Semarang Melawan Cekikan Prabowo-Gibran: Minimnya Respons Dewan meski Berhasil Masuki Gubernuran

Gelombang demonstrasi menanggapi rentetan kebijakan berpotensi merugikan masyarakat hasil pemerintah terus menyebar ke beberapa kota di Indonesia, salah satunya Semarang. Demonstrasi bertajuk “Semarang Menggugat: Negara Sekarat, Prabowo-Gibran Mencekik Rakyat” pada hari Selasa (18/02) di Kantor Gubernur Jawa Tengah mengundang berbagai universitas dan organisasi sosial di Semarang untuk bersama-sama menuntut pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam berbagai aspek. Tuntutan-tuntutan yang diangkat merupakan refleksi terhadap kebijakan pemerintah seperti efisiensi anggaran, penempatan pendidikan dan kesehatan sebagai prioritas pendukung, serta jumlah kementerian yang menyebabkan kabinet terlihat layaknya Kabinet Gemuk. Melalui aksi damai, para demonstran berhasil melakukan berbagai aksi simbolis dan memasuki Kantor Gubernur Jawa Tengah. Meskipun begitu, aspirasi belum mampu tertampung secara maksimal oleh para pemangku kekuasaan dengan sungkannya mereka untuk turun mendengar suara demonstran.
Konsolidasi yang Berujung Massa Aksi

Aksi yang berlangsung dari pukul 13:00 WIB hingga 18:13 WIB tersebut merupakan hasil dari beberapa konsolidasi yang dilakukan dari hari Jumat (14/02) dan hari Minggu (16/02) untuk menentukan tuntutan aksi. Melalui konsolidasi-konsolidasi tersebut, isu-isu terkait Revisi Undang-Undang (RUU) Mineral dan Tambang (Minerba), potensi beasiswa yang dihilangkan, dan efisiensi anggaran menjadi beberapa poin penting yang dibawa dalam aksi tersebut.
“Kita mulai dari konsolidasi terlebih dahulu, konsolidasi di internal Undip (Universitas Diponegoro) sendiri yakni di hari Jumat dan kemudian berlanjut di hari Minggu. Isu yang kita bawa terutama terkait efisiensi anggaran pemerintah, Revisi Undang-Undang Minerba, lalu juga ada beasiswa yang dihilangkan, dan juga tentu adalah (isu) efisiensi pendidikan,” jawab Wakil Bidang Sosial dan Politik (Sospol) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Undip selaku koordinator lapangan, Muhammad Rafi Aliefanto saat ditemui LPM OPINI pada hari Selasa (18/02).
Selain itu, demonstrasi tersebut direncanakan sebagai aksi simbolik yang bertujuan sebagai pengingat pemerintahan Prabowo-Gibran untuk tidak membentuk kebijakan secara spontan dan dalam waktu singkat, terutama terkait isu efisiensi anggaran.
“Tujuannya sebagai pengingat, peringatan kepada rezim hari ini, (tidak) mengeluarkan kebijakan yang sembarangan lah, salah satunya terkait dengan efisiensi anggaran,” ujar Ketua BEM Undip, Aufa Atha Ariq Aoraqi.
Memasuki Kantor Gubernur Tanpa Perlawanan

