Ilustrasi KKN dan IISMA (Desain: Irene Navita)

Program Indonesian International Student Mobility Award (IISMA) yang diluncurkan oleh  Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kini memasuki tahun ketiga. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Universitas Diponegoro (Undip) menginisiasikan rekognisi Satuan Kredit Semester (SKS) yang meliputi Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada program IISMA 2023.

Ketua International Office (IO) FISIP UNDIP, Satria Aji Imawan, mengonfirmasi perihal rekognisi SKS untuk program KKN yang berlaku untuk IISMA 2023 yang diurus dalam program studi masing-masing.

“Info sampai saat ini, ya sebelum ada kebijakan lain yang mungkin mengeliminasi, itu bisa. Hanya saja saya tidak tahu bagaimana technicality-nya dalam mengkonversi tersebut karena itu diserahkan kepada prodi masing-masing, karena ada beberapa mata kuliah atau beberapa SKS yang harus dikonversikan dalam IISMA itu,” ungkapnya pada LPM Opini.

 

Mengapa Baru Berlaku Tahun 2023?

Pada tahun-tahun sebelumnya, rekognisi pada program IISMA tidak mencakup KKN, sebab pada dasarnya KKN merupakan salah satu mata kuliah wajib dalam bentuk pengabdian masyarakat.

Di Undip, KKN diampu oleh Tim KKN Universitas dengan total kredit sebanyak 3 SKS. Sedangkan dalam IISMA, masa pembelajaran dalam satu semester di luar negeri setara dengan 20 SKS atau 3-4 mata kuliah.

“Ya, kalau dilihat sebenarnya KKN hanya 3 SKS dan itu (IISMA) 20, ya. Kalau mau dikonversikan pada KKN juga nggak imbang,” terang Satria.

Satria juga mengungkapkan peliknya persoalan pengakuan SKS dalam IISMA yang dapat disejajarkan dengan mata kuliah wajib universitas.

“Nah, tapi konversi SKS ini kan jadi persoalan yang pelik, melihat bagaimana pengalaman teman-teman di luar itu bisa disetarakan dengan beberapa SKS,”

“Kalau berbicara mengenai SKS itu nanti berbicara mengenai hitungan. Ada hitungannya biasanya di RPS, berapa menit kalian belajar karena menentukan SKS-nya,” jelasnya.

Dengan berjalannya program IISMA dari tahun ke tahun, pihak universitas mencoba menyiasati hal baru seperti rekognisi SKS untuk program KKN, sebab IISMA dipandang sebagai bentuk pengabdian masyarakat juga, hanya saja berlaku di luar negeri pada kampus mitra.

“Jadi saya pikir ini bentuk rekognisi baru, ya. Saya pikir memang hal ini muncul dari universitas. Jadi kalau dari DIKTI atau dari pusat itu tidak ada ide seperti ini, lalu dari kampus mengusulkan ide bahwa bagaimana KKN dianggap sebagai mobility award juga mendapatkan rekognisi, gitu ya,” tutur Satria.

Satria menekankan bahwa melalui IISMA, mahasiswa secara tidak langsung sedang melakukan KKN. Hal ini dikarenakan program beasiswa IISMA tidak hanya mendorong mahasiswa untuk belajar di perguruan tinggi luar negeri, tetapi juga untuk ikut berpartisipasi aktif dalam projek atau kegiatan yang menunjang capaian IISMA, yaitu untuk terlibat dengan penduduk setempat.

“Jadi ini khusus IISMA, ya. Jadinya nanti ketika di sana secara tidak langsung ya KKN juga. Hidup di sana dan sebagainya, kemudian bikin project sama mereka kan sama idenya,”

Projek-projek yang dimaksud Satria meliputi aktivitas sukarela yang berjalan pada hari-hari tertentu, seperti kegiatan voluntary dalam merayakan hari bebas HIV/AIDS di Eropa, yang mana projek tersebut bersifat di luar mata kuliah dan tetap mendapat rekognisi.

“Saya kira nanti ada konsensus kategori, ya. Kategori projek apa yang bisa dijadikan rekognisi,” pungkasnya.

 

Dilema Mahasiswa yang Berangkat pada Semester 5

Persoalan mengenai rekognisi SKS yang mencakup KKN menimbulkan sejumlah pertanyaan lantaran KKN adalah mata kuliah semester 7, sedangkan program IISMA pun berlaku untuk mahasiswa semester 4 yang berangkat pada semester 5.

Merespons dilema ini, Satria menyatakan baik mahasiswa semester 4 atau 6 yang berpartisipasi dalam program IISMA boleh melibatkan diri dalam segala bentuk projek yang dilakukan di perguruan tinggi luar negeri sewaktu berjalannya IISMA. Namun, konversi SKS atas projek-projek yang dilaksanakan tidak akan diberlakukan pada mahasiswa semester 4.

“Pada prinsipnya bisa, ya. Tidak kami halangi, apalagi kan ada seperti ormawa dan kegiatan-kegiatan kemahasiswaan yang tidak masuk ke rekognisi, cuma nanti persoalannya tidak bisa dikonversikan,”

Bagi mahasiswa semester 4, projek-projek di luar mata kuliah adalah bentuk pengalaman yang tidak dapat dikonversikan dalam wujud SKS. Walaupun demikian, Satria menegaskan bahwa ketimbang mengkhawatirkan konversi SKS, mahasiswa seyogiaya fokus pada pengalaman yang hanya dapat diperoleh dari IISMA karena IISMA adalah program beasiswa yang mendekatkan pada realitas.

Bagaimana mahasiswa beradaptasi di luar negeri secara mandiri sekaligus menjalankan kewajibannya untuk belajar menjadi sorotan utama program IISMA.

“Jadi ya itu sebenarnya tujuannya, kalau mengingat pesan Mas Menteri, mahasiswa itu merdeka belajar di mana saja dan kampus harus memfasilitasi. Jadi kalau teman-teman mau belajar, asal itu positif, ya kita fasilitasi,” tutupnya.

 

Reporter: Cheryl Lizka

Penulis: Cheryl Lizka

Editor: Luthfi Maulana

Pemimpin Redaksi: Almira Khairunnisa

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.