Melihat Kuasa Mahasiswa dalam Lingkaran Hitam Korupsi Nasional
Warisan penyelewengan kekuasaan yang abadi dalam pemerintahan Indonesia adalah korupsi. Penyakit birokrasi ini mencengkram kuat dan membatasi kemajuan negara Indonesia. Narasi dan kampanye anti korupsi sudah terlalu berbusa-busa disuarakan namun masalah ini alih alih berhasil dituntaskan, justru semakin besar dan membludak. Tercatat tahun 2022 lalu oleh Transparency International, Indonesia menjadi negara dengan kasus korupsi terbesar ke-5 di Asia. Dinamikanya pun semakin kritis dengan peningkatan kasus yang signifikan dari tahun 2019, seperti korupsi Imam Nahrawi (26,5 M), Bowo Sidiq Pangarso (10,69 M), Gubernur Kepri (4,35 M) hingga yang terbaru kasus korupsi menara BTS yang menyeret nama Achsanul Qosasi.
Hingga kini, belum ada cara yang ampuh memberantas korupsi, yang pasti pemberantasan korupsi ini tidak cukup hanya koar-koar sang orator namun secara praktis bagaimana penyakit ini dihalau agar tidak mencederai penyelenggaraan pemerintahan. Cara dan metode penyelesaian korupsi bersifat sangat kontekstual dan butuh treatment yang berbeda di tiap instansi dan daerah. Hal ini karena masalah korupsi lekat dengan aspek budaya dan lingkungan yang memiliki diversitas karakteristik. Misalnya, disuatu daerah X kasus korupsi dilatar belakangi oleh ketidaksejahteraan ekonomi pegawai maka penyelesaiannya adalah dengan menjaminkan kesejahteraan ekonomi pegawainya, kongkritnya dengan menaikkan gaji dan atau tunjangan. Cara penyelesaian itu tidak bisa diterapkan di daerah Y yang kasusnya dikarenakan oleh rendahnya moralitas pegawai, sampai kapan pun korupsi di daerah Y tidak akan pernah selesai dengan menaikkan kesejahteraan ekonomi, kecuali jika diselesaikan dari sisi moralitas pegawai.
Penyakit korupsi ini akan mudah ditaklukkan dengan mekanisme gotong-royong, falsafah dan prinsip legendaris bangsa ini yang masih sangat relevan untuk memerangi korupsi di Indonesia. Semua elemen yang terdeteksi sebagai bagian dari bangsa Indonesia mendapati peranannya masing-masing untuk meredam praktik korupsi. Sehingga peranannya itu terbagi dalam 2 (dua) arah, yakni top-down (bagi pemilik kuasa yang mampu mengontrol dari sisi regulasi, kebijakan dan program publik) dan bottom-up (masyarakat sipil dan rakyat mendukung dan mengawal upaya pemberantasan tersebut), gagasan ini terinspirasi dari 3 generasi model kebijakan publik oleh Sidney Mara (2007). Termasuk bagian dari elemen bottom up ini adalah entitas mahasiswa. Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat intelektual memiliki banyak peranan dalam mendukung pemberantasan korupsi. Pada titik tetentu peranan mahasiswa ini juga dapat secara top-down. Berikut adalah skema olah nalar peran mahasiswa dalam meredam korupsi:
Piramida di atas mengilustrasikan peranan mahasiswa dari yang paling tajam (menyentuh sisi bottom-up) dan paling tumpul (menyentuh sisi top-down). Peranan mahasiswa dimulai dari langkah kecil yang fundamental yakni membangun kesadaran melalui pendidikan. Kesadaran terbentuk karena terbangunnya nilai anti korupsi. Pondasi akan nilai-nilai tersebut ditempuh melalui pendidikan, baik secara formal dalam ruang kelas maupun non formal dalam perilaku keseharian di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Pendidikan tidak terbatas pada transfer pengetahuan teoretis namun praktikal. Mahasiswa saat ini sudah terlalu banyak dogma-dogma anti korupsi yang hanya menggebu-gebu dalam sabda dan perkataan. Lebih penting adalah bagaimana kurikulum pendidikan tersebut mampu membangun moral dan perilaku anti korupsi. Apalagi kampus adalah miniatur negara melalui aktivitas ormawa dan berbagai unit kreativitas mahasiswa. Mahasiswa dapat menggunakan medium tersebut untuk belajar praktik penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan anti korup. Kampus tidak lagi menjadi tempat bermain negara-negaraan namun laboratorium untuk membangun moral hidup bernegara yang sehat dan anti korup.
