Dinamika Sidang Penetapan Hasil Pemira FISIP 2024: Permasalahan Teknis, Sidang Tertutup, hingga Keterlibatan Wadek I dalam Meredam Riuh Ricuh Forum

Potret Wadek I FISIP ketika memberi arahan dalam Sidang Penetapan Hasil Pemira pada Kamis (05/12). (Sumber foto: Dafan Mahendra) 

Sidang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Raya (Pemira) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (Undip) Kamis (05/12) lalu diwarnai sejumlah kejadian. Pada awal pembacaan rekapitulasi suara calon senator program studi (prodi) dan calon senator Unit Pelaksana Kegiatan (UPK), situasi di dalam ruangan berjalan kondusif. Akan tetapi, suasana berbeda menyelimuti atmosfer ruangan sidang ketika rekapitulasi suara pasangan calon (paslon) Ketua dan Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dibacakan. Sejumlah massa mendadak ramai memenuhi ruangan sidang yang berada di Aula Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Gedung D FISIP Undip. 

 

Transparansi Pemilih dan DPT Sempat Diperdebatkan

Sidang Penetapan Hasil Pemira FISIP tahun ini diiringi riuh perdebatan antaranggota forum seusai pembacaan rekapitulasi suara yang menunjukkan kekalahan paslon Ketua BEM (Kabem) dan Wakil Ketua BEM (Wakabem) nomor urut 1, Satria Fawaz-Ahmad Yafi melawan kotak kosong. Sejumlah anggota forum meminta Komisi Penyelenggaraan Pemilihan Umum Raya (KPPR) untuk melakukan transparansi pengguna hak suara. 

“Izin melihat suaranya. Hasil dari pemilihan BEM. Satu per satu,” pinta salah satu anggota forum. 

Mengingat KPPR harus menjaga asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber jurdil), Ketua Senat Mahasiswa FISIP 2024, Caren Gilbert Edward Mintalangi memberikan pandangan agar proses transparansi suara bisa dilakukan dengan menampilkan data pemilih per prodi saja.  

“Izin memberi pandangan, terkait transparansinya silakan diperlihatkan saja untuk tiap-tiap jurusannya berapa persen yang memilih. Ketika ditunjukkan data pribadi ini memilih si ini, ini memilih yang ini, saya rasa itu tidak fair, karena kita menjaga pemilih, data pemilih, dan siapa yang memilih kotak kosong ataupun memilih paslon. Jadi ditransparansikan oleh jurusan saja,” jelas Caren. 

Masalah transparansi pemilih menjadi efek domino persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT) melihat beberapa peserta sidang mencoba mempertanyakan kejelasan DPT dan transparansi pemilih. 

“Ini sebenarnya berapa jumlah pemilihnya (DPT), berapa yang menggunakan hak suara dan dari jurusan mana saja, kan takutnya ada (suara) fakultas lain,” ungkap salah satu peserta forum.

Menanggapi hal tersebut, Presidium I, Agheea Geelawana Alwala memberikan pernyataan terkait DPT yang dipersoalkan.

“Izin presidium memberikan jawaban. Pihak kami (KPPR) sudah menetapkan DPT di awal. Setelah sebelumnya ada DPS (Daftar Pemilih Sementara), kemudian tanggapan DPS, lalu baru DPT,” sebutnya.  

Kendati demikian, Agheea berterus terang mendapati suara yang bukan mahasiswa FISIP masuk ke dalam rekapitulasi suara ketika melakukan pengecekan suara bersama Ketua Senat Mahasiswa dan Badan Pengawas Pemilihan Umum Raya (BPPR). 

“Namun, kenapa saya bilang masih mungkin terdapat suara lainnya yang masuk. Karena kami melakukan pengecekan tidak secara keseluruhan. Saya bersama Ketua Senat Mahasiswa dan BPPR menemukan beberapa data (suara) di luar FISIP yang ditandai dengan NIM (Nomor Induk Mahasiswa) awal bukan angka 14. Seperti itu,” terangnya. 

 

Dugaan Penyalahgunaan Hak Suara: Penggunaan Akun SSO untuk Memilih, Padahal Rasa Tidak Memilih? 

Sidang penetapan suara ini turut diwarnai oleh adanya dugaan penyalahgunaan suara dengan menggunakan akun Single Sign On (SSO) orang lain. Salah satu mahasiswa Administrasi Bisnis 2022, Gilang Ahmad Purnama Muharram merasa dirinya dirugikan di Pemira tahun ini karena akun SSO miliknya disalahgunakan oleh oknum. 

“Perkenalkan saya Gilang dari Administrasi Bisnis 2022, saya merasa dirugikan dalam Pemira tahun ini karena SSO saya telah digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Saya hanya meminta transparansi suara saya itu dilarikan ke pihak mana,” pinta Gilang. 

Pernyataan Gilang menuai perdebatan bagi sejumlah anggota forum mengingat kata sandi SSO hanya ditujukan untuk pribadi. 

