Petani Pundenrejo Laporkan PT LPI ke Polda Jateng dan Desak BPN Jateng Soal Reforma Agraria
Aksi orasi di depan Kantor BPN Jawa Tengah
Aksi orasi di depan Kantor BPN Jawa Tengah (Sumber foto: Muhammad Syauqi Al Sunni)

Pada hari Senin (28/4), perwakilan petani Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo (Germapun), didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang melakukan pelaporan terhadap PT Laju Perdana Indah (LPI) atas dugaan perusakan aup-aupan (Joglo Juang atau tempat berteduh) milik petani Pundenrejo yang dilakukan pada 13 Maret 2025. Pelaporan ini turut disertai aksi orasi yang digelar secara berurutan di depan Kantor Polda Jawa Tengah dan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Tengah. Selain perwakilan petani, aksi ini juga diikuti oleh sejumlah aktivis dan mahasiswa.

Perwakilan petani Germapun, Sarmin (45), menerangkan bahwa tanah seluas 7,3 hektare yang disengketakan ini memang sempat digunakan oleh PT LPI, tetapi izin Hak Guna Bangunan (HGB)-nya sudah habis sejak 27 September 2024 lalu sehingga seharusnya sudah tidak berada di bawah penguasaan perusahaan.

“Memang selama ini tahun 2024 bulan 9 (September) tanggal 27, itu statusnya tanah dengan kontrak atau izin HGB-nya PT LPI yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Tanggal 27, bulan 9 (September) tahun 2024 sudah habis kontraknya. Makanya kami berjuang sudah berlarut-larut,” terang Sarmin saat diwawancarai oleh LPM OPINI pada Senin (28/4).

Perwakilan petani Germapun yang lain, Sumiyati atau yang kerap disapa Yu Sumi (55), mengaku bahwa pihaknya beserta petani Pundenrejo merasa terintimidasi dan terjajah.

“Susah, Mas, menghadapi itu lho, kayak seperti penjajahan, seperti penjajahan. Soalnya warga itu ndak bisa tidur memikirkan ini besok mau dijajah lagi. Besok mau dijajah lagi. Setiap hari, setiap malam itu pada pikiran semua, Mas,” ucap Yu Sumi saat diwawancarai oleh LPM OPINI pada Senin (28/4).

Puncak keresahan petani Pundenrejo terjadi saat perusakan aup-aupan yang berdasarkan pengakuan Sumiyati, melibatkan hingga lima truk berisi preman-preman diduga suruhan PT LPI.

“Iya, ada preman banyak, Mas. PT LPI mengerahkan preman, kemaren 5 truk, Mas, preman semua. Pada tanggal 13 (Maret) waktu pengrusakan aup-aupan,” kata Yu Sumi.

 

Kondisi di depan Kantor Polda Jawa Tengah setelah pelaporan oleh Petani Germapun didampingi LBH Semarang (Sumber foto: Muhammad Syauqi Al Sunni)

Namun, meskipun telah membawa berbagai bukti berupa foto dan video, Advokat Publik LBH Semarang, M. Safali, mengatakan bahwa pihak Polda Jateng meminta spesifikasi nominal kerugian yang dialami oleh petani Pundenrejo.

“Hari ini respon dari pihak Polda tadi langsung yang turun itu adalah Kanit Unit, aku engga ngerti (itu apa), tapi yang jelas dia Reskrimum (Reserse Kriminal Umum) menjelaskan soal bukti-bukti apa saja yang perlu disampaikan. Padahal kami sudah mengantongi bukti seperti bukti video, termasuk foto, tetapi perdebatannya tadi adalah perlu memastikan lagi kerugian secara spesifik apa yang dimiliki oleh warga. Seperti kalau tadi aup-aup-nya itu kerugiannya 10 juta, bagaimana kemudian nominalnya itu dipecah (menjadi) misalnya pembelian genteng, pembelian kayu, termasuk kerugian-kerugian lainnya,” ucap Safali saat diwawancarai oleh LPM OPINI pada Senin (28/4).

