendahnya animo kampanye lisan yang menjadi permasalahan pada Pemira setiap tahun, Agheea berterus terang KPPR telah melakukan publikasi informasi mengenai Pemira secara masif.
“Tindakan dari kami (KPPR) pastinya peng-upload-an di feeds (Instagram), undangan, dan sebagainya, juga meminta seluruh anggota KPPR untuk repost hingga lebih luas lagi,” sebut Agheea.
Persoalan tidak aktifnya mahasiswa FISIP ini berkaitan dengan pandangan mahasiswa yang salah terhadap Pemira.
“Kebanyakan mahasiswa FISIP masih menganggap bahwa Pemira ini hanya untuk yang berkepentingan, padahal secara teori itu kan sama dengan kita memilih presiden kemarin. Bahwa ini tidak hanya kepentingan senator, Kabem-Wakabem tapi juga kepentingan kita semua,” jelas Agheea.
Menyisir lebih dalam, Agheea juga berpendapat orientasi mahasiswa pada organisasi telah berubah dan beralih.
“Mungkin ini merupakan pergeseran, tidak hanya di FISIP, tapi mahasiswa secara keseluruhan, di mana yang awalnya fokus ke pergerakan, fokus ke organisasi, sekarang fokus pindah ke dunia kerja, seperti Magang Merdeka dan sebagainya,” urainya.
Meski begitu, Agheea bersyukur terdapat sedikit peningkatan animo mahasiswa jika dibandingkan dengan kampanye lisan tahun lalu.
“Memang pada tahun ini bisa dianggap cukup rendah. Namun, kalau aku lihat dan bandingkan dengan tahun lalu, alhamdulillah-nya ada sedikit peningkatan, alhamdulillah ada orang, alhamdulillah ada yang mengkritisi juga,” akunya.
Kampanye di Media Sosial Menjadi Solusi
Merasa kurang cukup menunjukkan diri melalui kampanye lisan, peserta Pemira cenderung memanfaatkan keberadaan media sosial untuk kepentingan berkampanye.
“Mungkin kalau dari kampanye lisan ya aku rasa kurang cukup karena menilik dari animo mahasiswa itu sendiri. Bisa diinovasikan melalui kampanye atau mungkin branding diri sendiri di sosial media yang di mana sudah difasilitasi dari persyaratan dari KPPR,” jelas Abhi.
Sama halnya dengan yang dilakukan oleh Satria dan Yafi, media sosial juga menjadi opsi untuk menyuguhkan ide dan gagasan mereka sebagai calon Kabem dan Wakabem.
“Saat ini strategi dari kami adalah media sosial ya, di mana kami mencoba membuat akun media sosial semenarik itu, dari segi pembungkusan desainnya, atau bahkan dari substansialnya atau isi yang ingin kita sampaikan,” urai Satria.
Terkait berkampanye di media sosial, Yafi turut menambahkan hal tersebut menjadi salah satu strategi yang efektif.
“Media sosial menjadi ladang yang cukup besar, bahkan GDO (Grand Design Organization) kita juga tercantum di situ. Jadi media sosial memang jadi strategi yang umum, tapi menurut kita ya memang lazimnya seperti itu dan harus dilakukan kampanye di media sosial,” pungkasnya.
Reporter: Aulia Retno, Muhammad Syauqi, Raniya Rafiifa, Taufiqurrahman Alfarisi, Zharabib Rizha
Penulis: Aulia Retno
Editor: Zharabib Rizha
Pemimpin Redaksi: Natalia Ginting
Desain: Rifat Farhan