Menyibak Kisah Pembelajaran Daring di Sekolah Luar Biasa

Ketulusan seorang guru dalam mendidik dan membimbing muridnya menjadi salah satu hal yang sangat patut diapresiasi. Tanggal 5 Oktober lalu merupakan hari di mana seluruh dunia memperingati jasa para guru yang kemudian dikenal dengan istilah Hari Guru Sedunia.
Tak akan ada yang dapat mengubah ketulusan hati seorang guru dalam menemani muridnya, bahkan ketika keadaan berubah. Seperti apa yang saat ini kita rasakan, hampir dua tahun sudah para murid melaksanakan kegiatan belajar dengan euforia yang berbeda. Sekolah daring yang saat ini tengah dirasakan mungkin terasa tak mudah bagi sebagian besar orang, tak terkecuali sekolah luar biasa.
Salah satu sekolah luar biasa (SLB) di Jakarta, SLB Kyriakon, tampak menyimpan kisah tersendiri – mulai tantangan sampai kendala tak jarang dirasakan. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat para guru untuk terus menunaikan kewajiban.
Paulus Dharma Setia Adi selaku salah seorang guru di SLB Kyriakon merasa bahwa penguasaan teknologi dan manajemen waktu menjadi tantangan tersendiri selama pembelajaran daring di SLB.
“Kami dituntut menguasai teknologi secara cepat. Kami harus terbiasa menggunakan teknologi, seperti Google Drive, Google Classroom, serta visualisasi materi yang menarik,” jelas Paulus.
Tak hanya itu, Paulus juga mengatakan bahwa para murid berkebutuhan khusus cenderung enggan mengikuti pembelajaran online karena mengartikan tak belajar di sekolah sebagai hari libur.
“Mentang-mentang sekolah daring, para murid suka mengira bahwa ini hari libur. Jadi, kadang mereka susah untuk belajar,” tambahnya.
Peran Para Pendamping yang Mengurangi Kendala Sekolah Daring
Tak sampai di situ, SLB daring juga memiliki kendala yang dirasakan. Selain perangkat yang harus dimaksimalkan untuk keefektifan pembelajaran, kemandirian para anak berkebutuhan khusus rupanya menjadi suatu hal yang harus diperhatikan.
“Pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus bukan hanya soal transfer pengetahuan, tetapi bagaimana kita juga mendidik anak-anak. Kita gak bisa mendidik anak-anak secara online karena (pelajarannya) harus dipraktikkan,” ungkap Paulus.
Maka dari itu, para murid SLB diimbau untuk memiliki pendamping selama kegiatan belajar mengajar (KBM) daring dilaksanakan.
“Kendala ini dapat diatasi dengan peran para pembimbing. Ini menjadi jembatan bagi para guru karena murid jadi bisa mempraktikkan apa yang menjadi pelajaran mereka,” imbuhnya.
Menurut Paulus, pembelajaran online membuat semua pihak sadar bahwa guru, orang tua, dan pendamping berada di kapal yang sama.
“Guru tidak bisa bekerja kalau pendamping tidak siap, begitu pula dengan sebaliknya. Di sini, kita sadar bahwa kita saling membutuhkan,” jelas Paulus.
Strategi Guru SLB agar Murid Berkebutuhan Khusus Tidak Jenuh Belajar Daring
Paulus mengatakan bahwa aktivitas sekolah daring harus disusun dengan pembelajaran yang tak hanya duduk mendengarkan, tetapi juga melibatkan aktivitas lain.
Di SLB Kyriakon sendiri, setiap harinya sudah ada aktivitas pembelajaran yang telah disusun sedemikian rupa. Tak hanya materi belajar, tetapi juga terdapat aktivitas lain dari murid-murid SLB, mulai dari jalan-jalan virtual, memasak, prakarya, eksperimen, bermain games, sampai belajar musik.
“Yang membuat mereka (murid SLB) bosan adalah karena mereka hanya duduk, jadi bisa diantisipasi dengan mengajak mereka bergerak,” ucap Paulus.
Tak hanya aktivitas selain materi, para guru juga sering mengadakan lomba kerajinan tangan, seperti lomba membuat marakas serta lomba menghias telur Paskah yang belum lama ini diadakan.
Menurut Paulus, perlombaan ini dapat menimbulkan rasa persaingan dengan teman lain dan menjadi salah satu strategi agar para murid tidak jenuh dan terus termotivasi.
Apresiasi untuk Para Pendamping
Paulus memberikan apresiasi setinggi-tingginya pada para pendamping yang telah berupaya maksimal menemani murid.
“Saya mengucapkan terima kasih kepada para pendamping. Di samping pekerjaan rumah tangga yang harus diselesaikan, mereka masih harus mendampingi murid, padahal tadinya itu menjadi tugas guru, tetapi dilimpahkan ke pendamping,” ungkapnya.
Paulus berharap pembelajaran di SLB bisa secepatnya dilakukan secara tatap muka, sebab Ia merasa sekolah daring menghambat interaksi antara guru dengan murid berkebutuhan khusus. Terlebih mengingat bahwa membimbing para anak berkebutuhan khusus tidaklah mudah jika dilakukan secara daring.
“Pendidikan tidak bisa digantikan dengan mesin. Jadi memang guru yang harus mengajar. Pendidikan harus melibatkan semua indra pada tubuh dan itu dapat terjadi ketika murid belajar di sekolah,” pungkasnya.
Penulis: Almira Khairunnisa
Editor: Annisa Qonita Andini
Redaktur Pelaksana: Luthfi Maulana
Pemimpin Redaksi: Langgeng Irma