“Mas Gilang, Anda merasa memilih atau tidak? Oke disini Anda ada, yang punya password Anda. Lho? Kalau gini konteksnya, password Anda, Anda share berarti?” tanya salah satu peserta sidang. 

Menanggapi permasalahan ini, mahasiswa Ilmu Pemerintahan 2023, Muhammad Azyad Yazidi menyampaikan rasionalisasi bahwa pengakuan Gilang perihal penyalahgunaan hak suaranya bisa saja hanya mengada-ada karena tidak ada bukti konkretnya. 

“Ada saudara Mas Gilang yang mengaku bahwa dirinya (hak suaranya) dicoblos, aku toh juga bisa membuat pernyataan begitu. Soalnya buktinya hanya ditampilkan melalui hasil bahwa paslon 1 sudah dipilih. Aku juga bisa kayak gitu. Ya toh? Jadi nggak ada bukti konkret di sini,” papar Yazid.

Per hari Kamis (12/12), dugaan penyalahgunaan hak suara atas nama Gilang Ahmad Purnama Muharram hanya dipertanyakan di dalam forum Sidang Penetapan Hasil Pemira. Berdasarkan pernyataan anggota BPPR, Salwa Umiatik Maliyah, Gilang tidak mengajukan laporan atas dugaan penyalahgunaan hak suaranya kepada BPPR.

“Jadi untuk masalah penyalahgunaan akun SSO dari Gilang Ahmad itu memang hanya dipertanyakan di forum saja oleh ybs (yang bersangkutan). Jadi, sampai sekarang tidak ada tindak lanjut apapun karena dari ybs juga tidak membuat laporan ke BPPR,” jelas Salwa ketika diwawancarai OPINI pada Kamis (12/12). 

 

Keterlibatan Wadek Redam Riuh Ricuh Forum

Suasana sidang semakin tidak kondusif ketika forum mengajukan opsi perhitungan ulang suara dalam model sidang atau forum tertutup untuk melakukan transparansi DPT. Proses penentuan tempat pengadaan sidang tertutup menimbulkan perdebatan karena pendapat yang tidak selaras antara presidium dan anggota forum. 

Presidium menghendaki sidang tertutup tetap dilaksanakan di Aula PKM dengan mengharuskan anggota forum yang tidak berkepentingan meninggalkan ruangan. Sementara itu, anggota forum menginginkan sidang dilakukan di ruang lain dengan rasionalisasi kemungkinan pemenuhan kuorum setelah sidang tertutup tidak dapat tercapai jika tetap dilaksanakan di Aula PKM. 

Menelisik lebih lanjut, alasan presidium memilih untuk menghendaki sidang tertutup di Aula PKM karena persiapan KPPR yang hanya meminjam ruangan tersebut. Akibatnya, pihak KPPR tidak siap dalam mengakomodasi opsi dari forum untuk menyelenggarakan sidang tertutup di ruangan lain.

“Memang dari kami tidak mengantisipasi (sidang tertutup), karena memang ini sidang perhitungan suara dan kami (KPPR) hanya meminjam Aula PKM. Oleh karena itu, ketika diminta adanya forum tertutup, pada saat itu saya berpikir lebih baik untuk forum tertutup dilaksanakan di Aula PKM karena kami hanya meminjam Aula PKM,” ungkap Agheea. 

Suasana sidang yang semakin tidak kondusif ditunjukkan ketika beberapa orang memasuki forum tanpa izin dan memperkeruh suasana dengan menyerukan kata-kata tidak pantas kepada presidium. Hal ini membuat presidium yang memimpin jalannya sidang semakin terpojok dengan opsi-opsi yang diusulkan oleh forum. 

Mengenai forum yang tidak kondusif, Agheea berterus terang jumlah anggota KPPR yang bertugas untuk menjaga kondusifitas forum tidak setara dengan massa yang hadir. 

“Namun, pada saat itu kondisinya memang petugasku dan massa yang datang itu kalah jumlah. Jadi, sebenarnya aku udah memperhatikan bahwa petugasku ini sudah memberi tahu. Saat aku persilakan untuk memperkenalkan diri, tidak ada yg memperkenalkan diri. Mulai titik itu, aku merasa bahwa persidangan tidak kondusif,” jelasnya.  

Riuh ricuh suasana sidang dan ketidaksepakatan forum dalam penentuan tempat pengadaan sidang tertutup akhirnya membuat Wakil Dekan (Wadek) I Akademik dan Kemahasiswaan FISIP, S. Rouli Manalu turun tangan. Rouli mengarahkan kepada presidium, paslon Kabem-Wakabem nomor urut 1 beserta saksi, calon senator prodi beserta saksi, calon senator UPK beserta saksi, dan BPPR untuk melaksanakan sidang tertutup di Ruang B.104 atas kesepakatan forum. 

