KKN Digebuk Pagebluk: Menakar Urgensi dan Implementasi dari Testimoni Mahasiswa

LPM OPINI – “Mohon teman-teman mahasiswa, kita sekali lagi sadari bahwa kondisi kita saat ini sedang tidak baik-baik saja, jadi KKN memang ini kewajiban, tapi ada yang lebih utama, yaitu keselamatan. Kami dari Universitas Diponegoro, Bapak Rektor selalu berpesan pada kita semua, mohon hati-hati, jangan gegabah, jangan sombong dengan pandemi ini.”
Pernyataan tersebut dilontarkan oleh Prof. Dr. Jamari, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Diponegoro, pada saat penerjunan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tim II Tahun 2020/2021 pada 30 Juni lalu secara daring.
Pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Diponegoro tetap digelar di tengah kenaikan kasus Covid-19. Sebanyak 4.830 mahasiswa tersebar dalam 166 kabupaten/kota di 28 provinsi untuk KKN periode ini. Meski begitu, tidak semua mahasiswa menjalankan KKN di kampung halamannya atau yang biasa disebut KKN Pulang Kampung. Tak sedikit pula mahasiswa yang memilih wilayah sekitaran kampus sebagai tempat pengabdian.
Seperti yang dikatakan Jamari, kondisi sedang tidak baik-baik saja akibat pandemi. Pelaksanaan KKN Undip di tengah kenaikan kasus dan overcapacity rumah sakit dikritik oleh akun Twitter @KawalCovid19. Dalam cuitannya, akun tersebut menyayangkan kebijakan dari Undip dan UPN Veteran Jawa Timur yang mengadakan KKN secara luring. Selang dua hari kemudian, akun resmi Undip membalas dan menyatakan bahwa pelaksanaan KKN bersifat fleksibel dan dilakukan secara daring bagi daerah yang rawan kasus Covid-19.

Secara resmi, Undip akhirnya mengeluarkan Surat Edaran Nomor 3303/UN7.6.1/TU/2021 dan Nomor 3328/UN7.6.1/TU/2021 yang mewajibkan KKN dilaksanakan daring penuh hingga 11 Agustus 2021 atau hari terakhir KKN.
Tak Semua Bisa KKN Daring Penuh
Berdasarkan keterangan salah seorang mahasiswa KKN Tim II, Ariel (nama samaran), kelompoknya berada di daerah rawan Covid-19 dan tidak melakukan kegiatan secara daring penuh, baik sebelum maupun sesudah keluarnya surat edaran yang baru turun setelah tujuh hari penerjunan.
“Untuk kelurahan yang aku tempati angka Covid-19-nya termasuk tinggi, termasuk zona merah, jadi protokol kesehatan harus benar-benar dijalani,” ungkapnya.
“Setelah perizinan kelar ke masing-masing RT, Laporan Rancangan Kegiatan (LRK) yang kita usulkan tidak sesuai surat edaran, yang mana campuran hybrid, online-offline atau malah ada yang full offline. Nah di situ kita menemukan kesusahan-kesusahan, bagaimana kita reach ke warganya. Kalau di lapangan sendiri agak susah karena warga masih belum familier dengan aplikasi Zoom atau Google Meet,” lanjut Ariel.
Kegiatan secara daring penuh sebenarnya sudah dicoba oleh Ariel dan kawan-kawan, salah satunya memproduksi video penyuluhan yang disebar ke karang taruna. Akan tetapi, aksi tersebut tidak berhasil secara luas menyasar masyarakat tempat Ariel mengabdi. Timnya bahkan diminta menghadap pejabat kelurahan akibat dianggap minim kontribusi, padahal kegiatan terus dilakukan secara daring.
“Dia (pejabat kelurahan) bilang, ‘saya sudah banyak menerima surat izin, tapi program KKN-nya kok belum saya terima ya, sejauh ini.’ Dari situ aku berkesimpulan program online itu kurang sampai ke masyarakat. Bisa jadi banyak faktor sih, pertama masyarakatnya kurang siap, kurang siap menggunakan teknologi seperti Google Meet, Zoom, (dan sebagainya),” sambungnya.
Karena hal itu, tim KKN Ariel berunding dengan kelurahan setempat dan juga disetujui oleh Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) untuk melanjutkan KKN secara daring dan luring dengan pembatasan mobilitas.
