Panwas Terima Dua Laporan Indikasi Pelanggaran di Pemira FISIP 2020

Tahun ini Pemilihan Umum Raya (Pemira) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, tampaknya tidak berjalan dengan amat mulus. Seperti yang diketahui bersama, ketika memasuki timeline verifikasi peserta Pemira, terdapat dua laporan yang masuk ke Panitia Pengawas terkait indikasi pelanggaran Pemira yang ditujukan pada Panlih pada Sabtu (5/12) lalu.
Pelaporan Pengaduan Pertama
Pelapor pertama adalah Dayang Septasawitri, mahasiswa Administrasi Bisnis 2018. Laporan yang dibawa Dayang memuat dugaan pelanggaran Petunjuk Teknis (Juknis) Pendaftaran Pasangan Calon Ketua dan Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Calon Senator poin 9 terkait Perpanjangan Pendaftaran Pemira FISIP 2020.
Dayang menyerahkan berkas laporan pengaduan tersebut kepada Panitia Pengawas (Panwas) dan kemudian diteruskan kepada Tim Yudisial (TY). Laporan tersebut ditindaklanjuti dengan melakukan Sidang Sengketa pada malam hari pukul 21.20 WIB yang turut dihadiri oleh Tim Yudisial, Panitia Pengawas, Panitia Pemilihan, Senat Mahasiswa FISIP Undip dan mahasiswa lainnya sebagai saksi.
Pelaksanaan sidang sempat ditunda 1×2 jam untuk menentukan putusan dengan musyawarah internal dari majelis hakim. Sidang dilanjutkan pukul 02.00 hari Minggu (6/12) dengan putusan bahwa majelis hakim menolak permohonan pelapor.
Ketika dihubungi OPINI, Dayang mengaku bahwa sidang sengketa berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tata beracara yang sudah ditetapkan. Namun, ia melihat ketika sidang berlangsung, terdapat pihak-pihak yang tidak jelas posisinya dan cenderung berperilaku melebihi batas. Menurutnya, TY masih kurang dalam menekankan peraturan sidang kepada pihak-pihak tersebut, sehingga pokok pembahasan sempat teralihkan.
“Menurut saya sendiri tentunya karena sudah keputusan dari Tim Yudisial, harapannya itu keputusan yang bijak,” tutur Dayang menanggapi penolakan laporannya.
Dayang menambahkan, peraturan yang ditetapkan Panlih masih mengandung banyak tafsir, sehingga harus dibenahi agar peraturan yang dihasilkan bisa bersifat kaku atau rigid. Ia juga menyarankan agar panitia pembuat peraturan diisi oleh orang-orang yang paham di bidangnya agar tidak menimbulkan kebingungan dan perbedaan tafsir dari berbagai pihak.
“Untuk Panlih semoga bisa lebih bertanggung jawab, bisa menjalankan tugas dengan sebaik mungkin dan lebih bisa mengkritisi lagi peraturan-peraturan, sebelum peraturan tersebut dijalankan. Karena mereka memiliki wewenang penuh, dan seharusnya punya basic dalam pembuatan peraturan,” pungkasnya.
Tanggapan Kuasa Hukum Panlih
Menanggapi pelaporan yang dilakukan oleh Dayang, Martinus Ananta Resie selaku kuasa hukum Panlih menyatakan perlu adanya pembenahan untuk Persema Pemira sebab Juknis adalah turunan dari Persema Pemira dan berbentuk rigid. Hal tersebut berdasarkan asas hukum Lex superior derogat legi inferior di mana asas penafsiran yang menyatakan bahwa hukum yang tinggi mengesampingkan hukum yang rendah.
Nanta melihat di balik kelancaran keberjalanan sidang sengketa, ia mengeluhkan pelaksanaan sidang dengan jadwal yang terlalu malam, sehingga hanya sedikit mahasiswa yang bertahan hingga akhir, padahal sidang tersebut untuk mengetahui konstelasi demokrasi kampus.
“Pesan saya kepada Tim Yudisial tahun depan ataupun nantinya, ketika memang mempunyai hak untuk memutuskan pelanggaran dari penyelenggara, harus ada kode etik penyelenggaraan pemira beserta sanksi untuk penyelenggara. Jadi, mengedepankan hukum positif,” ungkapnya.
