Mei Berkabung: Ruang Merawat Ingatan Pelanggaran HAM di Indonesia


Mei Berkabung kembali digelar di sejumlah fakultas Universitas Diponegoro (Undip), seperti Fakultas Hukum (FH) dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Kegiatan ini digelar untuk mengenang peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu melalui rangkaian acara masing-masing fakultas. Bidang Hukum, Sosial, dan Politik (HSP) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH mengadakan sejumlah rangkaian acara dengan mengusung tema “Merawat Ingatan: Peristiwa Pelanggaran HAM Berat yang Tidak Kian Ditindaklanjuti oleh Aparat” yang digelar di Beranda Kreativitas pada Selasa (20/05) hingga Kamis (22/05). Sementara itu, Bidang Sosial dan Politik (Sospol) BEM FISIP menggelar pertunjukan teater, diskusi terbuka, dan panggung bebas di belakang Gedung B FISIP pada Senin (26/05).
Mei Berkabung di FH: Merawat Ingatan Lewat Aksi dan Panggung Teater

Dalam tiga hari pelaksanaan Mei Berkabung di FH, rangkaian kegiatan diisi oleh berbagai bentuk ekspresi mahasiswa mulai dari petisi, melukis, diskusi, bedah film, hingga panggung bebas yang menampilkan orasi, teater, dan pertunjukan musik.
Mengenai tema yang diusung, Staf Muda Bidang HSP BEM FH, Muhammad Rizky Ardiansyah mengatakan tema yang dipilih bertujuan untuk merawat ingatan mahasiswa terhadap pelanggaran HAM yang belum mendapat keadilan.
“Kenapa kami mengusung tema seperti itu, karena pada hakikatnya pergerakan timbul dari sejarah dan keinginan. Jadi, kita tidak boleh melupakan sejarah, pelanggaran-pelanggaran HAM yang bahkan hingga saat ini masih berjalan dan banyak yang belum ditindaklanjuti,” papar Rizky.
Rangkaian acara Mei Berkabung turut melibatkan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk bidang Minat dan Bakat BEM FH. Selain menghadirkan orasi dan diskusi, panggung bebas juga diramaikan oleh penampilan musik dari berbagai band lintas fakultas.
“Menurut kami, gigs itu adalah sebuah seni, seni pertunjukan bebas yang mengusung kebebasan demokrasi. Band sendiri merupakan kumpulan dari seni-seni yang diekspresikan ke dalam musik,” ujar Rizky.
Tidak hanya melalui musik, ekspresi mahasiswa juga diwujudkan dalam bentuk pertunjukan teater. Panggung bebas diawali oleh penampilan Teater Themis dengan naskah berjudul Tuna Rasa. Sutradara pementasan Teater Themis, Roja menyebut pementasan yang dibawakan merupakan simbolisasi masyarakat Indonesia yang dibungkam oleh kekuasaan melalui tokoh Amara yang buta, tuli, dan lumpuh.
“Itu menggambarkan masyarakat Indonesia sebenarnya, yang kita itu dibutakan oleh pemerintah, dibutakan oleh keadilan yang ada, kita ditutup-tutupi,” ungkapnya.
Mei Berkabung di FISIP: dari Diskusi hingga Panggung Aspirasi

Sementara itu, Bidang Sospol BEM FISIP Undip turut menggelar rangkaian acara Mei Berkabung yang meliputi diskusi publik bersama dosen Mas Aji, penampilan dari Teater Kursi, serta ruang aspirasi bagi mahasiswa.
Ketua BEM FISIP Undip, M. Daffa Alfirossy, menjelaskan beberapa rangkaian acara yang diadakan merupakan bentuk penyediaan ruang berekspresi bagi mahasiswa.
“Di sini kita membuka ruang diskusi dan ekspresi, agar mahasiswa dapat menyuarakan ketidakadilan yang masih terjadi serta mengenang peristiwa masa lalu dengan cara yang kritis dan reflektif,” terangnya.
Alasan digelarnya Mei Berkabung juga menjadi bentuk renungan atas pelanggaran HAM masa lalu dan ketidakadilan yang masih berlangsung hingga kini. Mahasiswa diajak untuk tetap kritis dan tidak melupakan sejarah.
“Mei dimaknai sebagai bulan yang penuh rasa mengenang atas seluruh peristiwa masa lampau, pelanggaran-pelanggaran HAM, juga bagaimana kita sebagai rakyat, sebagai mahasiswa, merasakan ketidakadilan di negeri ini,” imbuh Daffa.
Pelaksanaan kegiatan Mei Berkabung juga mendapat respons yang cukup terbuka dari pihak fakultas. Daffa berterus terang dengan adanya dukungan dari birokrasi membantu memperlancar jalannya acara dan membuka ruang-ruang diskusi.
“Temen-temen dari birokrasi sudah paham dengan gerakan mahasiswa. Hari ini birokrasi pun, juga Mas Aji sebagai bagian dari birokrasi mendukung upaya-upaya ekspresi kita sebagai mahasiswa,” ungkapnya.
Dukungan tersebut juga terlihat dari terlaksananya berbagai bentuk ekspresi mahasiswa selama acara berlangsung, salah satunya adalah penampilan teater.
Penampilan Teater Kursi mengangkat isu kekerasan seksual terhadap perempuan dalam aksi demonstrasi. Sang sutradara, Kunci (nama panggung), menyatakan bahwa meski berdurasi singkat, ia berharap penonton ikut merasakan keresahan mereka melalui pementasan tersebut.
“Aku harap, semua orang yang menonton bisa merasakan keluh kesah kita, kesakitan kita, juga aspirasi kita,” jelasnya.
Merawat Ingatan, Menjaga Kesadaran

Meskipun dilaksanakan dengan pendekatan yang berbeda, peringatan Mei Berkabung di FH dan FISIP Undip sama-sama menjadi ruang untuk mengenang tragedi pelanggaran HAM di masa lalu. Mei Berkabung juga digunakan sebagai bentuk kritik atas ketidakadilan yang masih berlangsung di tanah air hingga saat ini.
Melalui pelaksanaan Mei Berkabung, Daffa berharap kegiatan ini dapat menjadi pengingat pentingnya ruang-ruang dialektika di kampus.
“Mei Berkabung akan tetap berjalan karena sifatnya untuk mengenang, untuk mendoakan, untuk bagaimana kita senantiasa mengingat atas peristiwa yang terjadi,” ucapnya.
Senada dengan Daffa, Rizky juga menyatakan harapannya agar mahasiswa untuk tidak melupakan sejarah pelanggaran HAM yang belum terselesaikan.
“Kami ingin mahasiswa mengetahui bahwa masih banyak pelanggaran yang belum dituntaskan. Penyelesaian keadilan harus dilakukan secara menyeluruh,” pungkas Rizky.
Reporter: Taufiqurrahman Alfarisi, Najwa Rahma
Penulis: Dafan Mahendra
Editor: Aulia Retno
Pemimpin Redaksi: Kayla Fauziah