Aksi May Day: Buruh Jateng Serukan Penghapusan Sistem Kerja Outsourcing dan Pengesahan RUU PPRT

Pada hari Kamis (01/05) lalu, ribuan buruh dari berbagai elemen kerja menggelar aksi unjuk rasa di dua titik yang berdekatan di Kota Semarang dalam peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day. Massa dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) memusatkan aksinya di depan Kantor Polda Jawa Tengah, sementara Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJaT) menggelar demonstrasi di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah. Dalam aksi tersebut, buruh menyuarakan sejumlah tuntutan yang antara lain adalah pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja, penghapusan sistem kerja outsourcing, serta percepatan pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).

Massa Konfederasi KASBI mengenakan atribut berupa payung dengan tulisan “Sahkan RUU PPRT” dalam aksi peringatan May Day
Massa Konfederasi KASBI mengenakan atribut berupa payung dengan tulisan “Sahkan RUU PPRT” dalam aksi peringatan May Day. (Sumber foto: Taufiqurrahman Alfarisi)

 

Koordinator KASBI Jawa Tengah, Mulyono, mengungkapkan bahwa selama satu tahun ke belakang, masalah yang paling sering dihadapi oleh buruh adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak. 

“PHK sepihak itu sebenarnya tidak semudah itu perusahaan boleh mem-PHK. Itu harus ada penetapan dari pengadilan, tetapi fakta yang terjadi semua itu diserahkan, alur yang sebenarnya saya juga nggak tahu, ya. Di saat kita melakukan tuntutan-tuntutan itu selalu muter-muter,” ungkap Mulyono saat diwawancarai oleh LPM OPINI pada Kamis (01/05).

Selain itu, Mulyono juga menyinggung soal posisi buruh sebagai kaum yang rentan dalam sistem ekonomi. Menurutnya, kelemahan inilah yang membuat buruh seringkali diperlakukan semena-mena oleh pemilik usaha. 

“Jadi memang hukum perburuhan itu sangat abstrak, sangat luas. Jadi kadang-kadang diserahkan antara buruh dengan pengusaha walaupun upah yang diberikan atau pesangon yang diberikan itu tidak sesuai. Ya ini lah karena posisi buruh itu sangat rentan dengan ekonomi,” ucapnya.

 

Aksi orasi oleh Koordinator KASBI Jawa Tengah di depan Kantor Polda Jawa Tengah
(Sumber foto: Musyaffa Afif Nugraha)

 

Terkait aksi yang dilakukan oleh KASBI, Koordinator Lapangan, Giyanto, menyatakan bahwa agenda utama aksi ini adalah orasi untuk menyampaikan tuntutan mereka. Meski begitu, ia juga menekankan bahwa pihaknya tetap membuka ruang bagi mahasiswa untuk turut serta dalam aksi peringatan Hari Buruh dengan membawakan aspirasinya sendiri.

Nggak ada (agenda lain), cukup kita menyampaikan pendapat, orasi. Yang pasti kita hanya sekedar aksi damai untuk kita menyampaikan. Tetapi, tetap saja kalau ada kawan-kawan mahasiswa mereka kita kasih ruang seluas-luasnya, demokratis apapun yang diutarakan, disampaikan. Catatannya tidak ada benturan dengan aparat keamanan, begitu,” tutur Giyanto saat diwawancarai oleh LPM OPINI pada Kamis (01/05).

Bukan hanya datang dari kaum buruh, orasi dalam aksi ini juga datang dari organisasi nonpemerintah yang berfokus pada keadilan gender dan hak asasi manusia, misalnya seperti Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) dan Bara Puan.

 

 

Massa dari federasi serikat buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJaT) menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah.
Massa dari federasi serikat buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJaT) menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah. (Sumber foto: Musyaffa Afif Nugraha)

 

Sementara itu di titik aksi lainnya, Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJaT) juga menggelar demonstrasi di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah. Dalam aksi tersebut, massa buruh menyampaikan orasi dan membacakan 9 tuntutan yang mereka sebut dengan Nawa Prarthana (9 Tuntutan Buruh Jawa Tengah), mencakup:

  1. Menolak sistem kerja outsourcing,
  2. Menghentikan praktik PHK sepihak dan segera membentuk Satgas PHK,
  3. Melindungi pekerja melalui pengesahan UU Ketenagakerjaan yang baru sesuai Putusan MK No. 168/PUU-XXI/2023,
  4. Mengesahkan RUU PPRT untuk memberikan perlindungan hukum dan sosial bagi pekerja rumah tangga,
  5. Mengesahkan RUU Perampasan Aset sebagai langkah pemberantasan korupsi,
  6. Menolak kriminalisasi terhadap aktivis buruh,
  7. Menolak revisi SK UMSK Kabupaten Jepara Tahun 2025,
  8. Mendorong penerapan UMSK di seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah,
  9. Memperkuat dan mengoptimalkan Desk Ketenagakerjaan.