Ia juga mengemukakan bahwa pihak Polda Jateng tetap menerima laporan tersebut, tetapi belum mengeluarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) sebelum bukti-bukti yang diajukan dilengkapi.

“Dari pihak Polda bilang tetap menerima, tetapi tidak memberikan surat SP2HP-nya, dan boleh nanti akan diteruskan ke Reskrimum di Polda Jawa Tengah untuk melengkapi pelaporan-pelaporan yang sedang diajukan oleh warga, seperti itu,” tutur Safali.

Menindaklanjuti respon tersebut, Safali mengungkapkan bahwa pihaknya akan mengumpulkan bukti-bukti tersebut sekaligus melanjutkan aksi ke Kantor BPN Jawa Tengah.

“Rencananya setelah ini akan ada pengumpulan bukti-bukti yang berkaitan dengan pengrusakan aup-aup. Termasuk hari ini, warga akan menyurati supaya ATR/BPN Jawa Tengah bertindak secara tegas dan memastikan supaya tanah yang saat ini bersengketa menjadi tanah TORA, Tanah Objek Reforma Agraria,” ungkap Safali.

 

Setelah melakukan pelaporan dan aksi orasi di depan Kantor Polda Jawa Tengah, massa aksi turut mendesak BPN Jawa Tengah untuk segera menindaklanjuti sengketa lahan yang terjadi. Mereka juga menuntut PT LPI mengembalikan status tanah di Pundenrejo menjadi tanah negara agar dapat dialokasikan kepada petani melalui program Reforma Agraria. Hal ini sejalan dengan yang dibawakan Sarmin saat menyampaikan desakannya kepada pihak BPN dalam aksi tersebut.

“Kami mendesak BPN supaya permasalahan tanah itu sudah menjadi tanah negara bebas dan kami memperjuangkan ini mendesak yang punya gugus tugas Reforma Agraria yakni bapak BPN. Saya desak (agar) kembali ke TORA (Tanah Objek Reforma Agraria) dan akhirnya kembali ke Reforma Agraria yang sejati, (yakni) seharusnya didistribusikan kepada rakyat Germapun Pundenrejo. Itulah desakan kami, itulah permohonan kami, minta rekomendasinya supaya bapak BPN bisa memikirkan kami,” tegas Sarmin.

Menambahkan keterangan para petani yang lain, Yu Sumi pula menuturkan bahwa surat yang para petani layangkan kepada BPN sudah diterima, tetapi ia masih terus menunggu hasilnya.

“Yu Sumi ke dalam mau menyampaikan surat. Sudah diterima tapi hasilnya belum tahu, entah diproses dulu apa engga, engga tahu, tapi sebenarnya sudah mengirim surat, sudah diberi balasan surat dari BPN. Ya, intinya petani minta tolong supaya tanah yang konflik di Pundenrejo segera diselesaikan untuk pengajuan TORA,” tutur Yu Sumi.

Ia juga menegaskan bahwa perjuangan untuk mempertahankan tanah petani Pundenrejo akan terus berlanjut, meskipun menghadapi berbagai hambatan di lapangan.

“Ya berjuang terus sampai tuntas, sampai selesai. Soalnya benar-benar itu tanah-tanah warga petani Pundenrejo. Soalnya tanah itu tinggalan nenek moyang supaya bisa turun-temurun ke anak cucu. Bukan buat apa-apa, Mas, (tapi) buat makan, soalnya petani itu yang sangat dibutuhkan buat makan. Kalau PT LPI pengusaha gede sudah banyak lahan di luar Jawa, kenapa masih menyerang, meminta, (dan) merebut tanah petani Pundenrejo. Padahal benar-benar HGB-nya itu salah, salah tidak sesuai keperuntukannya, Mas.” tutup Yu Sumi.

 

Reporter: Davino Krisna Hernawan, Muhammad Syauqi Al Sunni

Penulis : Davino Krisna Hernawan

Editor: Kayla Fauziah Fajri

Pemimpin Redaksi: Kayla Fauziah Fajri

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.