Terkait penolakan pelaporan, Nanta menyarankan pengaduan yang dilakukan harus benar, tidak selalu fakta seseorang atau objek. Ia menambahkan, seandainya ada laporan yang masuk, laporan harus menggunakan nomenklatur praduga tak bersalah dan kemudian Panwas menyortir laporan yang harus disidangkan.
“Sejatinya, Panlih, Panwas, dan TY harus paham terkait aturan yang berlaku, jangan ketika itu lengkap dalam penulisan kemudian langsung diserahkan dan disidangkan. Berbicara hukum tidak sesimpel kita berbicara mengenai asumsi politik,” tandas Nanta.
Laporan Pengaduan Kedua
Sidang Sengketa kembali digelar kali kedua pada Minggu (6/12) siang. Kinanthi Septa Pinakesti, Administrasi Publik 2019, melaporkan pengaduan pelanggaran pada Panwas dengan pokok perkara kelalaian pemeriksaan berkas bakal calon peserta Pemira oleh Panlih.
Dari hasil persidangan tersebut, Majelis Hakim menilai dasar hukum yang digunakan oleh pelapor sesuai dengan laporan dan alat bukti yang dilampirkan sesuai dengan permasalahan. TY kemudian memutuskan menerima permohonan pelapor seluruhnya dan melanjutkan ke Sidang Pemeriksaan Perkara; memanggil Panlih sebagai terlapor untuk memberikan jawaban; dan memanggil Panwas sebagai pihak terkait untuk memberikan keterangan.
Sidang ini pun menghasilkan Putusan Tim Yudisial Nomor 004/TYFISIP/XII/2020 yang menyatakan bahwa permohonan pelapor atas nama Kinanti Sekar, diterima. Buntut dari putusan ini ialah pemberian sanksi pada Panlih berupa permohonan maaf secara tertulis yang disampaikan kepada publik melalui media online Panlih; memberikan perpanjangan waktu pengumpulan berkas kepada Bakal Calon Senator atas nama Tyas Nur Khomaidah selambat-lambatnya 1×24 jam setelah putusan ditetapkan; dan melakukan verifikasi ulang terhadap Bakal Calon Senator atas nama Tyas Nur Khomaidah selambat-lambatnya 2×24 jam setelah putusan ditetapkan.
Ketiga poin sanksi ini telah dilaksanakan Panlih pada Senin (7/12) lalu atau sehari seusai putusan dikeluarkan.
Tanggapan SM FISIP
Hal berbeda diungkapkan oleh Septian M. Akbar, Komisi I Senat Mahasiswa (SM) FISIP, yang berpendapat bahwa sidang sengketa tersebut adalah batu loncatan untuk mempersiapkan Pemira yang lebih progresif di kemudian hari. Ia melihat bahwa Pemira 2020 tidak memiliki badan untuk menjaga kode etik kehormatan dan tugas tersebut diserahkan kepada TY.
“TY adalah Mahkamah Konstitusi (MK) jika kita refleksikan secara nasional, dan MK bukanlah penyelenggara Pemira. TY seharusnya di luar penyelenggara Pemira, tidak masuk ke dalamnya. Hal seperti ini tidak kita ketahui jika tidak ada peristiwa kemarin. Jadi persidangan kemarin adalah batu loncatan untuk melaksanakan Pemira yang lebih progresif di kemudian hari,” ungkap Akbar. Ia pun mengakui bahwa SM tidak memiliki otoritas penuh untuk menindaklanjuti kesalahan yang dilakukan Panlih.
Akbar menunjukkan apresiasinya pada Panlih melalui pujian, karena memiliki democratic awareness yang tinggi serta berkenan untuk menjadi pelaksana dari pesta demokrasi yang dinikmati seluruh mahasiswa FISIP. Meski sulit untuk full performance karena pandemi, Panlih dianggap tidak menunda-nunda pekerjaan dan bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan.
Akbar menambahkan bila Pemira dilakukan secara luring dengan keadaan yang normal dan posisi Panlih diisi orang-orang yang saat ini menduduki, ia meyakini tahun ini akan menjadi Pemira dengan penyelenggaraan terbaik karena tanggung jawab Panlih terhadap amanah yang diemban.
Reporter: Luthfi Maulana A.
Penulis: Wahyu Hidayat, Annisa Qonita A.
Editor: Ikhsanny Novira I.
Redaktur Pelaksana: Annisa Qonita A.