Selain orasi di halaman kantor gubernur, perwakilan pimpinan dari federasi-federasi buruh yang tergabung dalam ABJaT juga melakukan audiensi langsung dengan Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi. Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk menyampaikan secara langsung aspirasi buruh dan mendesak pemerintah daerah agar mengambil sikap atas berbagai permasalahan ketenagakerjaan di wilayah Jawa Tengah.

Berkenaan dengan hal tersebut, koordinator ABJaT, Aulia Hakim, menyampaikan bahwa Gubernur Jawa Tengah menyatakan bahwa tuntutan buruh masih dalam tahap kajian. Meski demikian, ia mengapresiasi langkah Gubernur Jawa Tengah yang telah meresmikan koperasi buruh di Kawasan Industri Wijayakusuma (KIW) serta penitipan anak (daycare) di Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) untuk membantu perekonomian para buruh. Namun, kembali ke tuntutan ke-9 dalam Nawa Prarthana, Aulia juga berharap Desk Ketenagakerjaan yang sudah dibentuk oleh kepolisian dapat dioptimalkan kembali.

“Desk Ketenagakerjaan itu adalah sebuah wadah yang didirikan oleh pihak kepolisian tetapi khusus dugaan tindak pidana ketenagakerjaan. Nah, ini yang sudah dioptimalkan dan dibentuk sebenarnya sudah (sejak) tahun 2021 dan data di kami sudah 6,4 miliar hak buruh terselamatkan. Makanya kami ingin (Desk Ketenagakerjaan) dioptimalkan kembali,” kata Aulia saat diwawancarai LPM OPINI pada Kamis (01/05).

 

Merespon pertemuan para pemimpin federasi serikat buruh dengan Gubernur Jawa Tengah, Koordinator Lapangan Aksi ABJaT, Luqmanul Hakim, menegaskan bahwa permasalahan ketenagakerjaan merupakan permasalahan tripartit yang melibatkan pemerintah, serikat pekerja, dan pengusaha sehingga membutuhkan kolaborasi antarserikat buruh untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

“Tentunya dengan mendengar ini (tuntutan buruh) kita berharap ada lanjutan bagaimana menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Bersinergi berkolaborasi antara serikat pekerja melawan pemerintah dan juga pengusaha, karena ini adalah permasalahan tripartit antara pemerintah punya tanggung jawab, kita serikat pekerja punya tanggung jawab, pengusaha sebagai pemberi kerja juga punya tanggung jawab,” tutur Luqmanul saat diwawancarai LPM OPINI pada Kamis (01/05).

Melalui aksi ini, Luqmanul juga berharap agar peringatan Hari Buruh dimaknai secara reflektif untuk memperjuangkan hak-hak kaum buruh, bukan dengan kegiatan kurang relevan lain yang dapat mengubah pola pikir kaum buruh dan menghilangkan sejarah.

“Bahwa buruh diperingati (sebagai) Hari Buruh Internasional (karena) ada perjuangan, ada satu harapan, ada satu cita-cita yang diwujudkan bahwa kaum buruh harus diperlakukan secara adil, kaum buruh diperlakukan secara merdeka, kaum buruh disejahterakan karena itu menjadi tanggung jawab negara. Jadi saya minta kepada orang-orang yang tidak berkepentingan, kaum buruh adalah bentuk perlawanan kita menyampaikan orasi-orasi ataupun isu yang kita perjuangkan. Bukan kita memperingati dengan foya-foya dan dangdutan.” tutup Luqmanul.

 

 

Reporter: Davino Krisna Hernawan, Musyaffa Afif Nugraha, Najwa Rahma Syafira, Rafi Amru Fadhil Raharjo, Taufiqurrahman Alfarisi

Penulis: Davino Krisna Hernawan

Editor: Kayla Fauziah Fajri 

Pemimpin Redaksi: Kayla Fauziah Fajri

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.