Mahasiswa sebagai entitas yang dibekali dengan kekayaan nalar sehat dituntut berperan mendukung upaya pemberantasan korupsi melalui in-apatisme (sikap peduli) dan pendayagunaan pola pikir kritis mahasiswa. Sikap kepedulian mahasiwa diwujudkan dengan pengawalan pada perkembangan politik dan birokrasi skala nasional maupun daerah. Mahasiswa sekaligus menjadi instrumen pengawasan bagi kinerja birokrasi. Mahasiswa memberikan kritik dan saran konstruktif untuk masalah-masalah yang dihadapi oleh birokrat, sehingga mekanisme kerja tidak tertutup sekaligus mengikat kolaborasi dan sinergitas antara mahasiswa dengan pemerintah.
Peranan tersebut perlu disuarakan dan diartikulasikan kepada publik luas, agar semangat anti korupsi tidak terbatas pada kalangan mahasiswa. Semangat ini juga dirasakan dan disadari oleh sesama mahasiswa di prodi, fakultas ataupun universitas yang berbeda, sekaligus juga dirasakan oleh kalangan teman-teman yang tidak duduk di bangku pendidikan tinggi. Apalagi di era digitalisasi saat ini media sangat luas dan tidak terbatas untuk dimanfaatkan menjadi alat kampanye positif.
Mahasiswa sebagai entitas yang memiliki privillage dalam intelektualitas dan pemikiran akademis dapat memberikan dedikasi melalui aktivitas penelitian, baik penelitian yang bersifat materi (mengulik paradigma korupsi di Indonesia) hingga penelitian yang bersifat studi kasus (membedah kasus Korupsi X). Hasil penelitian tersebut dibawa ke meja yang lebih serius yakni advokasi. Produk penelitian dapat berupa policy brief, policy paper, naskah akademik, dan sebagainya yang dapat diadvokasikan kepada pihak yang berwenang seperti instansi di pemerintah pusat maupun daerah. Adapun Tujuan dari advokasi tersebut adalah mempengaruhi kebijakan instansi terkait dalam rangka mendukung upaya pemberantasan korupsi.
Tahapan selanjutannya dalam tingkatan peranan mahasiswa yang lebih berpengaruh adalah membangun komunitas. Kerja secara gotong royong atau collective action adalah kekuatan besar yang tiada tara. Kekuatan gotongroyong mahasiswa mampu meruntuhkan rezim besar dalam sejarah bangsa ini. Bukan kemustahilan, kerja gotong royong tersebut mampu mendukung upaya pemberantasan korupsi negeri ini. Komunitas ini diposisikan sebagai NGO atau LSM yang mengawal penyelenggaraan pemeritahan di Indonesia dengan cara yang lebih institusional dan sistemik. Selain membangun komunitas baru, bisa juga bertekad untuk menguatkan komunitas yang sudah ada. Hari ini Indonesia sudah banyak komunitas-komunitas yang beroperasi untuk mengawal korupsi di Indonesia, seperti Transparency International Indonesia dan Indonesian Corruptions Watch. Mahasiswa dapat meramaikan dan menjadi punggawa komunitas-komunitas tersebut.
Tahapan terakhir, peran mahasiswa memberantas korupsi adalah masuk dalam lingkaran sistemnya. Mahasiswa yang sudah cukup bekal belajar di kampus, sudah resmi menjadi sarjana jangan ragu dan takut untuk terjun langsung dalam sistem yang katanya paling korup itu. Politik itu cawe-cawe di semua sektor dan bidang ilmu, terlalu sempit apabila meja politik hanya dikerubungi oleh orang-orang dari studi politik pemerintahan. Penuhi meja birokrasi itu dengan intelektual bermoral dari berbagai fokus studi. Apapun itu jalurnya, baik melalui jalur politisi atau teknokrat yang pasti meja-meja itu tidak diduduki oleh orang-orang salah yang melanggenggkan korupsi. Tahapan ini adalah tahapan paling idealis bagi mahasiswa saat ini. Tidak banyak yang optimis karena mahasiswa bermental lemah itu terlalu yakin dirinya akan tenggelam dalam lautan hitam penuh korup.
“Kalaupun optimisme itu terlalu mahal maka tidak akan pernah kuat negeri ini membeli obat penyakit korupsinya” -Rifka Nafila
Penulis: Rifka Nafila
Editor: Almira Khairunnisa
Referensi:
Maranda, H. (2018). Teori dan Model Implementasi Kebijakan Publik. Jurnal Ilmu Administrasi Publik Universitas Brawijaya.
Indonesia Corruption Watch (ICW). (2021). Hasil Pemantauan Tren Penindakan Kasus Korupsi Tahun 2021. Jakarta Selatan: ICW
Katadata Media Network. (2022). Indonesia Negara Terkorup ke-5 di Asia Tenggara pada 2022. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/02/02/indonesia-negara-terkorup-ke-5-di-asia-tenggara-pada-2022#:~:text=Menurut%20laporan%20Transparency%20International%2C%20Indonesia,indeks%20korupsi%20di%20180%20negara.