Menilik Sejarah Imlek, Tradisi Penting Masyarakat Tionghoa, hingga Perayaan yang Disekap Pandemi
LPM OPINI – Tahun baru Imlek merupakan momen penting yang dinantikan oleh masyarakat etnis Tionghoa ataupun orang-orang yang berketurunan Cina. Berdasarkan kalender penanggalan Tionghoa, tahun baru Imlek diperingati pada hari pertama bulan pertama di tahun yang baru. Sedangkan akhir dari perayaan Imlek berlangsung pada pertengahan bulan yaitu tanggal 15 atau pada saat bulan purnama. Perayaan ini dikenal dengan Cap Go Meh.
Sejarah dan Mitologi Tahun Baru Imlek
Ketepatan tanggal tahun baru Imlek sebenarnya tidak diketahui secara jelas dan pasti, melainkan hanya sebatas prediksi, yakni sebelum Dinasti Qin. Prediksi lain muncul dan mengatakan bahwa perayaan Imlek diawali pada Dinasti Xia di tanggal 1, masa Dinasti Shang pada bulan ke-12, dan pada masa Dinasti Zhou dimulai saat bulan ke-11.
Lain halnya dengan sejarah, menurut mitologi Cina, tahun baru Imlek ini bermula ketika warga berhasil melawan seekor hewan mitos bernama Nian. Di awal tahun baru, hewan yang memiliki arti “tahun” ini kerap kali muncul dan memangsa ternak milik warga serta anak-anak. Penduduk Cina berinisiatif meletakkan beberapa sajian makanan di depan pintu rumah di awal tahun tiap tanggal satu. Menurut mereka, hal itu mampu menyelamatkan kehidupan warga dari Nian, lantaran hewan tersebut hanya akan memakan sajian yang telah disediakan dan tidak memangsa ternak ataupun penduduk.
Imlek, Merah, Api dan Kebisingan
Suatu saat, penduduk mendapati Nian berlari tunggang-langgang kala menjumpai seorang anak yang menggunakan kostum berwarna merah. Semenjak itulah warga mengetahui kelemahan dari hewan ini, yakni takut dengan segala hal berwarna merah. Hal ini pula yang menjadi penyebab terciptanya budaya tradisi pemasangan lentera merah di depan rumah tiap Imlek.Tak hanya itu, warga juga menggunakan tirai berwarna merah yang dipasang pada jendela dan pintu. Guna menambah ketakutan Nian, penduduk turut menghidupkan petasan merah. Kebisingan yang ditimbulkan dapat membuat hewan tersebut semakin takut dan akhirnya benar-benar tidak pernah muncul kembali.
Nilai dan Tradisi Menyambut Imlek
Perayaan Imlek yang terdiri dari sembahyang Imlek, sembahyang pada Thian, dan diakhiri dengan perayaan Cap Go Meh bertujuan sebagai wujud rasa syukur dan terima kasih penduduk Cina. Sembari melakukan jamuan untuk para leluhur, dengan harapan dan doa saat perayaan Imlek, mereka percaya bahwa rezeki akan semakin berlimpah dan hubungan antarsaudara pun akan terjalin harmonis.
Banyak hal yang menjadi tradisi sebelum perayaan Imlek berlangsung, salah satunya kegiatan bersih-bersih rumah. Aktivitas ini dimaksudkan sebagai simbol membuang sial dan menyambutnya dengan peruntungan yang lebih baik. Menghias rumah dengan warna merah menjadi bagian wajib di hari Imlek. Seperti mitologi Cina tentang Nian yang telah dijelaskan sebelumnya, menjadikan warna merah memiliki arti penting, sebagai harapan untuk segala yang baik di tahun baru.
Adapun makanan yang menjadi ciri khas Imlek antara lain kue keranjang, jeruk, mi yang tidak dipotong (melambangkan umur panjang), dan kue bola berbentuk uang (melambangkan kekayaan). Namun demikian, ada pula satu pantangan makanan yang tidak boleh disediakan, yakni bubur sebab dianggap menyimbolkan kemiskinan. Mengunjungi keluarga besar ketika Imlek menjadi momen yang tepat untuk menjaga tali persaudaraan agar tidak terputus. Pada kesempatan ini, orang tua selalu membagikan angpau untuk anak-anak. Mereka yakin, dengan berbagi, rezeki akan lebih lancar di kemudian hari. Lebih lanjut, kegiatan ini melambangkan harapan baru para orang tua terhadap anak-anak agar lebih sejahtera di tahun yang baru.
Keragaman Tradisi Imlek di Berbagai Negara
Tradisi Imlek sangat beragam dan dapat berbeda-beda di tiap daerah. Di Cina Selatan, kue keranjang dan lumpia menjadi sajian yang harus ada, sedangkan di Cina bagian Utara, pangsit merupakan makanan wajib pada hari Imlek. Begeser ke Hong Kong dan Macau, warga mendapat libur selama tiga hingga lima hari ketika Imlek. Tradisi berikutnya, selepas makan malam, warga berkunjung ke toko bunga untuk membeli bunga persik, dafodil, dan jeruk kumquat. Keesokan harinya, mereka mengunjungi kuil untuk berdoa memohon kesehatan dan kemakmuran.
Bergeser lagi ke Taiwan, mereka merayakan Imlek dengan menggelar acara pelepasan lampion. Diawali dengan menulis harapan dan permohonan di lampion yang selanjutnya dilepaskan ke langit. Berbeda dengan yang lain, tradisi khas di Singapura adalah Lao Yu Sheng yaitu sejenis salad dari sayur dan sashimi. Keluarga akan mengelilingi meja bundar dan menjepit hidangan tersebut dengan sumpit sambil mengucapkan harapan. Mereka percaya, siapa pun yang dapat menjepit paling tinggi akan mendapat banyak keberuntungan.
Dari sekian banyak perbedaan dan keragaman dalam peringatan Imlek, tetap ada tradisi utama yang wajib dilakukan bagi semua umat yang merayakan, antara lain makan malam bersama sehari sebelum perayaan Imlek, memberikan angpau, menyalakan kembang api, menggunakan baju baru, dan memasang dekorasi Imlek lainnya.
Perayaan Imlek di Indonesia dalam Situasi Pandemi
Malam tahun baru Imlek juga dikenal dengan istilah Chúx yang artinya malam pergantian tahun. Perayaan ini umumnya diselenggarakan dengan meriah dan penuh sukacita di berbagai negara, termasuk juga Indonesia. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang biasanya turut menyuguhkan pertunjukkan barongsai di pusat keramaian serta tradisi berkunjung ke sanak saudara, pergantian tahun baru Imlek 2572 kali ini agaknya sulit terwujud karena masih dalam kondisi pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah mengimbau masyarakat untuk merayakan Imlek dengan sederhana dan tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti menjauhi kerumunan dan meminimalisasi mobilitas.
Dikutip dari Tempo.co, pengurus Vihara Tri Dharma Bumi Raya di Singkawang, Kalimantan Barat, telah mempersiapkan berbagai protokol kesehatan bagi jemaah yang akan melaksanakan ibadah Imlek, terutama terkait pembatasan jumlah jemaah masuk ke wihara. Ketatnya penerapan protokol kesehatan sebagai respons atas Surat Edaran Gubernur Kalbar yang bertujuan mencegah penyebaran Covid-19 dan agar tidak menimbulkan cluster baru.
Penulis : Dhiya Alya
Editor : Annisa Qonita
Redaktur Pelaksana : Luthfi Maulana
Pemimpin Redaksi : Langgeng Irma