Terkait keterlibatan Rouli dalam mengarahkan forum, Agheea mengatakan hal tersebut merupakan tindakan spontan dari Rouli dikarenakan forum yang berujung deadlock setelah pengajuan opsi untuk sidang tertutup. 

“Mbak Uli mengintervensi dan mengambil alih forum itu tidak diantisipasi sama sekali. Jadi memang pure karena refleks ada kejadian seperti itu,” ujarnya ketika diwawancarai OPINI pada Jumat (06/12). 

Setelah kejadian tersebut, forum menyepakati pengadaan sidang tertutup untuk menindaklanjuti opsi transparansi DPT. Dalam proses transparansi DPT, terdapat empat suara yang bukan berasal dari mahasiswa FISIP. Hal ini dikonfirmasi oleh Salwa yang menyatakan bahwa empat suara tersebut diputuskan gugur.

“Iya ada 4 dari fakultas lain, akhirnya langsung digugurkan 4 suara itu,” sebut Salwa.

 

Penyerangan Personal terhadap Presidium 

Persoalan lain muncul ketika proses mobilisasi untuk memindahkan ruangan sidang dari Ruang Aula PKM ke Ruang B.104 dilakukan. Beberapa oknum yang hadir dalam sidang penetapan hasil melakukan tindakan anarkis dengan melontarkan ancaman verbal dan melakukan kekerasan fisik terhadap Agheea selaku presidium. 

“Yang bener lu jadi presidium lu anj***, awas lu gue temuin ada apa-apa lu ye,” hardik oknum tersebut dalam rekaman video live streaming akun Instagram resmi Pemira FISIP @pemirafisipundip

Perihal ancaman fisik dan mental sebagai sebuah pelanggaran dalam Pemira sebenarnya sudah tercantum dalam Peraturan Mahasiswa (Perma) FISIP Undip Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pemilihan Umum Raya FISIP Undip Pasal 34 Poin 3 Huruf (c). Ayat ini menegaskan bentuk intimidasi baik secara fisik maupun mental termasuk dalam jenis pelanggaran berat peserta Pemira. Namun, definisi peserta Pemira yang dimaksud dalam ayat tersebut hanya meliputi paslon Kabem-Wakabem serta calon Senator Senat Mahasiswa FISIP Undip seperti yang termaktub dalam bab sebelumnya, yaitu Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 3. 

Dengan demikian, ancaman verbal dan kekerasan fisik yang dilakukan oleh tim sukses, pendukung, atau simpatisan peserta Pemira FISIP Undip belum diatur dalam instrumen hukum yang ada. 

 

Kesalahan Teknis dalam Sidang: Microphone ‘Macet’ dan Human Error Operator

Sidang Penetapan Hasil Pemira ini tidak luput dari berbagai kesalahan teknis. Suara mikrofon presidium yang putus-putus merupakan satu dari sekian permasalahan yang terjadi dalam keberlangsungan acara sidang. Meskipun begitu, KPPR berupaya mengatasi kendala yang terjadi dalam acara tersebut. 

“Jadi untuk mic sendiri sebenarnya itu di luar ekspektasi kita, memang mic-nya kemarin memang jelek. Namun, jika dari aku merasa ketika berbicara itu mic-nya ngadet-ngadet itu aku ulangi kata-kataku,” jawab Agheea. 

Adapun kesalahan fatal yang terjadi ketika forum mengajukan opsi transparansi pemilih dengan menunjukkan daftar nama, program studi, dan pilihan pemilih untuk memastikan keaslian suara hasil rekapitulasi. Sementara itu, untuk menjaga asas luber jurdil, presidium menyetujui hanya jumlah suara per program studi yang ditampilkan. 

Namun, ketika hendak menampilkan hasil suara per program studi, KPPR yang bertugas menjadi operator justru menampilkan data lengkap pemilih kepada forum yang menunjukkan nama, NIM, dan pilihan paslon Kabem-Wakabem.  

“Itu tidak disengaja ya dan itu hanya berlangsung selama beberapa detik. Jadi itu memang hal-hal yang tidak disengaja oleh tim operator,” terang Agheea.

Segala permasalahan yang terjadi dalam Sidang Penetapan Hasil Pemira FISIP Undip 2024 mulai dari adanya masalah teknis, ancaman verbal dan kekerasan fisik kepada presidium, hingga kekosongan hukum yang mengatur hak dan kewajiban pendukung peserta Pemira menjadi refleksi dan evaluasi bagi semua pihak, termasuk KPPR, Senat Mahasiswa, dan seluruh mahasiswa FISIP. 

 

Reporter: Aulia Retno, Dafan Mahendra, Fauzan Haidar, Muhammad Azmi, Natalia Ginting, Raniya Rafiifa, Taufiqurrahman Alfarisi

Penulis: Davino Krisna, Fauzan Haidar, Natalia Ginting, Taufiqurrahman Alfarisi

Editor: Aulia Retno

Pemimpin Redaksi: Natalia Ginting

Desain: Aprilia Shintia

 

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.