Senasib dengan Ariel, Ananda (nama samaran) juga sempat kesulitan dalam pelaksanaan KKN secara daring penuh. Solusi yang dihadirkan pun sama, membuat video sosialisasi yang disebar ke grup WhatsApp.
“Dari dosbing sudah bilang karena PPKM itu online, aku tanya ketua RT-nya, latar belakang di sana tuh kebanyakan buruh, pedagang, bukan kayak PNS, karyawan gitu. Aku sama temen aku sempat bilang ini kemungkinan bakal online, mau dibikin sosialisasi online. Terus bapak sama ibunya bilang, sebenarnya kalau Zoom gitu gak paham, muncul ide buat bikin video sosialisasi yang di-share ke WhatsApp,” terangnya.
Ananda menganggap dirinya masih beruntung sebab tidak banyak tekanan dari DPL, masyarakat, maupun kelurahan, terlebih ketika ia masih mengetahui temannya yang tetap melaksanakan KKN luring hingga jaga malam.
“Ada beberapa temanku yang mereka tuh tetap ke lokasi. Teman aku ada jaga posko sampe jaga malam gitu, loh,” lanjutnya.
Teman Ananda tersebut adalah Sena – juga nama samaran – mengaku tetap menjalani KKN luring hingga jaga piket harian di kelurahan, kendati surat edaran terkait kewajiban daring penuh telah turun. Dari penuturannya, aturan tersebut pada akhirnya diserahkan pada mahasiswa; pro-mengiyakan atau tidak, dengan melihat kondisi lapangan.
“Selama jaga piket di kelurahan itu terbatas, kita cuma diminta dua maksimal tiga anak sampai besok tanggal 12 Agustus. Semenjak surat edaran turun, semuanya dipasrahkan ke anak-anak mau ikut surat edaran atau misal yang berkenan melakukan piket harian di kelurahan gak papa karena orangnya dikit,” tuturnya.
Lebih lanjut, setidaknya surat edaran tersebut cukup sakti untuk menghentikan program patroli PPKM yang sudah berjalan dua kali sebelum surat tersebut diterbitkan.
“Sempat sih orang kelurahan minta ke anak-anak KKN untuk patroli PPKM. Itu baru berjalan dua kali sebelum surat edaran keluar,” imbuhnya.
KKN Daring Penuh Tak Seindah Ekspektasi
Berbeda dengan Ariel, Ananda, dan Sena; Yuma (nama samaran) menjalani KKN Pulang Kampung sendirian di desanya. Ia melakukan pengabdian secara daring sedari awal sebab dirinya sempat terjangkit Covid-19.
Sebagai mahasiswa KKN yang juga penyintas Covid-19, Yuma juga mendengar kabar buruk soal beberapa orang terdekatnya yang menjalani KKN dan positif Covid-19, termasuk teman kampus dan bahkan DPL-nya.
“Aku dengar banyak mahasiswa Undip yang positif Covid-19 juga di daerah lain, gak hanya itu DPL KKN juga ada yang positif termasuk DPL aku sendiri,” ungkapnya.
“(Yang positif Covid-19) Ada dua yang aku tahu. Yang satu teman dekatku, tapi dia kondisinya buruk karena gak bisa aku hubungi sama sekali. Yang satu lagi temanku yang KKN di Pekalongan, teman satu timnya positif,” terang Yuma.
Solusi yang ditawarkan kampus dan DPL untuk tetap melanjutkan KKN secara daring penuh juga terbilang sulit. Selain masyarakat yang belum paham betul teknologi, seperti cerita Ariel, respons masyarakat setempat juga tergolong minim.
“Kurang efektif, cuma melalui grup. Jadi kurang tahu sebenarnya apa yang kita sampaikan itu didengar atau enggak. Kebetulan juga grup wargaku itu cuek-cuek apalagi bapak-bapak jadi kalau pas sosialisasi gak ada yang menanggapi. Kalau ada, paling satu-dua saja dan misal aku mempersilakan kalau ada pertanyaan atau ingin dibantu bisa langsung hubungi, tapi gak ada yang nanya. Jadi bingung, kan, harus gimana, mana sendirian,” curahnya.
Padahal, mahasiswa tentu dituntut untuk menghasilkan pengabdian yang berkualitas. Setidaknya, itu yang dikatakan Rektor Undip, Prof. Yos Johan Utama kepada mahasiswa peserta KKN.
“Laksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, ini kesempatan Anda untuk amal dengan scope yang lebih luas, tapi amalnya amal yang berkualitas, jangan asal-asalan. Yang berkualitas,” kata Prof. Yos di sesi penerjunan mahasiswa KKN Tim II Undip, Rabu (30/6/2021).
Hanya saja di sisi lain, di kesempatan yang sama, pihak kampus melalui Ketua LPPM, meminta mahasiswa untuk memprioritaskan keselamatan di atas segalanya, termasuk jika terpaksa mesti mengorbankan nilai KKN.
“Yang paling utama dalam kondisi ini adalah keselamatan dan kesehatan. Kita harus sadari bersama bahwa nilai KKN, bila teman-teman mahasiswa gagal itu masih ada remedi. Tetapi harus diingat bahwa bila keselamatan kita yang gagal itu tidak ada remedi. Jadi, mohon itu menjadi perhatian kita bersama. Keselamatan itu yang paling utama di atas segalanya,” jelas Jamari.
Kasus Covid-19 Naik, Perlukah KKN Dijalankan ?
Meskipun telah memasuki periode ketiga dilaksanakannya KKN di tengah pandemi Covid-19 bagi Undip, dari beberapa cerita di atas dapat diketahui bahwa mahasiswa masih banyak menemui ragam kendala. Tentunya KKN periode ini pun berbeda dengan KKN sebelumnya. Pelaksanaan KKN periode ini bertepatan dengan lonjakan kasus Covid-19 yang signifikan ditambah tumbangnya fasilitas kesehatan dan PPKM satu bulan lebih. Bagi Yuma, kondisi saat ini sudah jadi bendera merah bagi penyelenggaraan KKN.
“Kalau aku pribadi, di masa kayak gini yang bertepatan banget sama Covid-19 lagi tinggi-tingginya, menurutku (KKN) gak diperlukan, karena cukup membahayakan, banyak orang yang sakit, tetapi diam-diam saja jadi penularannya gak terduga dan (KKN) kurang efektif,” tuturnya.
Bukan hanya kondisi, Yuma juga menyayangkan minimnya informasi menjelang penyelenggaraan dan pembekalan KKN di waktu yang tidak tepat. Hal ini menurutnya membingungkan dan menambah beban pikiran.
“Kalau aturan itu gak banyak yang berubah, cuma full daring itu saja, tetapi informasi tentang KKN itu nihil, awal-awal sebelum KKN, jadi kayak membingungkan banget. Pembekalan juga di tengah-tengah UAS waktu itu jadi nambah pikiran di tengah-tengah ke-stres-an semester 6,” ucapnya.
Yuma juga tidak mengelak apabila pengalamannya tidak sama dengan teman-teman yang lain. Dari testimoni temannya, tak sedikit juga mahasiswa yang menikmati KKN periode ini.
“Masing-masing orang berbeda, kayak temanku itu senang KKN karena seru bareng-bareng, bisa melakukan kegiatan untuk warga. Jadi, ya, seperti itu,” sambungnya.
Akhir kata, Yuma merasa KKN seolah dipaksakan untuk dilaksanakan dengan persiapan dan penyelenggaraan yang belum bijak. Ia berharap di pelaksanaan KKN berikutnya, kampus dapat mempertimbangkan dengan matang dari segi informasi dan penyelenggaraan.
“Kayak dipaksakan harus ada. Untuk kampus beharap ke depannya lebih dipertimbangan kembali mengenai pelaksanaan KKN di masa pandemi dan juga penyebaran informasi terkait KKN bisa lebih luas. Sehingga mahasiswa gak kebingungan dan tertinggal informasi,” pungkasnya.
Kampus juga sebenarnya sudah cukup perhatian dengan kondisi pandemi Covid-19, buktinya terlihat dalam kutipan di paragraf pertama laporan ini. Pihak kampus menekankan bahwa KKN tetap jadi kewajiban, dengan catatan, ada yang lebih fardu, yakni keselamatan. Seperti kata Prof. Jamari, “Jangan gegabah, jangan sombong dengan pandemi ini.”
Penulis: Luthfi Maulana
Editor: Annisa Qonita Andini
Redaktur Pelaksana: Luthfi Maulana
Pemimpin Redaksi: Langgeng Irma