Gerakan berjalan dengan beragam aspirasi melalui orasi, pembacaan puisi, hingga aksi simbolis melemparkan kotoran sapi ke depan gerbang Kantor Gubernur Jawa Tengah. Simbolisme tersebut merupakan respons dari mahasiswa yang menganggap bahwa kebijakan pemerintahan Prabowo-Gibran memiliki efek seburuk kotoran yang dilempar ke gedung pemangku kebijakan tersebut.
“Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Prabowo-Gibran adalah kebijakan-kebijakan t*hi, yang mana aku rasa sangat jelas berefek buruk kepada masyarakat luas,” tambah Rafi.
Tidak hanya itu, demonstrasi tersebut mampu menembus masuk ke dalam kantor gubernur yang sebelumnya hanya mampu mencapai depan pagar. Hal tersebut menjadi simbol kesuksesan bagi beberapa mahasiswa yang sudah sekian lama tidak mampu mencapai ke halaman Kantor Gubernur Jawa Tengah.
“Dari sekian lama aksi yang terjadi di Semarang, kita baru menduduki lagi halaman gubernuran itu pada aksi yang kali ini,” ucap Koordinator Komisariat (Korkom) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Diponegoro, Nabila Zifni Syafira.
Namun, terdapat pendapat yang menyebut bahwa masuknya mahasiswa ke halaman Kantor Gubernur Jawa Tengah tersebut belum menjadi titik keberhasilan aksi. Hal ini karena tuntutan yang dibawa saat aksi masih belum terselesaikan ketika mahasiswa memasuki halaman.
“Masuknya dan bisa berdiri atau duduknya kita di sini bukanlah menjadi penanda bahawasanya kita sudah menang atau berhasil. Berhasilnya kita, bilamana pada akhirnya poin tuntutannya ditandatangani dan poin tuntutan tadi menjadi bahan pertimbangan kembali oleh pemerintah,” jelas perwakilan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Undip, Valdi Merviano.
Percakapan Tanpa Jawaban, Respons Bisu dari Wakil Rakyat

Meskipun demonstrasi tersebut berjalan sukses dengan aspirasi diutarakan tanpa adanya kericuhan yang terjadi baik dari pihak mahasiswa maupun aparat kepolisian, aspirasi tersebut tidak dapat didengar sepenuhnya, terutama oleh pemangku kebijakan dalam Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah. Terlebih, harapan aksi massa atas tuntutan yang disuarakan tidak didengar langsung oleh ketujuh fraksi DPRD yang seharusnya memiliki kewajiban untuk mendengarkan aspirasi masyarakat. Sayangnya, perwakilan yang turun mendengarkan aspirasi mahasiswa hanyalah sekretaris dewan (Sekwan) DPRD yang bukan anggota dewan.
“Apa sebenarnya yang membuat mereka tidak ingin menemui kita? yang mana seharusnya Dewan Perwakilan Rakyat benar-benar mewakili aspirasi dari rakyat, tetapi sejauh ini bukannya mereka menjadi kacung atau pelayan publik, melainkan malah menjadi kacung-kacung bagi rezim,” balas Valdi.
Ketidakhadiran dewan juga menunjukkan internal pemerintah yang terbilang bisu dalam menanggapi aspirasi, meskipun mahasiswa telah menggaungkan pendapatnya di depan kantor gubernur. Hal tersebut membuat mahasiswa menolak mendengar pendapat sekwan dikarenakan permintaan mereka sebelumnya, yaitu anggota dewan untuk turun dan mendengar langsung aspirasi mereka.
“Dari tadi belum ada tanggapan dari mereka (anggota dewan). Cuman mereka itu menurutku ya, menumbalkan tenaga ahli. Kita pengen minta pendapatnya, minta suara dari perwakilan tujuh fraksi itu, tapi mereka nggak ada dan malah dimandatkan sama sekwannya. Itu menurutku udah nggak profesional banget,” kata Nabila.
Meskipun respons pemerintah yang terbilang bisu, aksi selesai dengan damai melalui pembacaan press release dari gabungan mahasiswa dan pembubaran secara masif yang dilakukan mahasiswa dengan kembali menuju Kampus Undip Pleburan. Aksi berakhir dengan catatan adanya kemungkinan aksi lanjutan apabila tuntutan tidak segera didengar maupun ditindaklanjuti.
“Ini aksi awal, ketika memang tidak didengarkan atau ditindaklanjuti, kita akan mengeskalasikan gerakan yang lebih besar dari sebelumnya,” sahut Ariq.
Reporter: Taufiqurrahman Alfarisi, Rafi Amru
Penulis: Taufiqurrahman Alfarisi
Editor: Aulia Retno
Pemimpin Redaksi: Kayla Fauziah
Desain: Izza Karimatan