Konsolidasi Menuntut Keadilan
Pada Kamis (28/3) berlangsung konsolidasi terkait kasus pelecehan seksual yang terjadi di Fakuktas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro (FIB Undip) yang difasilitasi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Undip. Bertempat Student Center, acara ini dihadiri sekitar 150 orang yang terdiri dari elemen Mahasiswa, perwakilan Dosen Fakultas Hukum, Dr. Pujiyono, SH. M.Hum, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, hingga Niha dari Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC – KJHAM). Acara yang dimulai dari pukul 16.00 WIB ini bertujuan untuk memberikan pencerdasan, mempersatukan pandangan serta menanggapi kejadian pelecehan seksual yang telah terjadi di lingkungan kampus.
Mahasiswa yang hadir dalam konsolidasi menuntut adanya tim investigasi serta peraturan tegas dari rektorat terhadap setiap pelanggaran pelecehan seksual. Tim investigasi itu ditujukan untuk melindungi serta memberikan rasa aman bagi korban untuk melapor secara langsung setelah kejadian.
Dalam diskusi, diperoleh informasi bahwa Pihak rektorat sudah merespon munculnya kasus tersebut dengan mengeluarkan surat edaran kepada seluruh dosen pembimbing tugas akhir mahasiswa pada (25/3) kemarin. Surat edaran tersebut berisi peraturan dosen pembimbing tugas akhir mahasiswa untuk menjaga perilakunya di kampus.
Di sisi lain, perwakilan LBH Semarang yang hadir, menyampaikan bahwa membuat tim investigasi saja tidak cukup. Perlu adanya kesadaran dan dukungan dari semua mahasiswa mengenai penolakan pelecehan seksual di kampus agar dapat membuat rektorat mengeluarkan peraturan yang dapat memberikan rasa aman bagi korban di kemudian hari serta menghilangkan praktik pelecehan seksual oleh siapapun di lingkungan kampus.
“Misalnya mendesak Universitas (Undip) untuk membuat mekanisme pelaporan, mendorong untuk adanya rekonstruksi pengadilan kampus, atau mendukung disahkannya RUU PKS (Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual). Hal itu bisa jadi poin yang di-keep untuk menuntut kampus. Dan kami siap mendukung. Saya kira sia-sia jika hanya berakhir di sini. Maka tak lain hanya seperti meng-ghibah pelecehan seksual. Yang paling saya harapkan adanya gerakan massa dari mahasiswa. Kita dorong agar Undip punya sikap terkait RUU PKS karena berkaitan dengan korban,” ujar Cornel, perwakilan LBH Semarang yang datang.
Terkait keberadaan BEM Undip yang dekat dengan Rektorat dan sebagai advokat dari mahasiswa, Cornel juga menyampaikan tugas yang harus dilakukan oleh BEM Undip agar kasus ini bisa tuntas sesuai dengan apa yang diinginkan serta dapat diterima oleh korban.
“BEM (Undip) juga harus bisa menjadi wadah yang menyatakan diri sebagai backing setiap korban. Itu yang menjadi PR BEM. Tetapi jangan sampai semua pihak menginvestigasi korban. Hanya bisa melalui satu pintu, satu tim investigasi yang dipercaya oleh semua pihak,” tambahnya di lain kesempatan.
“Yang paling penting dari semua itu adalah penanganan kasus yang sesuai perspektif korban. Karena dampaknya akan luar biasa jika penanganannya tidak seperti yang diinginkan korban. Malah bisa jadi ada korban-korban baru dari dampak itu. Maka kasus Agni akan terulang lagi,” kata Irna, perwakilan LBH Semarang yang lain.
Konsolidasi itu setidaknya menghasilkan 4 poin yang disetujui oleh peserta yang hadir, dan dikonfirmasi oleh notulen. Yakni sebagai berikut, pertama, membuat tim investigasi tiap fakultas dengan dianggotai oleh mahasiswa, dosen yang disepakati oleh kampus serta mahasiswa, serta LBH. Kedua akan dilakukan pengawalan terkait surat edaran yang telah dikeluarkan rektorat. Ketiga mendesak dekanat untuk membuat kode etik/aturan yang jelas. Terakhir, BEM Undip akan mengampanyekan anti pelecehan seksual di kampus.
Setelah acara tersebut berakhir, BEM Undip berniat akan mengadakan konsolidasi kedua dalam waktu dekat karena masih perlu waktu mematangkan hasil konsolidasi yang telah diputuskan serta agar tidak terkesan gegabah.