Public Hearing FISIP 2025: Menjaring Aspirasi dan Mengangkat Isu Fakultas
Pihak dekanat berfoto bersama dengan mahasiswa FISIP Undip (Sumber foto: Dhini Khairunnisa)
Pihak dekanat berfoto bersama dengan mahasiswa FISIP Undip (Sumber foto: Dhini Khairunnisa)

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) kembali menyelenggarakan forum penjaringan aspirasi bagi mahasiswa FISIP Universitas Diponegoro (Undip) dalam bentuk Public Hearing 2025. Kegiatan yang dilaksanakan di Auditorium FISIP pada Kamis (05/06) ini membawakan berbagai isu yang menjadi keresahan bersama bagi mahasiswa FISIP. Tidak hanya isu kolektif, mahasiswa juga dapat memaparkan isu yang menjadi perhatian mereka dalam aktivitas perkuliahan di FISIP. Dengan dilaksanakannya Public Hearing, diharapkan mahasiswa dapat berdiskusi langsung dengan pihak dekanat dan memperoleh tanggapan terkait isu yang dibawakan. 

 

Upaya Mengangkat dan Mengawal Isu Bersama

Ketua BEM FISIP 2025, Muhammad Daffa Alfirossy menyampaikan salah satu aspirasi (Sumber foto: Taufiqurrahman Alfarisi)
Ketua BEM FISIP 2025, Muhammad Daffa Alfirossy menyampaikan salah satu aspirasi (Sumber foto: Taufiqurrahman Alfarisi)

Public Hearing 2025 membawakan enam isu besar yang merupakan hasil kuesioner yang disebarkan oleh Senat Mahasiswa (SM) FISIP Undip sebagai upaya untuk menghimpun aspirasi-aspirasi mahasiswa. Isu-isu tersebut terdiri dari: Masalah kantin, area parkir, akademik, ruang kelas, perpustakaan, dan kawasan tanpa rokok (KTR). Ketua SM FISIP Undip 2025, Anang Abhi Nugroho menyebut alasan dari penjaringan dan pengelompokkan enam isu tersebut agar forum berjalan lebih kondusif dan aspirasi dapat lebih banyak ditampung.

“Terkait isu yang disampaikan, itu berkaca pada tahun lalu yang kurang terkontrol. Di mana tahun lalu banyak keresahan, (tetapi) hanya beberapa keresahan atau penyampaian yang memperoleh jawaban,” papar Abhi ketika diwawancarai oleh pihak LPM OPINI pada hari Kamis (05/06). 

Melalui Public Hearing, mahasiswa dapat menyampaikan isu-isu tersebut dengan pemangku kebijakan serta dapat ditindaklanjuti secara responsif oleh para pemangku kebijakan yang berada di FISIP Undip. 

“Harapannya selain daripada menyuarakan keresahan, harapannya juga bisa dapat direspon secara responsif dan juga lebih akurat dengan stakeholder terkait yang ada di FISIP,” sebut  Abhi. 

Meskipun begitu, kegiatan Public Hearing hanya menjadi langkah awal dalam pengawalan isu bersama. Agar upaya advokasi isu dapat berjalan lancar, perlu adanya kesadaran kolektif mahasiswa untuk mengangkat isu yang menjadi perhatian.

“Harapannya membentuk sinergitas pengawalan, agar advokasi ini dapat tersampaikan dan terealisasikan. Maka dari itu, perlu adanya dorongan secara kolektif temen-temen mahasiswa yang melakukan pengawalan bersama,” jelas Abhi.

 

Isu Bersama yang Beragam Bedanya

Tampilan beberapa isu yang diadvokasikan dalam Public Hearing 2025 (Sumber foto: Davino Krisna)
Tampilan beberapa isu yang diadvokasikan dalam Public Hearing 2025 (Sumber foto: Davino Krisna)

Public Hearing memberikan kesempatan bagi beberapa mahasiswa untuk menyampaikan masing-masing aspirasinya dengan bentuk komunikasi dua arah bersama pihak dekanat. Beberapa isu yang menjadi keresahan utama mahasiswa FISIP antara lain adalah permasalahan kantin dengan 169 responden, KTR sejumlah 135 responden, dan area parkir dengan total 71 responden. 

Seorang mahasiswa Program Studi (Prodi) Administrasi Bisnis, Hanif, memaparkan bahwa pihak birokrasi belum mampu membentuk regulasi akan kantin yang memperhatikan kebersihan lingkungan.

“Menurut saya sendiri, alangkah baiknya pihak birokrasi membuat sebuah regulasi yang membuat kantin menjadi ramah lingkungan atau kemasan yang lebih ramah lingkungan,” usul Hanif.

Pihak dekanat pun menjawab terkait permasalahan kantin sebagai evaluasi, terutama dalam hal pemilahan sampah kemasan yang bisa diolah ulang untuk menanggulangi permasalahan kebersihan di kantin FISIP.

“Nanti kita akan perbaiki lagi, supaya kantin, packagingnya bisa diolah ulang, sekali buat bersih,” balas Wakil Dekan II FISIP, Ika Riswanti. 

Selain permasalahan lingkungan kantin, kawasan tanpa rokok menjadi isu yang membawa perhatian mahasiswa. Seorang mahasiswa Administrasi Publik, Fikri berpendapat bahwa kurang efektifnya KTR memerlukan jalan tengah sebagai solusi, yaitu kawasan smoking area.

