Perempuan Berdaya, Perempuan Melawan Stigma
Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day diperingati setiap tanggal 8 Maret di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Women’s March Semarang bersama IWD Semarang turut menyelenggarakan perayaan tahunan tersebut dengan menggelar acara berupa panggung seni dan long march pada Minggu (08/3). Bertempat di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, massa yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat mulai memadati area sejak pukul enam pagi.
Setidaknya ada dua belas tuntutan yang disuarakan melalui momentum ini, antara lain:
(1) Tolak RUU Bermasalah (Omnibus Law dan RUU Ketahanan Keluarga)
(2) Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Pekerja Rumah Tangga
(3) Penuhi Edukasi Seks dalam Institusi Pendidikan dan Permudah Akses Alat
Kontrasepsi dan Kesehatan Reproduksi
(4) Hentikan Operasi Militer di Papua
(5) Dukung Pilihan Perempuan Atas Tubuhnya
(6) Permudah Layanan BPJS
(7) Cabut Pasal Karet UU ITE
(8) Lindungi Hak Buruh Migran
(9) Hentikan Kriminalisasi Aktivis Perempuan dan Pekerja Seks
(10) Penuhi Hak Aksesibilitas dan Sensibilitas terhadap Kawan Disabilitas
(11) Penuhi Hak Korban Penggusuran
(12) Hentikan Segala Bentuk Diskriminasi (Minoritas Seksual dan Gender,
Minoritas Agama, Perempuan dalam Organisasi)
Acara yang dimulai pada pukul tujuh ini dibuka dengan penampilan musikalisasi dan pembacaan puisi, drama teatrikal, serta orasi dari beragam komunitas yang hadir. Pada pukul sembilan, acara dilanjutkan dengan long march. Garis start di depan Gubernuran dengan rute memutari Lapangan Pancasila Simpang Lima dan kembali ke tempat awal. Momentum ini bertujuan sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi dan keluh kesah perihal diskriminasi dan ketidaksetaraan yang dialami perempuan, buruh, dan kaum marginal lainnya. Berbagai harapan maupun kekesalan tersebut dituangkan dalam tulisan-tulisan kreatif berupa poster.
Mengusung tema besar “Ruang Aman untuk Semua”, perayaan ini diharapkan dapat menjadi pengingat bersama mengenai pentingnya keadilan dan kesetaraan bagi tiap manusia, khususnya dalam hal kesetaraan gender. “Saya sudah diusir sama keluarga, gara-gara saya waria. Dengan adanya acara ini, saya seneng banget karena bisa ketemu teman baru yang memandang saya setara,” ungkap S, salah satu peserta yang turut meramaikan perayaan IWD.
Ingin Memberantas Sistem Patriarki
Disadari atau tidak, budaya patriarkis yang mengakar kuat di negeri ini, telah membuat perempuan diopresi dan menjadi subordinat laki-laki, baik di lingkungan masyarakat maupun di sektor publik. Hal senada juga diungkapkan oleh Arum dari Rumah Pelangi Indonesia, komunitas yang bergerak di bidang penanganan isu minoritas, gender, dan seksual.
Tumbuh dan besar di lingkungan yang patriarkis, membuatnya makin paham bagaimana perjuangan yang dilakukan perempuan membebaskan diri dari belenggu batas aktualisasi diri. Konstruksi sosial yang telah lama terbentuk sejak dahulu seolah menghambat pergerakan yang berusaha digalakkan. Tidak hanya berupaya keras memperjuangkan hak, melainkan juga melawan serta mendobrak stigma yang telah beredar luas di masyarakat, bahwa perempuan tidak sama dengan laki-laki, bahkan berada dalam posisi inferior. “Menurut saya, hal yang paling penting itu memberantas sistem patriarki, karena itu akar dari semua penindasan,” ujarnya.
Tiap individu tentu berbeda, sehingga membentuk pluralisme yang sangat berwarna. Struktur sosial cenderung membentuk pola pikir masyarakat untuk tidak menerima keberagaman, terlebih pada kaum rentan maupun minoritas. Di lingkungan pendidikan, pekerjaan, maupun kemasyarakatan, perempuan acap kali diopresi. Begitu pula buruh dan minoritas seksual seperti lesbian dan gay. Arum berharap, momentum ini dapat dijadikan titik tolak perjuangan melindungi hak-hak perempuan dan kaum rentan, sebagai manusia seutuhnya.
Kini, setidaknya kesadaran masyarakat, khususnya generasi muda, perihal isu perempuan dan kaum rentan lainnya dinilai sudah mulai meningkat. Sedikitnya, yang menjadi salah satu tolok ukur bagi Arum yakni makin banyak perempuan yang menempati posisi penting, baik di lembaga pemerintahan, organisasi kemasyarakatan, dan jabatan-jabatan intelektual karena kompetensi dan kapabilitas yang dimiliki.
“Agama juga sering dijadiin tameng buat nggak memanusiakan manusia, padahal Tuhan saja mengajarkan kasih sayang. Terus, kalau begitu berarti kita menyembah Tuhan atau menyembah agama?” ucap Arum. Melalui peringatan International Women’s Day 2020 ini, ia berharap perempuan lebih bersemangat untuk menjadi lebih independen, berani serta bertanggung jawab mengambil keputusan dan pilihan atas dirinya sendiri. “Sekali lagi, kita memberantas patriaki, bukan memberantas satu sama lain,” pungkasnya.
Reporter: Annisa Qonita A., Dita Suci
Penulis: Annisa Qonita A.
Editor: Ikhsanny N.I
Redaktur Pelaksana: Annisa Qonita A.