Peniadaan Beberapa Tradisi, Esensi Hari Raya Waisak Berubah?
LPM OPINI – Hari Raya Waisak tahun ini resmi jatuh pada Rabu (26/5/21) sekaligus menjadi kali kedua diperingati pada masa pandemi. Perayaan Hari Raya Waisak biasanya identik pengambilan air dan api, sembahyang, meditasi, maupun penerbangan lampion. Namun, beberapa hal tidak dapat dilaksanakan karena regulasi pemerintah dalam upaya pemutusan mata rantai pandemi.
Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan Surat Edaran Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Panduan Penyelenggaraan Puja Bhakti/Sembahyang Dan Dharmasanti Hari Raya Tri Suci Waisak 2565 Tahun Budhhis/2021 di Saat Pandemi Covid-19.
Berikut ringkasan dari surat edaran tersebut :
- Kegiatan sosial seperti Karya Bakti di Taman Makam Pahlawan dan Bakti Sosial menyambut Hari Raya Tri Suci Waisak dilaksanakan dengan mengikuti protokol kesehatan dengan maksimal 30% dari kapasitas tempat kegiatan.
- Puja Bhakti/Sembahyang dan Meditasi detik Waisak diimbau untuk dilaksanakan dirumah masing-masing.
- Rangkaian acara menyambut hari Waisak seperti pengambilan api dan air ditiadakan karena melibatkan banyak umat.
- Organisasi/Majelis Agama Buddha dapat memanfaatkan teknologi informatika untuk melakukan live streaming terkait perayaan Tri Suci Waisak.
- Dharmasanti Hari Raya Tri Suci Waisak dapat dilaksanakan baik dalam jaringan (virtual) atau di luar jaringan (ruangan). Pelaksanaan Dharmasanti di luar jaringan hanya bisa dilakukan oleh daerah dengan zona hijau dan kuning dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
- Anjangsana dalam rangka Hari Raya Tri Suci Waisak agar hanya dilakukan dengan keluarga dan tidak menyelenggarakan open house.
Menyikapi surat edaran tersebut, berbagai tanggapan muncul dari masyarakat. Salah seorang umat Buddha, Yolanda Audrey, berpendapat bahwa pemerintah mengambil langkah yang tepat untuk meminimalisasi penyebaran Covid-19.
“Aku setuju dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh Kemenag karena balik lagi, Covid-19 masih ada di sekitar kita. Meskipun tidak ada surat edaran pun seharusnya memang itu yang harus dilakukan oleh umat-umat Buddha dan agama yang lain untuk meminimalkan penyebaran,” ungkapnya saat diwawancarai oleh LPM OPINI pada Minggu (23/5).
Meskipun begitu, Hari Raya Tri Suci Waisak yang diimbau untuk dilakukan di rumah masing-masing dinilai cukup berpotensi mengurangi esensi perayaan. Menurut Yolanda, hal ini terjadi karena memang keadaan yang tidak memungkinkan untuk melakukan perayaan seperti saat sebelum pandemi.
“Esensinya pasti berubah, tapi sedikit dan tergantung bagaimana kita memaknai sebuah perayaan. Seperti pengambilan api dan air, aku tau esensinya apa dan aku percaya tapi pun ditiadakan ya memang karena kondisinya tidak memungkinkan,” jelasnya.
Ke depannya, Yolanda berharap pandemi segera berakhir agar aktivitas dapat kembali berjalan dengan normal dan perayaan Hari Raya Waisak dapat berjalan seperti yang seharusnya.
“Semoga Hari Raya Waisak tahun depan sudah bisa dilaksanakan secara semestinya karena setiap perayaan kan mempunyai esensi masing-masing dan esensi terbaik itu kalau kita bisa berkumpul dengan orang-orang yang kita sayang,” pungkasnya.
Penulis : Sekar Ajeng
Editor : Annisa Qonita
Redaktur Pelaksana : Luthfi Maulana
Pemimpin Redaksi : Langgeng Irma