“Permasalahan ini sampai sekarang, masih banyak mahasiswa yang merokok di kawasan tanpa rokok. Kebijakan kurang efektif terhadap mahasiswa. Saran dari mahasiswa, perlu diadakan area smoking, sebagai jalan tengah,” jelas Fikri.

Terkait hal ini, alur birokrasi kembali menjadi kendala terlaksananya penanganan langsung dari kampus. Dekan FISIP, Teguh Yuwono menjelaskan bahwa pembangunan area merokok hanya bisa dilakukan atas perintah rektor, di luar itu, pihak fakultas tidak memiliki wewenang untuk berbuat apa-apa. 

“Saya juga tidak bisa dan tidak mau mengambil kebijakan dengan membangun kawasan khusus, karena tidak ada dalam edaran rektor. Bersuratlah kepada rektor untuk diberikan ruang tempat khusus untuk merokok, dan kalau ada (izin) dari pak rektor maka akan saya buatkan,” terang Teguh. 

Menambahkan dari Teguh, Ika pula menyatakan bahwa FISIP masih memperbolehkan perokok untuk merokok di lingkungan fakultas. Hanya saja dengan tetap memperhatikan lingkungan dan kenyamanan orang lain. 

“Yang ngerokok-ngerokok kita tidak melarang, tapi kalian jangan all over the place. Kalian boleh melaksanakan kebebasan kalian, tapi mohon punya tanggung jawab,” tegasnya.

Meskipun membawakan enam isu besar, Public Hearing juga memberikan kesempatan bagi mahasiswa dalam menyuarakan aspirasinya yang tidak tertera di hasil kuesioner. Mahasiswa Hubungan Internasional, Faisal, menyuarakan kelas luar jaringan (luring) yang masih dilaksanakan melebihi jam efektif kampus. 

“Menilik kembali evaluasi akademik mengenai kelas malam offline ditiadakan. Namun, masih ada mahasiswa yang memiliki kegiatan belajar di kelas malam di jam 7 malam offline di FISIP. Setelah war IRS (Isian Rencana Studi) pun ada pemindahan secara tiba-tiba dari akademik, rasionalisasinya apa?” tanya Faisal. 

Wakil Dekan I, Rouli Manalu menyebutkan bahwa adanya jadwal kelas jam 7 malam bukanlah bagian dari jadwal yang ditawarkan oleh fakultas. Efektifnya, fakultas hanya menyediakan jadwal dari yang paling pagi jam 6.30 hingga yang paling sore dimulai dari jam 14.30 WIB. Bila ada jadwal kelas selain itu, maka merupakan hasil kesepakatan dari dosen dan mahasiswa. 

“Sekarang ada dosen yang menjadwalkan di luar jam segitu sebab kesibukan lain, maka diberikan kesempatan untuk kuliah di luar jam segitu dengan kesepakatan mahasiswa. Kalau kalian keberatan, dan dosen kalian memaksakan, kalian bisa ngomong ke advokesma dan dosen itu mesti kita berikan sanksi,” tanggap Rouli.

 

Aspirasi untuk Public Hearing ke Depannya

Pelaksanaan Public Hearing 2025 masih memiliki ruang evaluasi untuk Public Hearing ke depannya. Pembagian waktu bagi tiap aspirasi, penjaringan aspirasi yang perlu lebih menyeluruh, dan spesifikasi isu menjadi perhatian untuk selanjutnya. Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Ahmad Ibnusurrur, mengharapkan jangka waktu penyampaian tiap isu diperpanjang.

“Isu yang kita angkat, kan, cukup banyak pro-kontra, tapi durasi yang disediakan (hanya) 15 atau 12 menit. Mungkin ke depannya waktu panjang pembahasan bisa 50 menit, seperti waktu musyawarah mahasiswa,” terangnya.

Selain permasalahan durasi, penjaringan aspirasi secara menyeluruh perlu menjadi perhatian untuk Public Hearing ke depannya. Mahasiswa Hubungan Internasional, Hizu (nama samaran) menemukan kurangnya aspirasi yang dipaparkan oleh mahasiswa Administrasi Publik Rembang.

“Bagaimana dengan saudara kita yang di Rembang? FISIP jangan Tembalang sentris, saudara-saudara kita yang di Rembang juga harus dipenuhi kebutuhannya,” ujar Hizu.

Spesifikasi isu juga perlu ditekankan dalam penyampaian aspirasi. Harapan penekanan tersebut bertujuan agar isu yang dikawal dapat lebih terfokus dan komprehensif dalam pengawalannya.

“Sekiranya untuk Public Hearing tahun depan dapat lebih dispesifikasikan, misalnya ada suatu isu yang dikawal, pertanyaan lanjutannya untuk sekiranya fokus apa, misal kayak (masalah) kantin, nah (masalah) kantin bagian mana. Jadi perlu ada spesifikasi lebih agar memberikan bentuk penjelasan secara komprehensif terkait isu-isu yang dikawal.” tutup Abhi.

 

Penulis: Taufiqurrahman Alfarisi
Reporter: Taufiqurrahman Alfarisi, Davino Krisna, Muhammad Akbar
Editor: Kayla Fauziah
Pemimpin Redaksi: Kayla Fauziah

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.