Mengadaptasi Pengelolaan Sampah Ala Jepang di Indonesia
Sampah telah lama menjadi permasalahan bagi lingkungan tidak hanya di Indonesia, tetapi juga hampir seluruh negara di dunia. Semakin hari, jumlah sampah di dunia ini kian menumpuk. Penumpukkan sampah di pemukiman dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang sudah menggunung merupakan ancaman besar bagi lingkungan. Permasalahan ini apabila tidak segera diatasi akan merugikan lingkungan dan tentu saja kualitas hidup masyarakat di sekitarnya.
Di TPST Bantargebang misalnya, berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta sampah yang masuk ke TPST Bantargebang mencapai 7.424 ton per hari pada tahun 2020 dan diprediksi meningkat pada tahun 2021 ini. Bayangkan sampah sebanyak ini secara kontinu selama bertahun-tahun menumpuk di satu TPST yang hanya menampung sampah dari Jakarta dan Bekasi itu.
Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyajikan data terkait komposisi sampah di Indonesia secara keseluruhan pada tahun 2020. Berdasarkan jenis sampahnya, sampah sisa makanan menjadi jenis sampah terbanyak dengan persentase 39,7%, disusul sampah plastik dengan persentase 17%, kayu atau daun 14%, kertas atau karton 12%, lainnya 7%, logam 3,3%, kain 2,7 %, kaca 2,3%, dan karet atau kulit 2%.
Melihat banyaknya sampah sisa makanan dan jenis sampah lainnya, seorang aktivis lingkungan, Gracia Z. W, berinisiatif menerapkan gaya hidup minim sampah. Gaya hidup minim sampah ini ia adaptasi dari kebiasaannya selama tinggal di luar negeri, yaitu Jepang. Di Jepang, ia biasa membuang sampah berdasarkan jenisnya secara umum—mudah terbakar, tidak mudah terbakar, berukuran besar, serta botol dan kaleng.
Setelah kembali ke tanah air Gracia berkomitmen untuk menerapkan gaya hidup Jepang-nya di Indonesia. Selain menyiapkan lebih dari satu tempat sampah untuk mengelompokkan pembuangan sampah, Gracia juga mulai ikut kelas mengompos dan membeli peralatannya agar ia bisa mengompos secara mandiri. Sisa makanan keluarganya pun tidak lagi berakhir sebagai sampah, melainkan sebagai pupuk kompos. Untuk menyebarkan semangat gaya hidup minim sampah, Gracia aktif berbagi wawasannya di akun Instagram pribadinya dengan nama pengguna @gracia.zw.
“Yang bikin aku menjalankan hidup minim sampah adalah anakku. Aku mulai belajar dari apa yang bisa dipakai sebagai pengganti popok sekali pakai dan dari sana aku mulai sedikit demi sedikit belajar soal pemilahan sampah di Jakarta serta mencari lokasi yang bisa menerima sampah pilahan karena sebenarnya di Jepang dulu tempat aku tinggal aku sudah melakukan pemilahan sampah sesuai peraturan pemerintah Jepang. Kalo di sini kan nanti digabung semua sampahnya,” ujar Gracia.
Data dari the Indonesia Olefin, Aromatic, and Plastic Industry Association (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun. Sebanyak 3,2 juta ton di antaranya merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut.
Sumber tersebut juga menyebutkan kantong plastik yang terbuang ke lingkungan sebanyak 10 miliar lembar per tahun atau sebanyak 85.000 ton kantong plastik.
Untuk mengurangi sampah plastik yang sulit terurai ini, Gracia memilih untuk mulai beralih dari pemakaian plastik sekali pakai ke pemakaian benda-benda reusable seperti sedotan stainless, tas belanja parasut, tempat makan dan botol minum pribadi, serta berbagai benda lainnya. Gracia juga terbiasa mengirim kemasan-kemasan produk berbahan plastik, kaca, dan sebagainya ke armada kemasan untuk di daur ulang.
“Hal yang paling memudahkan aku untuk menerapkan hidup minim sampah di Jakarta itu ada beberapa fasilitas pemilahan sampah yang bisa di-order secara online dan tinggal dijemput di rumah agar kita tidak perlu jauh-jauh keluar tapi memang butuh optimalisasi jadwal penjemputan agar sampah pilahan tidak tertumpuk terlalu banyak di rumah,” tambah Gracia.
Tidak hanya Gracia yang mengadaptasi sistem pengolahan sampah ala Jepang, Pemerintah Kota (Pemkot) DKI Jakarta bersama Dinas Lingkungan Hidup daerah setempat juga mengadaptasi sistem pengolahan sampah serupa. Mulai awal Juni ini, Pemkot Jakarta memberlakukan program Pengelolaan Sampah Tingkat Rukun Warga (RW) sebagai implementasi Peraturan Gubernur Nomor 77 Tahun 2020. Program ini merupakan langkah awal untuk membenahi pengelolaan sampah di Indonesia dan patut diapresiasi.
Pada program ini, 147 RW percontohan di DKI Jakarta difasilitasi empat tempat sampah untuk empat kategori sampah berbeda yaitu residu (popok, pembalut, puntung rokok, permen karet), sampah bahan berbahaya dan beracun (B3), material daur ulang (plastik, kertas, logam), dan sampah mudah terurai (sisa makanan dan sisa tumbuhan). Sampah-sampah ini pun nantinya akan diangkut terjadwal ke tempat-tempat yang berbeda seperti residu ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS), B3 ke TPS B3, material daur ulang ke bank sampah, dan sampah mudah terurai ke lokasi pengolahan kompos.
“Semoga makin luas RW yang bisa menjalankan hidup dengan memilah sampah dan hidup minim sampah,” harap Gracia.*
*Infografis dengan topik konten yang sama telah diunggah di Instagram @lpmopini pada 8 September 2021
Link post instagram: https://www.instagram.com/p/CRN2Gb8rkHg/
Penulis: Dinda Khansa
Editor: Dian Rahma & Halima Arba
Redaktur Pelaksana: Anugerah Alif
Pemimpin Redaksi: Langgeng Irma
Referensi:
https://voi.id/berita/54373/pemprov-dki-bakal-uji-coba-pengelolaan-sampah-tingkat-rw-1-juni
https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/
https://waste4change.com/blog/kamikatsu-dream-city-without-trash/2/
https://indonesia.go.id/kategori/indonesia-dalam-angka/2533/membenahi-tata-kelola-sampah-nasional
https://monitor.co.id/2021/03/12/volume-sampah-dki-di-bantar-gebang-meningkat-ini-solusi-dinas-lh/
Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 77 Tahun 2020