Poster film How to Make Millions Before Grandma Dies. (Sumber foto: X @WatchmenID)

Film How to Make Millions Before Grandma Dies merupakan sebuah film produksi negara Thailand yang disutradarai oleh Pat Boonnitipat secara resmi tayang pada Rabu (15/05) di seluruh layar lebar Indonesia. Film yang mengisahkan dinamika hubungan keluarga antara orang tua-anak dan nenek-cucu ini berhasil menggaet perhatian masyarakat Indonesia. Per hari ini, Selasa (28/05), film How to Make Millions Before Grandma Dies telah berhasil meraih lebih dari 2 juta penonton. Hal ini menjadikan film yang berjudul asli “Lahn Mah” tersebut menjadi film Thailand terlaris di Indonesia sepanjang sejarah mengalahkan film The Medium, dengan total kurang lebih 730 ribu. 

 

Dinamika Hubungan antaranggota Keluarga

Cuplikan resmi film How to Make Millions Before Grandma Dies. (Sumber: YouTube CGV Kreasi)

Mengangkat isu yang bertema keluarga, film How to Make Millions Before Grandma Dies berfokus pada kisah remaja laki-laki bernama M, yang memilih berhenti bekerja untuk merawat Amah—sebutan bagi sang nenek, yang sedang mengidap sakit keras dengan diagnosis sisa umur hanya satu tahun. Keputusan M untuk merawat Amah berawal dari keinginan M untuk membuat neneknya menyukainya sehingga ia memiliki kesempatan untuk mendapat warisan dari Amah. 

Namun, dalam usaha M untuk merebut hati Amah, nyatanya tidak semudah apa yang ia bayangkan. M berpikir bahwa ia harus bekerja lebih keras agar ia menjadi cucu kesukaan Amah melalui usaha-usaha tiada henti, seperti mengantar nenek berjualan congee—bubur khas Thailand, merebus air hangat, memapah nenek menuruni tangga, dan melalui pekerjaan rumah yang lain. Awalnya, hal-hal ini semata-mata M lakukan untuk dapat merebut perhatian Amah. Namun, pada akhirnya ketulusan hati M menuntunnya untuk merawat Amah secara cuma-cuma. 

Selain berfokus dengan hubungan M dan Amah, film ini juga menyoroti dinamika hubungan yang terjalin dalam keluarga tersebut. Amah dipotretkan sebagai Ibu tiga anak yang tangguh dan selalu ingin yang terbaik bagi anak-anaknya. Karakter Amah yang realistis seakan mampu mengundang air mata untuk turun di wajah para penonton. Amah yang seakan tidak pernah mengeluh, tidak pernah protes, dan selalu menerima dengan lapang perilaku anak-anaknya mampu menghadirkan rasa sedih di hati para penonton. 

Gambaran Kehidupan Masa Tua yang Mengundang Empati

Cuplikan resmi film How to Make Millions Before Grandma Dies. (Sumber: YouTube CGV Kreasi)

Film ini menyuguhkan gambaran masa tua bagi para penontonnya melalui kisah sendu Amah. Melalui kehidupan Amah yang dikisahkan sebagai lansia pengidap penyakit ganas, jarang bertemu anak dan cucunya, serta kehilangan teman membuat penonton mudah untuk berempati. Kehidupan Amah yang digambarkan di dalam film terasa begitu dekat dengan penonton lantaran hal-hal yang dialami Amah memang benar terjadi pula di kehidupan nyata. 

Kisah masa tua yang digambarkan dalam film tersebut mampu membuat penonton berandai-andai mengenai kehidupan masa tua nantinya. Apakah masa tua selalu sendirian? Apakah masa tua selalu diiringi sepi? Apakah masa tua selalu dihadiahi sakit? 

 

Pesan Moral Tersampaikan dengan Baik

Cuplikan resmi film How to Make Millions Before Grandma Dies. (Sumber: YouTube CGV Kreasi)

Dalam cuplikan resmi film How to Make Millions Before Grandma Dies, terdapat pernyataan bahwa film ini terinspirasi dari kisah nyata dari banyak keluarga. Merujuk dari kisah nyata bahwa tidak sedikit anak yang sulit memberikan waktu untuk orang tua pada masa senja menjadi inspirasi utama pembuatan film ini. Dengan berfokus pada seorang cucu yang merawat neneknya di usia senja, banyak pesan yang dapat dipetik oleh penonton. Terlebih, M digambarkan beredia merawat dan membantu pekerjaan Amah yang mungkin tidak biasa dikerjakan oleh laki-laki. Bangun pagi, membantu Amah menggosok badan ketika mandi, membantu bersiap Amah mencari rezeki, dan pekerjaan yang lain dilakukan M dengan sepenuh hati. 

Selanjutnya, banyak dialog dalam film ini yang membekas di benak para penonton. Kendati dialog sederhana dan memiliki makna implisit, para penonton mampu menerima kode tersebut hingga semakin larut dalam pembawaan film. Tak hanya itu, kebudayaan Thailand yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia mempermudah para penonton untuk memahami makna tersirat film tersebut. Selama penayangan, film ini memiliki tujuan yang konsisten mengenai pesan moral apa yang dapat diambil oleh para penonton.  

 

Plot Ritmik dan Sinematografi yang Apik

Cuplikan resmi film How to Make Millions Before Grandma Dies. (Sumber: YouTube CGV Kreasi)

Jika dilihat dari aspek penyajiannya, film ini disampaikan dengan baik mulai dari plotnya yang runtut hingga sinematografi yang memanjakan mata. Dapat dikatakan bahwa memiliki plot yang runtut karena film ini berjalan sesuai timeline sehingga penonton dapat dengan mudah menyesuaikan alur film. Sedari awal, film ini disajikan dengan alur yang pelan hingga puncak konflik yang terjadi. Visualisasi yang apik, pengambilan sudut kamera yang mampu bercerita kepada penonton, hingga color grading yang bersahabat dengan mata membuat penonton semakin nyaman ketika menonton film tersebut. Meski keseluruhan film ini berisikan adegan domestik, film ini tetap mampu disuguhkan dengan ciamik. 

Kendati film ini mampu disampaikan dengan baik, tak sedikit yang merasa kurang puas akan ending film tersebut. Banyak penonton merasa kesal dengan karakter M yang tidak mengalami perubahan hingga film berakhir. Selain itu, perasaan bosan ketika menonton karena alurnya yang lambat juga dialami oleh penonton. Bagi kebanyakan orang yang cenderung menikmati alur film cepat dan fast-forward, mungkin film garapan Production House GDH (Gross Domestic Hapiness) ini kurang cocok untuk dinikmati. Sebaliknya, bagi orang yang senang dengan film alur slow-burn, film ini sangat layak untuk ditonton sebelum turun layar dari bioskop Indonesia. 

Itulah beberapa hal terkait dengan film yang tengah ramai dibicarakan oleh masyarakat Indonesia saat ini. Segera saksikan film How to Make Millions Before Grandma Dies di bioskop terdekat! 

 

Penulis: Aulia Retno 

Editor: Alivia Nuriyani

Pemimpin Redaksi: Natalia Ginting

Desain: Nabila Ma’ratunisa

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.